Setelah memperkenalkan seluruh ruangan yang ada di rumah itu pada Akhleya, esok paginya Aretha pergi keluar rumah dengan menggunakan taksi.
Dia kembali ke rumah lamanya merapikan semua barang-barang lama mereka, satu-persatu Aretha membersihkan ruangan yang dimulai dari kamarnya, ia mengosongkan kamar itu.
Mengganti seprei dan hal yang sudah dipakainya, setelah itu dia membersihkan kamar lain dan membakar beberapa kenangan yang terjadi dirumah itu.
Sisa barang yang dianggapnya tidak penting dipindahkan ke gudang setelah selesai ia menutup barang-barang yang ada dengan kain putih seperti rumah yang akan di jual.
Lama Aretha membersihkan rumah hingga hari pun beranjak malam, dengan raut wajah lelah Aretha menuju rumah barunya dan ia juga menyempatkan diri untuk berbelanja beberapa keperluan tambahan untuk mereka dirumah.
"Are udah pulang sayang? Kebetulan Mbak Dewi udah masakin makanan untuk kita semua, ayo buruan kita makan sayang!" ajak Akhleya ketika melihat putrinya kembali.
Aretha tersenyum manis wajahnya kian cantik dan nanti pasti bisa membuat laki-laki yang bertemu dengannya jatuh cinta. "Maaf Bu, Are mandi dulu ya, habis itu baru kita makan malam bareng oke," pintanya dengan wajah memelas yang di buat-buat
Hal itu membuat Akhleya gemas dan ingin mencubit kedua pipi merona milik Aretha.
" Iya sana mandi! Ibu tunggu kamu di ruang keluarga, jangan lama-lama mandinya hari sudah malam," perintah Akhleya dengan wajah yang menunjukkan cinta yang begitu dalam.
Aretha tersenyum manis dia pun berlari meninggalkan Akhleya, sebelum berlari dia mencium pipi Akhleya yang sebelah kanan, Akhleya tertawa senang dengan tingkah konyol yang dilakukan Aretha.
Akhleya tak tau apa yang menyebabkan Aretha bahagia, tapi ia bersyukur putrinya bisa bahagia dan tertawa lagi.
Malam ini berlalu dengan damai dan tentram Aretha tidur dengan sangat nyenyak tanpa memikirkan hal apa yang akan terjadi. Pagi pun datang dengan cepat setelah lama tak datang ke kampus akhirnya Aretha kembali datang untuk mengejar ketertinggalannya selama ini.
Dengan senyuman manis dia memasuki ruang kelasnya, sudah 3.5 bulan ia tak datang ke kampus tempatnya menuntut ilmu ini, meski otaknya tak sepintar Arekha tapi ia menjalani harinya dengan baik.
Menurut Arekha dia lebih baik menjalani hari-hari nya seperti anak-anak lainnya. Tidak seperti Arekha yang terus menerus lompat kelas, dan juga bekerja meski umurnya belum mencukupi.
Setelah selesai mengurus semua keperluan untuk belajar kembali Aretha menuju ke sebuah restoran yang terletak tak jauh dari kampusnya, ponsel Aretha berdering dengan keras, senyum aneh terpampang di bibirnya ketika melihat nama yang tertera di layar tersebut.
"Kenapa menelponku tuan Zein? Ada perlu apa? Sehingga Anda menelpon orang yang tidak penting ini." senyum sinis tercipta di bibir indah Aretha.
"Kemana kau membawa ibu dan adikmu Aretha? Bukankah kau tau kondisi ibumu setelah melahirkan Artha sangat lemah, bawa kembali mereka pulang! Dan kenapa semua barang-barang kalian tidak ada di kamar? Ayah hanya menemukan sebagian yang ada di gudang, kemana kau membawa mereka Aretha?" tanya Zein dengan tak sabaran, semua pertanyaan mengalir satu persatu dari bibirnya tanpa jeda.
"Anda tidak perlu khawatir tuan, kesehatan ibu dan adikku aku yang paling jelas dan tau akan hal tersebut, dan Anda tak perlu memberi tau aku apapun, selemah dan serentan apapun mereka dulu, kenapa Anda hanya bertingkah seolah tak tau?" tanya Aretha dengan alis terangkat.
"Lalu kenapa sekarang Anda peduli dan bertanya, sungguh aneh!" Aretha bersikap tak peduli, dia tersenyum sinis mendengar semua pertanyaan itu.
"Oh, Bukankah istri dan anakmu sangat ingin tinggal dirumah itu, mereka selalu bermimpi dan berangan-angan untuk tinggal di rumah besar bak neraka itu, dengan kami pergi bukankah keluarga bahagia kalian bisa bersatu." Aretha terus berbicara tanpa memberikan Zein ruang untuk menjawab.
"Lagi pula dengan aku merapikannya Anda tak perlu membuang dan membakar barang-barang kami, karena semua milik kami tak penting menurut kami untuk Anda! Aku hanya mempermudah pekerjaan Anda dan istri Anda, kalian bebas sekarang."
"Putri dan putra tercinta Anda juga bisa mendapat kesempatan menjadi anak sah, tapi ada sebuah pesan yang ingin aku sampaikan sekali pada Anda tuan Zein yang terhormat, sekali anak simpanan akan tetap menjadi anak simpanan, malang sekali."
Aretha memandang jalanan didepan menerawang bagaimana hidupnya selama ini. "Aku hanya memberi kalian kesempatan, akan kubuat Anda menceraikan ibuku! Meski Anda tak ingin menceraikannya karena wasiat yang ada, setidaknya ada aturan negara bukan, jika Anda tak tinggal serumah dan tak memberi nafkah maka kalian juga bisa nantinya dianggap bercerai, akan kulakukan apapun agar ibuku terlepas dari pria egois sepertimu."
Aretha memutus sambungan telepon karena perutnya terasa sangat lapar. Banyak hal yang ingin dibicarakannya juga, tapi sebelum bertempur dia harus punya senjata dan amunisi yang cukup bukan, dia harus menyiapkan tenaga dan kekuatannya. Dengan penuh semangat Aretha memesan beberapa menu makanan yang paling disukainya.
Baru saja selesai memakan semua hidangan itu dan bersantai sejenak ponsel Aretha kembali berdering, ketika melihat nama si pemanggil Aretha menyunggingkan senyum ironisnya.
"Hallo tuan Zein, apalagi yang ingin anda katakan? Apalagi yang ingin anda ucapkan? Apa anda akan mengatakan bahwa ibuku bukan perempuan baik-baik sehingga juga melahirkan anak yang tidak baik?" Aretha tertawa dengan manis membuat pengunjung di sana mengalihkan pandangan mereka padanya.
"Aretha, Ayah tau Ayah salah tapi jangan melibatkan ibu dan adikmu dalam kebencian yang kau miliki untuk Ayah! Bawa kembali ibumu pulang sekarang Aretha! Ayah akan menebus semua kesalahan Ayah!" Zein mencoba membujuk Aretha agar membawa pulang Artha dan ibunya.
"Jangan bertingkah sok peduli tuan Zein yang terhormat, aku bukan anak kecil yang bisa kau bujuk dengan mainan dan permen." Lagi Aretha tertawa atas lelucon yang dikatakan Zein ayahnya.
"Ayah memang peduli Aretha!" Zein tak mau kalah.
"Ya ayah memang peduli dengan kami semua, peduli apakah kami sudah mati atau sudah menderita di tangan Anda kan?" tanya Aretha sembari melihat waktu di jam yang ada di tangannya.
"Sudah siang, jika tak ada lagi yang ingin anda katakan Ayahku tersayang aku akan memutuskan sambungan telepon lucu ini, oh jika tak ada hal yang penting dan mendesak jangan menghubungi atau mencariku tuan Zein," Larangnya dengan cepat.
"Istri dan anak Anda bisa saja melaporkanku sebagai perebut suami orang, aku tak mau menjadi bahan lelucon orang lain, cukup istri tercintamu saja, dan juga jaga putrimu jangan sampai dia seperti ibunya, biasanya buah jatuh tak jauh dari pohonnya."
"Dia saudaramu Aretha, ibunya juga ibumu kau harus menghormatinya sama seperti kau menghormati ibumu!"
"Oh, lalu apa putrimu menganggap ibuku adalah ibunya?" Aretha berpura-pura bertanya pada Zein dengan nada suara yang di dramatisir.
"Aku katakan padamu tuan Zein yang terhormat, saudaraku hanya 2 orang tapi yang satu sudah meninggal hanya tinggal satu saja, lalu putrimu itu di bagian yang mana? Jangan bermimpi aku akan menganggap anak wanita simpanan menjadi adikku heh, sungguh lucu dan menggelikan!" Aretha tertawa cekikikan mendengar ucapannya sendiri.
"Sudahlah Anda tak akan mengerti, bye tuan Zein yang terhormat." Aretha memutuskan sambungan telepon aneh itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 228 Episodes
Comments
Nazwah Azahrah
miris ceritanya....
2021-07-31
0
Nindita Larasaty
Dasar anak gk tau diri lu Aretha mending lu aja mati lebih baik. Anak durhaka kyk lu pantasnya msk neraka yg gk sopan sma ayah lu biar gimnapun ayah lu itu ortu lu jg.
2021-06-02
0
Mis Piliang
emosi tingkat iblis
2021-05-28
0