Di rumah besar tepi pantai.
Rossi terbangun, mata nya terbuka perlahan. Mendapati dirinya yang sudah berada diatas tempat tidur empuk. Ruangan yang sama dengan malam itu, namun warna tempat tidur yang berbeda. Dingin. Jendelanya terbuka lebar. Semerbak bunga di taman masuk memenuhi ruangan itu dihembuskan angin.
"Kenapa aku disini. Apa aku berjalan kesini saat tidur. Hooaaa."
Rossi masih sedikit mengantuk, begitu lelah. Dia masih mengucek ucek matanya ia mulai melangkah pelan keluar dari kamar itu. Ia terkejut. Sudah ada dua wanita berpakaian serasi hitam putih berenda gelombang kecil. Mereka menunduk padanya. Rossi tertegun heran, tapi ia tersenyum pada keduanya sebelum berlalu melewati mereka.
Rossi baru saja melangkah di anak tangga yang kedua. Tiba tiba seorang wanita yang dilihatnya tadi pagi menghampirinya dengan terburu buru.
"Nona, kenapa anda tidak mengganti pakaian. Dan tidak memakai sandal."
Wanita itu berkata sambil memegangi tubuh Rossi.
"Pakaian? Aku tidak membawanya bibi. Tapi bisakah aku pulang sekarang?" Rossi memelas padanya.
Dia mengkhawatirkan Bi Lana dan Sarah. Mereka pasti cemas karena ia tak mengabari apa apa. Terutama Sarah.
"Tidak nona, jika tuan tau. Dia pasti akan marah."
Dia membawa Rossi kembali ke kamar.
Langkah mereka terhenti di depan lemari besar yang berada di sudut ruangan samping kamar mandi.
Bibi Yona, begitulah orang rumah memanggilnya. Dia adalah kepala pelayan, sekaligus orang yang merawat Edgar saat dia berada di Paris. Tentu saja ia mengetahui permasalahan tentang Olivia yang membuat tuan mudanya berubah. Tapi sejak pagi, dia merasa familiar dengan Rossi. Seakan pernah bertemu di suatu tempat.
"Nona, silahkan pilih yang Anda mau."
Bi Yona membukakan lemari.
Memaparkan puluhan pakaian wanita di dalamnya. Dari yang kasual hingga yang mewah. Lengkap di dalam sana. Mata Rossi terbelalak melihatnya.
'Bukankah ini kamar pria, kenapa dia punya pakaian wanita bahkan pakaian dalam. Dasar mesum,' batin Rossi.
"Maaf bibi, aku tidak pantas untuk ini."
Rossi menolak dengan sopan agar wanita itu tidak marah padanya.
"Nona tenang saja, tuan muda lah yang sudah menyiapkan semua ini. Ini masih baru. Dikirim pagi ini. Jika nona tidak memakainya. Dia pasti akan marah."
Mengingat bagaimana reaksi pria itu padanya di lorong, terlihat jelas bahwa ia sangat emosional. Bisa saja dia memarahi pelayannya karena ulah Rossi. Merasa tidak enak dan takut pria itu akan menghukumnya atau pelayannya. Rossi memilih satu dress biru yang sederhana.
Di ruang ganti.
Selama berganti pakaian, ia memikirkan banyak hal. Dimana dia sekarang? Siapa pria itu? Apa yang dia inginkan? Kenapa ia malah seperti tahanan di rumah besar itu?
Rossi keluar dengan mengenakan dress biru yang diambilnya tadi. Sangat pas dengannya. Tak kekecilan dan tak kebesaran di tubuhnya. Terlihat disana wanita yang sibuk merapikan tempat tidur.
"Maaf,"
Rossi menyapanya dengan lembut.
"Ya nona. Apa anda butuh sesuatu?"
Ia langsung berdiri di hadapan Rossi.
"Tidak bukan itu, apa aku boleh pulang sekarang?"
Rossi menatap wanita itu penuh harap.
"Maaf nona, anda tidak bisa pergi tanpa izin dari tuan."
Dia tersenyum pada Rossi.
"Kalau begitu, dimana dia?"
Rossi melihat sekelilingnya. Hanya ada mereka disana.
"Tuan sedang keluar nona. Mungkin sebentar lagi akan kembali."
Wanita itu menunduk lalu mengundurkan diri.
Rossi berjalan mendekati sofa besar yang berada di depan kaca besar yang terbuka lebar di ruangan itu. Duduk disana menikmati keindahan matahari yang akan terbenam sebentar lagi. Angin berhembus masuk dari luar menerbangkan rambutnya yang terurai. Namun Rossi menikmatinya. Begitu nyaman.
Ia sekejap termenung disana. Mengingat kembali sekeping demi sekeping kenangan dimasa lalu. Dimana dia menghabiskan waktunya bersama ayah dan ibunya saat itu. Namun tiba tiba muncul bayangan seorang pria di kepalanya dan wajahnya tidak jelas.
Air matanya keluar tanpa ia sadari. Air mata itu mengalir deras di pipinya, jatuh membasahi dress nya. Dia merasa sedih. Tapi tidak tahu itu mengenai orang tuanya atau pria yang tiba tiba muncul dalam benaknya.
***
Markas Eagle.
"Apa kau sudah menemukannya?"
Pertanyaan itu membuat semua mata di sana tertuju pada sosok lelaki yang tengah terduduk tegak di kursi meja bundar besar. Edgar.
"Belum."
Edgar hanya menjawab singkat tanpa langsung menyatakan rencananya.
"Kau harus bertindak cepat Edgar. Jika Mike sampai disini dan kau masih tak memilih calon istrimu. Kau tau apa yang akan dia lakukan," lanjut pria itu.
Kulitnya sudah mulai mengerut. Warna rambutnya separo berwarna putih. Tetua Eagle. Jerome Stevenson. Ayah dari ketua pimpinan Eagle sekarang. Edgar Julian Stevenson.
"Aku sudah punya rencana. Dan itu pasti berhasil," sahut Edgar kembali.
Melihat kepercayaan dari dirinya, semua yang ada di sana menjadi lega tanpa mendiskusikannya. Karena rencana yang dia buat untuk eagle selalu berhasil. Terlebih lagi pria itu tidak suka mendengarkan pendapat orang lain.
Setelah membicarakan setiap masalah mafia yang terjadi di Eropa dan Asia. Mereka terus berbincang tanpa henti dan hanya diselingi kopi di sela pembicaraan. Edgar tak bersuara hanya mendengarkan. Hingga berakhir menjelang malam. Mereka membubarkan diri dari meja bundar. Kecuali Jerome dan putranya.
"Anakku, apa kamu sudah jatuh cinta lagi? Berbeda sekali hari ini. Sudah sangat lama sejak terakhir kali kau bersikap begini."
Jerome bertanya dengan wajah serius namun dengan tatapan mengejek pada Edgar.
"Pak tua, berhenti menggodaku. Aku hanya menemukan mainan baru."
Edgar menjawab cepat, mengambil kunci mobil. Bangkit dari kursinya dan melangkah menjauh. Ia masih kesal pada ayahnya yang tidak ingin memberikan penjelasan padanya mengenai Olivia.
"Apa kisah cintamu sudah berakhir?"
Jerome melanjutkan ucapannya.
Langkah kaki Edgar terhenti. Sekejap suasana menjadi hening. Tak ada jawaban.
"Belum. Dan tidak akan."
Edgar mengepalkan tangannya.
Melangkah ke lift. Edgar langsung menekan tombol agar bisa cepat pergi dari sana. Tanpa sengaja dari celah kawat. Edgar melihat senyuman di wajah ayahnya. Membuatnya bertambah kesal.
"Aahh. Pak tua itu. Membuatku ingin memukulnya."
Edgar memukul dinding lift itu hingga membuatnya bergetar.
Edgar bergegas keluar. Melajukan mobilnya dari rimbunan pepohonan yang mulai terlihat menyeramkan karena tak ada cahaya kecuali lampu sorot mobilnya. Terus melaju hingga tampak jalan raya di depannya.
***
Rossi.
Langit mulai gelap. Malam datang. Ruangan itu menjadi kelam. Tak bercahaya. Hanya sinar bulan redup menyinarinya namun perlahan hilang dan kembali timbul. Terlihat samar seorang wanita tengah tertidur di sofa. Begitu nyenyak. Terlihat manis.
Gerbang rumah besar itu terbuka. Tuan rumahnya pulang. Edgar memarkirkan mobilnya di depan tangga pintu masuk. Melempar kuncinya pada pria yang berdiri disamping mobil. Berlalu masuk dan disambut seperti biasa.
"Dimana dia?"
Edgar langsung bertanya pada Bi Yona. Berbau sup. Dari dapur lagi.
"Masih di kamar tuan. Dia tak keluar kamar sejak siang tadi."
Dia menjawab jelas pertanyaan tuannya.
Tampak sedikit kekhawatiran di wajah Edgar. Membuat para bawahannya itu heran dengan sikap tuannya yang berlari ke atas. Bergegas ke kamarnya yang berada di ujung lorong lantai 2 bangunan itu.
Klek.
Pintu kamar terbuka. Gelap. Tampak seorang peri malam tengah tertidur di bawah cahaya bulan menyatu dengan warna dress yang dia kenakan. Edgar menghampirinya.
"Dia tertidur di manapun."
Edgar mengangkatnya. Mengalungkan tangan wanita itu ke lehernya.
Gerakan itu membuat Rossi terbangun. Dia menyerngit. Mengedip-ngedipkan matanya. Seketika mata nya melotot menatap Edgar dan sadar bahwa ia berada dalam dekapan lelaki itu.
"Hei turunkan aku."
Rossi memberontak memukul pelan dada pria yang kekar itu.
"Ha. Kelinci kecil ku. Akhirnya bangun."
Terselip seringai di wajah pria itu.
"Siapa yang kelinci kecil mu."
Rossi memalingkan wajahnya sambil memberontak ingin segera diturunkan.
Terdengar beberapa kali suara dari perut langsing wanita itu. Membuat Edgar tertawa kecil mendengarnya.
"Kamu bahkan belum makan, apa begitunya merindukanku? Menungguku sedari tadi disini."
"Tidak. Mana mungkin."
Rossi langsung membantah. Wajahnya mulai memerah. Edgar membawanya keluar kamar sambil menggendong wanitanya.
Di pintu kamar. Sudah ada beberapa pelayan berkumpul disana. Mengikuti tuan muda nya sejak awal. Penasaran. Termasuk bi Yona. Mereka mengintip dari balik celah pintu.
Terkejut. Tiba tiba pintu itu terbuka lebar di tendang oleh Edgar.
"Apa yang kalian lakukan."
Edgar menyerngit kesal menatap tajam pada mereka.
Para wanita itu hanya menunduk tak menjawab.
Edgar berlalu melewati mereka dengan Rossi yang masih berada dalam dekapannya.
"Lihat itu. Tuan muda tersenyum."
Mereka mulai bergosip. Mereka tidak pernah melihat tuannya itu tersenyum seperti itu pada orang lain bahkan tertawa. Apalagi dengan seorang wanita.
Bi Yona senang melihat tuannya sudah mulai tersenyum dan bisa membuka hatinya kembali.
--***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
INdah🌹
505
2023-10-17
1
dhapz H
apa sama olivia dan rossi
2022-03-23
0
sandi
wah othornya bikin kita nebak2 ngasi clue tp nti tw2 prank lg 🤭🤭😂😂😂😂
2021-10-24
1