Tiba-tiba lemparan sebuah gunting, hampir saja mengenai wajah Hanna. Dia menengok ke arah pintu, terlihat seorang wanita dengan tubuh tinggi, bibir merah menyala. Menatap tajam ke arahnya, yang baru saja hendak berbaring.
Dadanya berdegup kencang, kaget dan tersentak. Jika ia terus berdiri tadi, tak menutup kemungkinan gunting itu berhasil menancap di wajahnya. Untung saja, sang bayi tengah dimandikan di ruangan lain. Sehingga tak mendengar kegaduhan ini.
"Siapa kamu?" tanyanya setengah berteriak, balik menatap tajam wanita yang kini tengah berjalan mendekatinya.
"Harusnya aku yang nanya, siapa kamu? Dan ada hubungan apa kamu dengan Ansell," selidiknya. Matanya melotot penuh amarah.
Deg, hatinya tersentak mendengar nama suaminya disebut.
"Ansell adalah suamiku dan aku, baru saja melahirkan anaknya!" jelasnya.
Plaaakkk
Wanita itu menampar keras pipi Hanna, hingga tersungkur ke tepi ranjang.
"Aaaww....!" jeritnya. Dia memegangi pipi yang terasa perih, tak menyangka dapat serangan mendadak seperti ini.
"Dasar perempuan murahan! Sini kau!" Wanita itu berteriak dan kembali menarik tangan Hanna, hendak menyeretnya keluar.
"Ada apa ini?!" tanya seorang bidan paruh baya tergopoh. Bersama seorang suster membawa bayi, yang telah selesai dimandikan.
Wanita itu terperanjat, dia segera melepaskan tangan Hanna. Matanya menatap bayi mungil, yang berada digendongan. Tiba-tiba hatinya sakit, seperti tertusuk ribuan pisau. Buliran bening, tampak tergenang di pelupuk matanya.
Hanna meringis kesakitan memegang pergelangan tangannya, air matanya perlahan menetes. Apa ini? Bisiknya dalam hati. Ia masih tak mengerti apa yang telah terjadi. Kenapa perempuan ini datang menyerang, dan bertindak kasar padaku? gumamnya. Hatinya terus dipenuhi tanya.
"Tolong Bu, ini klinik bukan pasar! apa maksud Ibu datang marah-marah dan bertindak kasar pada pasien saya?" tanyanya dengan tegas.
"Pasien Ibu ini, wanita murahan! Dia telah merebut suami saya!" teriaknya. Tangannya menunjuk persis di wajah Hanna.
Mulut Hanna menganga, tak percaya atas apa yang baru saja didengarnya. Kepalanya mendadak pusing, pandangannya buram, air mata kembali mengalir dengan derasnya. "Tidak ... tidak mungkin Ansell ...." dia menutup mulutnya dengan tangan dan menahan isak tangisnya.
Bidan itu mengernyitkan dahinya sejenak, lantas dengan suara lebih tenang, dia berkata "Oke, saya paham situasi ini. Kita coba bicarakan baik-baik ya, Bu. Silahkan Ibu duduk!" perintahnya seraya menunjuk kursi.
"Sus, tolong, bantu Mba Hanna untuk berbaring. Wajahnya terlihat pucat." Suster mengangguk. Setelah meletakan bayi pada kasurnya, ia menghampiri wanita muda yang tengah duduk lemas di tepi ranjang.
"Sebelumnya saya minta maaf, bukan maksud untuk mencampuri urusan kalian. Tapi, karena Mba Hanna ini pasien saya. Maka, ijinkan saya untuk menengahi masalahnya," ucapnya pelan.
"Maaf, Bu, saya akan bawa wanita ini ke hadapan Ansel. Jadi, tolong jangan ikut campur urusan saya!"
"Begini Bu, Mba Hanna ini baru saja melahirkan. Kondisinya masih sangat lemah dan lagi kasian bayinya. Apa Ibu tega sebagai sesama wanita dan seorang Ibu?"
"Asal Ibu tau, wanita ****** ini sudah tega merebut suami saya! Saya tidak peduli bagaimana keadaan dia, seperti halnya dia yang tidak peduli telah merusak rumah tangga saya!" pekiknya.
"Sini kamu banguuunn ....!" teriaknya kembali menarik tangan Hanna.
"Ada apa ini??"
Tiba tiba masuk seorang perempuan berkulit putih, hidung mancung dengan rambut pendek sebahu, dan tubuh tinggi semampai. Meskipun umurnya terlihat tidak muda lagi. Tetapi, masih terlihat kecantikan yang terpancar dari wajahnya.
"Zea ..." ucapnya lirih. Raut wajahnya tegang. Matanya terbelalak, melihat istri pertama Ansell ada di sini.
"Kak Athifa! Kenapa Kakak sembunyikan semua ini? Apa salahku, sampe kalian tega mengkhianatiku?" jeritnya.
Tangisnya pecah, hatinya hancur remuk redam. Tubuhnya lemas serasa tak bertulang. Dengan langkah gontai, ia mendekati kakak iparnya itu. Seraya mengguncang tubuhnya meminta penjelasan.
"Kenapa Kak?? Apa karna aku tak bisa memberikan anak untuk Ansell, sehingga kalian tega menghancurkan hidupku?!" teriaknya lagi. Suasana hening, hanya terdengar isakan tangis dari kedua wanita yang tengah hancur lebur hatinya.
"Kenapa kamu ada di sini?" tanyanya heran. Ia bingung apa yang harus dikatakan pada kedua adik iparnya kini.
"Tadi aku kerumah, Kak! belum sempat sampai di rumah Kakak, tiba-tiba seorang tetanggamu menegurku." Suaranya terdengar parau, kembali mengingat kejadian sebelum ia sampai di klinik ini.
*****
"Loh, Mba, kata Bu Athifa semalem melahirkan? Ko sekarang udah fresh segar bugar begini, bayinya mana?" tanya seorang ibu setengah baya, raut wajahnya tampak keheranan memandang Zea.
"Melahirkan? Saya nggak hamil, Bu," jawabnya masih dengan raut santai.
"Lha, kemaren kan saya berpapasan sama Bu Thifa. Katanya baru saja nganterin istrinya Pak Ansell, yang melahirkan di klinik," paparnya dengan wajah bingung menjelaskan.
Deg ... hatinya bergetar hebat pikirannya mulai kacau. Dengan langkah yang tergesa-gesa dia segera berlari ke rumah kakak iparnya itu. Sesampainya di depan rumah Athifa, dia melihat asisten rumah tangga tengah menyiram bunga.
"Bi, Ka Athifa ada di rumah?" tanyanya cepat.
"Nggak ada Bu, maaf, salon juga tutup," jawabnya. Mengira Zea adalah pelanggan salon majikannya.
"Dia kemana?"
Memang sudah lama sekali Zea tak pernah menyambangi rumah Athifa. Semenjak cekcok persoalan rebutan pelanggan salon, hubungan mereka jadi merenggang. Ya, mereka sama-sama berbisnis kecantikan di rumahnya.
Persaingan di antara mereka semakin runcing karena perumahan mereka berhadapan.
Mendadak hari itu ia ingin datang untuk meminta maaf, hatinya pun sering gundah akhir-akhir ini. Mungkin, itulah insting seorang istri yang sangat tajam. Dia berniat ingin memperbaiki hubungan mereka. Namun apa yang ia dapat, justru kabar yang luar biasa membuat hatinya syok.
"Lagi jenguk istrinya Pak Ansell melahirkan, Bu."
Zea mencoba menutupi ketegangan di wajahnya. Meski hatinya mendadak perih. Jantungnya berdegup gak karuan.
"Memang istrinya Pak Ansell, siapa yah?" selidiknya, ia tau asisten rumah tangga ini baru bekerja beberapa bulan sehingga belum mengenali Zea.
"Namanya, Bu Hanna. Sudah sekitar 2 bulan ini tinggal di sini dan sekarang sedang melahirkan di klinik depan sana Bu," jawabnya seraya menunjuk ujung jalan depan.
Hatinya bergetar, darahnya mendidih, amarah merasuki pikirannya. Segera ia membuka pintu samping rumah Athifa tempatnya membuka salon. Matanya nanar memandang sekeliling, ia menyambar gunting di meja dan bergegas berlari ke arah klinik.
*****
"Zea ...." Suara laki-laki yang kini berdiri di depan pintu, membuyarkan lamunannya. Semua wajah menengok padanya.
Tak terkecuali Hanna, yang tengah menangisi nasib hidupnya kini. Dia tak menyangka, ternyata selama ini menjadi istri kedua. Sama sekali tak terpikirkan olehnya, Ansell lelaki yang dipilih atas dasar cinta telah tega membohonginya.
Ia pun kembali teringat penolakan keras sang mama, yang tak memberi ijin atas pernikahan mereka. Tetapi, pada akhirnya luluh dan berharap apa yang ia firasatkan tidak akan pernah terjadi.
Namun, belum genap satu tahun pernikahan mereka, lelaki yang dipilihnya telah memberikan luka yang sangat dalam.
Sanggupkah ia bangkit? Akankah pernikahannya terus bertahan?
Bersambung
Silahkan kritik dan sarannya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Subandi Bahtiar
ceritanya bagus tapi iklannya itu lho
2025-02-04
0
Hartini Tin
lanjut thor
2025-02-04
0
Fanza Weadding
love u cin😘💪
2022-03-15
1