...Happy reading...
Irsyam’s POV
“Dari siapa, Mah?” tanyaku ketika melihat mamah membawa rantang makanan.
“Oh, ini tadi ada tetangga komplek kita ke sini. Ngasih makanan nih.”
“Namanya siapa?”
“Umm... siapa ya namanya tadi? Mamah lupa tadi nggak nanya namanya.”
“Ck, kebiasaan.”
“Iya, nih. Mamah sering lupa nanyain soal nama!” ucap mamah sambil menepuk jidat dan terkekeh kecil.
...⌂⌂⌂...
Dewi’s POV
“Kakak pulang” ucapku ketika masuk ke dalam rumah. Tak mendapat jawaban apa pun aku memutuskan untuk ke kamar Tino.
“Dek?”
“Apa?”
“Gapapa, cuma manggil.”
“Kak, bosen. Ke danau yuk! Sekalian beli lima es cim.”
“Es cim... es cim... ice cream sayang. Hahaha,” ucapku terkekeh.
“Huh! Ayo, cepet Kak!”
“Males, ah....” tolakku sambil merebahkan tubuh ke kasur.
“Ayoooo, Kakkkk!!!” ajaknya sambil setengah berteriak di telingaku. “Kak!!! Kakakk!!! Ayo, ihh!!!” teriak Tino semakin menjadi-jadi.
“Isshh... iya-iya.” Mendengar jawaban ‘iya’ dariku, Tino pun mengembangkan senyumnya. Aku yang gemas pun mencupit pipinya.
“Kakak.... sakit ihh!!!”
Aku pun tertawa dibuatnya.
“Iya maaf, yaudah yuk kita ke danau.”
“lesss go, am koming.”
“Hu salah.”
“Biar, wlekkk!!!”
“Bentar Dek, Kakak ambil hp dulu.”
“Cepetan tapi Kak!!!”
Aku pun bergegas ke kamar mengambil ponsel. Aku dan Tino bertemu kembali di ruang tengah. Kemudian langsung menuju danau. Tempat ternyaman untuk berkeluh-kesah. Setidaknya menurutku.
“Ayo!!!” aku menggandeng tangan adekku dan tak lupa kukunci pintu rumah.
Dua puluh menit kemudian kami –aku dan tino- sampai di danau.
“Wah... bagus banget danaunya. Kak, jangan lupa beliin es cim ya!.”
“Iya, sebentar.” Aku membuka ponsel. Kulihat ada dua pesan masuk dari ibu dan ayah. Mereka memberi kabar kalau keduanya sudah sampai di kantor dengan selamat. Aku lantas membalas pesan keduanya lalu memasukkan ponselku kembali ke dalam saku celana.
“Tino?” Aku mengedarkan pandangan mencari keberadaan adikku. Kemana si Tino pergi? “Dek? Kemana sih? Jangan ngumpet! Ayo, keluar!”
Merasa tak ada jawaban aku pun mulai panik. Aku mencari Tino kesana kemari sambil memanggil namanya. Aku sudah mencarinya hampir dua puluh menit tapi masih belum menemukannya.
“Ya Tuhan Tino kemana,” gumamku sambil sedikit berkaca kaca.
Saat aku ingin melangkahkan kaki ada suara yang menghentikan langkahku.
“Kakakkk!!!” panggil seorang anak kecil, aku pun langsung menoleh ke sumber suara dan menghampirinya. Itu Tino.
Aku merendahkan tubuh mensejajari Tino kemudian bertanya, “Dek, kamu kemana aja sih? Kakak dari tadi nyariin kamu, loh. Ini juga kok bawa ice cream? Siapa yang beliin?” tanyaku pada Tino.
“Tadi aku jalan-jalan buat nyari es cim. Aku lupa kalo aku pergi sendiri terus aku tadi nangis nyariin Kakak ga ketemu. Eh, Tino akhirnya ketemu kakak baik,” jawabnya sambil memakan ice cream.
“Kakak baik? Jadi, kakak baik yang beliin Tino ice cream?” tanyaku sambil mengernyitkan alis.
“Iya. Itu orangnya!” tunjuk Tino pada seseorang yang berada di sampingnya. Karena begitu panik aku sampai tidak menyadari jika ada seseorang di samping Tino. Aku pun mendongakkan kepalaku ke atas.
“Loh? Irsyam kan?” aku pun terkejut dibuatnya.
“He’em.” Ucapnya santai
“Ummm... makasih ya, Sam. Kamu udah mau nganterin adik aku beli ice cream. Ngomong-ngomong tadi habis berapa? Biar aku ganti.”
“Sama-sama. Gausah diganti. Santai aja.”
“Tapi..”
“Ga ada tapi-tapian!” tolaknya cepat
“Ummm... yaudah deh. Makasih banyak, ya. Tino, kamu udah bilang makasih belum sama kakaknya?” tanyaku pada Tino.
“Makasih kakak baik!” seru Tino.
“Sama-sama ganteng!”
Ingin rasanya aku mencubit pipi adikku ini. Bisa-bisanya dia santai memakan ice cream sedangkan kakaknya hampir menangis. Huft menyebalkan.
“Dewi,” pangil Irsyam.
“Iya?”
“Boleh minta nomer WA?”
“Buat?”
“Biar lebih akrab aja, sih.” Irsyam menyodorkan ponselnya padaku.
“Eee... iya.” Aku pun mengetik dua belas digit nomor WhatsApp. “Nih!” kataku sembari menyodorkan ponsel miliknya.
“Makasih.”
“Sama-sama.”
“Cie-cie... pacaran...” suara Tino langsung memecah keheningan dan sedetik kemudian aku dibuat salting karenanya.
“Heh, anak kecil tahu apa soal pacaran. Kakak sama Kak Irsyam itu berteman.”
“Aku pernah lihat kakak pegang hp sambil senyum-senyum. Aku tanya sama ibu. Terus ibu bilang itu pacaran. Berarti kakak sama kakak baik ini pacaran kan?” ungkapnya dengan nada penuh kepolosan.
“Hahaha... iya, kita pacaran.” Celetuk Irsyam tak kalah nyeleneh
“Heh, enggak!” sanggahku cepat.
“Enggak salah,” balas Irsyam dibarengi dengan ulasan senyum yang memamerkan deretan giginya yang rapi. Aku yang mendapat jawaban seperti itu entah mengapa jantungku berdegub sangat kencang.
“Tuh kan kalian pacaran. Cie... cie... suwiwit banget sih.”
“Suwiwit?” Aku dan irsyam pun mengernyitkan alis tak mengerti
“Iya, kalo orang pacaran kan suwiwit,”
Tiba tiba Irsyam tertawa.
“Oalah... so sweet.” mendengar jawaban Irsyam pun aku membulatkan mata. Bisa-bisanya anak kecil ini tahu istilah pacaran dan so sweet.
Tino pun hanya nyengir kuda.
“Duduk sana aja, yuk! Biar enak ngobrolnya.” Irsyam mengajakku dan Tino duduk di bangku yang cukup lebar di bawah pohon rindang.
Percakapan kemudian berlanjut meski suasana seolah menjadi canggung. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk membuka suara.
“Udah siang nih, pulang yuk!” ajakku.
“Eh iya... ga kerasa udah siang,” balas Irsyam.
“Yuk, Dek!” ajakku pada Toni. Merasa tak ada jawaban aku melihat ke arahnya. “Lah ternyata tidur dari tadi. Bangungin, nggak ya?”
“Jangan! Biarin tidur aja. Kasihan. Biar aku aja yang gendong,” ucap Irsyam.
“Eh, tapii...”
“Gapapa Dewi.” Irsyam pun lantas menggendong Tino dengan hati-hati.
Akhirnya kami pun memutuskan pulang dengan Tino yang digendong Irsyam. Sepanjang perjalanan pun kami dilihat banyak orang hingga aku merasa risih.
“Romantisnya... pasangan suami istri ini,” tegur ibu-ibu komplek yang kebetulan adalah tetanggaku.
“Eh... bukan Bu.”
“Anak muda sekarang ya, masih malu-malu.”
“Maaf Bu ini teman saya,” balasku sopan padahal aslinya aku sudah sebal sekali.
“Ehh, Nak Dewi yang tinggal di komplek sebelah to? Ya ampun Ibu ngga ngeh! Dan itu... oh si Tino kecil!” katanya sambil tertawa dan menepuk jidat.
“Yaudah kami permisi dulu, Bu.” Irsyam buka suara.
Lima belas menit kemudian kami sampai di rumah. Aku pun mengernyitkan dahiku ketika pintu sudah terbuka.
“Ehm... kamar Tino ada di atas Sam.”
Aku dan Irsyam pun menaiki anak tangga menuju kamar Tino. Setelah Tino sudah berbaring di kasurnya, aku dan Irsyam kembali ke lantai bawah.
“Orangtua kamu kemana?”
“Masih kerja.”
“Tinggal berempat aja jadinya?”
Aku mengangguk.
“Nggak ada niat buat merekrut asisten rumah tangga?”
“Nggak. Kata ibu, selama urusan rumah bisa di-handle¬ nggak perlu asisten rumah tangga.”
“Ohhh...”
“Oh ya, mau minum apa Sam?” tanyaku pada Irsyam.
“Nggak usah Dewi. Aku langsung balik aja.”
“Oke kalau gitu. Makasih ya, sekali lagi.”
“Sama-sama.”
Irsyam pun berlalu. Aku hanya bisa mengamatinya sampai lenyap di belokkan.
...⌂⌂⌂...
...Jangan lupa vote dan juga follow author....
...tetap stay disini ya, dan tungguin Dear Irsyamm update nantinyaa....
...see you next part guyss...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Erni Kusumawati
Tino.. bisa2nya tahu suwiwit🤣🤣🤣🤣 sakit perut ate denger Tino bilang suwiwit🤣🤣🤣
2024-08-27
0