Beberapa hari kemudian, Gibran sedang ada di ruangannya. Tiba-tiba dering ponselnya berbunyi. Membuat Gibran menghentikan sejenak kegiatannya.
"Ada, Cin?" tanya Gibran kepada adik kembarnya.
"Lo bisa jemput gue nggak?"
"Dimana?"
"Di deket sekolahan gue. Soalnya gue nggak ada jemputan."
"Gue otw sekarang."
Mematikan sambungan teleponnya, Gibran langsung bergegas mengambil kunci motor dan menjemput adiknya.
Gibran ke kantor memang menggunakan motor sportnya. Bukan mobil mewahnya. Dia juga tidak memakai pakaian formal. Ia hanya memakai celana jeans, kaos putih polos dan jaket kulit miliknya.
Gibran tidak terlalu suka memakai pakaian formal. Itulah sebabnya ia kadang memakai baju santai saat ke kantor. Dia memakai pakaian formal jika sedang rapat atau memang ingin memakainya.
"Ambil alih kerjaan saya. Saya masih ada urusan di luar," kata Gibran saat berpapasan dengan sekertarisnya.
Pemuda yang menjabat sebagai sekertaris Gibran mengangguk. "Baik, Bos."
...***...
Di sisi lain Gisela berjalan kaki menuju warteg yang ada di dekat sekolahnya. Sehabis menelfon kembarannya, gadis itu memilih untuk membeli minuman di warteg dekat sini.
Sesampainya di warteg itu, Gisela melihat banyaknya pemuda yang sedang nongkrong. Gadis itu berjalan acuh melewati para pemuda tersebut. Ia menghiraukan godaan mereka semua.
"Minuman dingin satu, Bu," ujar Gisela.
"Oke neng, tunggu ya."
Wanita yang sudah berumur itu berjalan mengambil minuman pesanan Gisela. Lalu kembali dengan sebotol air mineral dingin.
"Nih, Neng. Harganya lima ribu." Dia menyerahkan botol itu kepada Gisela yang langsung diterima oleh gadis itu.
Saat akan membayar, tiba-tiba seorang pemuda datang menyelanya.
"Biar gua aja yang bayar," kata pemuda itu dengan gaya coolnya.
Gisela melirik pemuda itu bingung, lalu menggeleng. "Nggak perlu." Dia mengeluarkan uang dan hendak membayar, Mpok Atik sudah akan mengambil uang itu. Tapi langsung dihadang oleh pemuda asing yang tak dikenalnya itu.
"Biar gue aja. Berapa Mpok?" tanya pemuda itu melirik ke arah Mpok Atik.
"Lima ribu den," balas Mpok Atik.
Pemuda mengeluarkan uang berwarna merah dengan nominal Seratus ribu. Lalu memberikannya kepada Mpok Atik yang diterima dengan senang hati oleh si empu.
"Kembaliannya ambil aja, Mpok," katanya.
"Iya atuh den, kembaliannya mah buat bayar utang Aden yang kemarin belum bayar," balas Mpok Atik dengan polosnya.
Pemuda itu melotot tajam ke arah Mpok Atik. Terlihat bahwa Gisela menutup mulutnya sedikit menahan tawa. Sedangkan teman-teman pemuda itu sudah tertawa terpingkal mendengar ucapan Mpok Atik. Sial! Malu banget cuy. Runtuh sudah image nya di depan gebetan.
"MALU NGGAK? MALU NGGAK?" teriak seseorang berdiri di atas kursinya.
"MALU LAH! MASA ENGGAK! DI DEPAN GEBETAN CUYYY..." lanjutnya disusul dengan suara tawa yang menggema, membuat pemuda itu malu tak tertolong!
Dasar sahabat laknat! Bukannya dibantu biar nggak malu malah dibikin tambah malu di depan gebetan.
Gisela menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan teman pemuda di depannya. Ingin tertawa, tapi masih ingat di sini banyak orang. Jadi dia tetap mempertahankan wajah datarnya.
"Emm, makasih," kata Gisela dengan dingin.
Pemuda itu berdehem untuk menghilangkan rasa malunya. "Iya sama-sama. Masih inget sama gua kan?"
Gisela mengangguk pelan. Dia mengingat pemuda itu. Pemuda yang saat itu menggodanya lalu menembak dirinya untuk menjadi pacarnya. Tapi dia tolak dengan kata-kata tajam.
Siapa yang tidak marah jika tiba-tiba ada orang yang tidak dikenal lalu menggodamu dengan gombalan aneh dan memintamu menjadi kekasihnya? Pasti kalian akan langsung menolak dan mengatainya aneh bukan? Tentu saja. Tidak peduli jika dia tampan sekalipun.
"Maafin sikap gue waktu ya? Emm sebenarnya gue---"
"Iya," sela Gisela cepat.
Pemuda itu berdehem lagi, gadis ini sungguh dingin, pikirnya. Lalu dia bertanya, "oh ya kita belum kenalan. Nama gua Rafael Ariesandy Fernando. Panggil aja Rafa atau El. Panggil sayang juga boleh," ucap Rafael mengulurkan sebelah tangannya dan mengedipkan sebelah matanya.
Gisela menatap datar Rafael. Tanpa membalas uluran Rafael dia menjawab. "Gisela." Singkat, padat dan jelas. Oke.
Rafael memaksakan senyumnya dengan pelan dia menarik tangannya kembali. "Gisela, nama yang cantik sama seperti orangnya," pujinya yang terdengar mirip gombalan buaya di telinga Gisela.
Gisela tak menjawab lagi. Meladeni Rafael hanya akan membuatnya semakin kesal. Dia sudah sedikit kesal karena kakaknya tidak kunjung datang. Matanya sesekali akan melirik ke arah jam tangan dan ke depan lagi.
Rafael memperhatikan gerak gerik Gisela yang sepertinya sedang menunggu seseorang. Terlihat saat gadis itu beberapa kali melihat jam di tangannya lalu memandang ke depan lagi.
Karena terlanjur penasaran dia pun bertanya, "lo lagi nungguin orang?" tanyanya.
Gisela menoleh kemudian mengangguk.
"Siapa? Cowok apa cewek?"
Gisela menatap Rafael dengan alis berkerut. Dia tidak suka kepada orang yang terlalu banyak bertanya. Tapi tetap saja mulutnya menjawab.
"Cowok," jawabnya singkat.
"Pac---"
Brum Brum...
Ucapan Rafael berhenti mendengar suara motor sport. Dia pun melihat ke depan, terlihat motor sport berwarna hitam berhenti di depan sana. Semua orang yang ada di sana menatap ke arah motor itu. Lebih tepatnya ke arah pemuda yang mengendarai motor tersebut.
Gisela yang melihat motor kakaknya langsung berlari. "Lama banget," ujar Gisela datar.
"Tadi ada sedikit urusan," jawab Gibran tersenyum tipis seraya menyodorkan helmnya kepada Gisela.
Gisela berdehem lalu menerima helm itu dan memasangnya. Saat akan mengaitkan talinya, dia sedikit kesusahan. Gibran menggelengkan kepalanya dan membantu adik kembarnya.
Setelah selesai dia memencet hidung gadis itu. "Dasar. Gitu aja masih ngga bisa," cibirnya.
Gisela memutar bola matanya malas. Tanpa menghiraukan cibiran Gibran, dia naik ke atas motor sport itu. Untung saja dia sudah mengganti rok sekolahnya menjadi celana agar tidak repot. Kedua tangannya ia lingkarkan di perut Gibran.
Saat akan menjalankan motornya, mata Gibran bersitatap dengan manik seseorang. Dia memberikan senyum miring sebelum berlalu pergi dari sana.
...***...
"Lo ngapain ke warteg itu?" tanya Gibran kepada Gisela.
"Beli minuman," balasnya dengan singkat. Ia menyenderkan kepalanya di punggung tegas Gibran dengan kedua tangan yang melingkari pinggang pemuda itu.
Gibran tak menjawab lagi. Ia fokus menyetir. Beberapa saat kemudian dia sampai di sebuah Mansion milik Ayah tirinya.
"Udah sampai," kata Gibran menoleh ke arah Gisela.
Gadis itu mengangkat kepalanya. Lalu menatap bangunan itu sebelum turun. Ia melepas helmnya, lalu memberikannya kepada Gibran. Merapikan rambutnya yang sedikit kusut.
"Gue balik dulu," ucap Gibran menyalakan motornya.
"Nggak mampir?" tawar Gisela.
Gibran menggeleng. "Enggak. Gue masih ada urusan. Sampai'in salam gue buat Mama."
Gisela mengangguk.
Gibran langsung melajukan motornya pergi dari Mansion tersebut. Sedangkan Gisela masuk ke dalam Mansion keluarganya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Tety Setianingsih
ko cerita'y di ulang lg si thor
2022-04-25
0