Hari ini sejak pagi hujan turun sangat deras membasahi bumi, angin dan kilat pun menampakkan dirinya.
Aku menawarkan kepada Sesil untuk ku antar ke kantornya. Tidak tega aku melihat ia harus pergi menggunakan motornya di tengah hujan seperti ini.
Sesil pun mau ku antarkan. Kebetulan kantorku dan kantornya searah hanya saja kantorku jaraknya lebih jauh.
"Raka nanti jemputnya jangan telat ya? pulang kerja aku mesti menyiapkan makan malam lagi"
"Ya, nanti ku jemput jam 5 tepat"
"Ya udah kamu hati-hati. Jangan ngebut jalannya licin" pesan Sesil saat kami tiba di depan lobi kantornya.
Seperti biasa Sesil mencium tanganku, kemudian aku melajukan mobil menuju kantorku.
Sesampainya dikantor aku langsung menyerahkan dokumen-dokumen yang ku kerjakan semalam ke ruang Pak Jeff.
Terlihat lelaki tua itu sedang sibuk di depan layar komputernya.
"Pak maaf mengganggu, saya mau menyerahkan hasil kerja saya"
"Ya silahkan taroh saja di atas meja itu" kata Pak Jeff tanpa menoleh sedetik pun. Ia masih fokus dengan komputernya.
"Baik pak, permisi"
Ku tinggalkan dokumen-dokumen itu di ruang Pak Jeff, dan aku melanjutkan pekerjaan yang tertunda.
Hari ini aku bisa sedikit bersantai, karena pekerjaan hari ini tidak terlalu banyak.
Tak terasa sudah pukul 16.00, sejam lagi waktunya pulang, dan menjemput Sesil.
"Raka bisa tolongin ini dulu sebelum pulang? Ini usulan rapat kemaren. Aku disuruh Pak Jeff menyerahkannya sebelum jam pulang kantor" kata Erik.
"Memangnya mau di apain Rik?"
"Di jilat terus di celupin"
" Lapar? bilang donk bro.. Yaelaa di tanya serius juga"
"Ya, kamu tu. Uda tau kerjaan gini berarti Pak Jeff nyuruh revisi. Tapi karena banyak banget aku minta tolong kamu bantuin. Gak papa ya? Please??" Erik memohon dengan muka memelasnya.
"Iya deh, ku bantuin. Tapi cuma sampai jam 5 ya. Ntar takut kucing garong ngamuk"
"Kamu pelihara kucing sekarang ka?"
"Kucing garong yang ngelonin aku kalo malam"
"Bini sendiri dikatain kucing garong, ntar malam gak di kasih jatah baru tau rasa"
Aku hanya tertawa, dan segera membantu Erik menyelesaikan pekerjaan tambahan itu.
"Akhirnya selesai juga, thanks ya Ka. Berkat kamu nih, bisa selesai tepat waktu"
"Iya sama-sama. Gak gratis lho ya.. besok teraktir aku"
"Siapp beres bos" jawab Erik menirukan gaya hormat ala anak upacara bendera.
Aku melihat jam yang melingkar di tangan. Sudah jam 5 tepat, pasti telat ini jemput Sesil. Alamat kena amuk lagi, pikirku. Bergegas aku menuju parkiran kantor, dan melaju menuju kantor Sesil.
Di sana aku melihat Sesil sedang asik ngobrol dengan seseorang. Awalnya aku tak melihat jelas wajahnya karena jarak yang masih jauh. Begitu tiba di lobi kantor Sesil wajah pria itu nampak jelas. Dia Max mantan Sesil sebelum dia berpacaran dan menikah denganku.
Sepertinya Sesil tidak menyadari aku sudah di hadapannya, karena aku tak turun, hanya di dalam mobil. Sedang apa max di sini? mereka ngobrol begitu akrab. Tertawa bersama, sesekali Sesil memukul lengan Max. Kemudian ku lihat Max sampai memegang rambut Sesil. Ini tak bisa dibiarkan, jabis sudah sabarku, aku tak tahan melihatnya.
Aku turun dari mobil, dengan emosi yang sudah meluap. Sesil baru menyadari kehadiranku "Aaahhhh Raka, lama sekali...."
Belum sempat Sesil menyelesikan kata-katanya ku tarik tangannya menuju mobil. "Raka, kamu kenapa sih? datang-datang main kasar gini?" protes Sesil.
Aku hanya diam, tak menjawab. Ku pacu pedal gas dengan arah yang tak tentu. "Raka, bisa pelan gak? Ini mau kemana? kenapa gak pulang?
" Aku gak suka ya liat kamu dekat-dekat Max" dengan nada membentak, itu kata yang pertama keluar dari mulutku.
" Kamu ini kenapa sih Raka? Max cuma masa laluku. Harusnya tuh aku yang marah karena kamu terlambat jemput"
"Aku cuma terlambat 10 menit dari janjiku Sesil. Setidaknya kamu bisa menunggu? Sendiri, tidak dengan si Max"
" Tadi kebetulan Max ada urusan di kantorku Raka. Dia ngajak aku ngobrol. Masa aku gak heranin?"
"Ya tapi ga pake megang-megang juga Sesil"
"Raka, please.. pelanin mobilnya.. aku takut"
muka Sesil sudah pucat saat mengatakan itu.
Aku tidak mendengarkannya. Masih saja mengijak pedal gas hingga mobil itu melaju dengan kecepatan 100km/jam.
"Raka aku sama Max cuma temenan, please kamu percaya sama aku. Dia tadi ambil kotoran di rambutku. Gak lebih dari itu. Please Raka, aku gak mau mati konyol begini" Sesil yang ketakutan mulai menumpahkan air matanya.
Ku tepikan mobilku, untuk menghilangkan amarah aku keluar dari mobil itu. Membanting pintu dengan keras, terlihat dari kaca depan Sesil sedang menangis.
Aku berjalan beberapa langkah menjauh dari mobil agar tak melihat Sesil. Entah kenapa melihat wajahnya membuatku semakin emosi. Selama ini aku sudah cukup bersabar dengan tingkahnya.
"Bruuukkkk" terdengar benturan yang sangat keras.
Aku menoleh ke belakang, waktu terasa terhenti saat itu juga. Mobil yang ku kendarai bersama Sesil tadi di tabrak oleh truk kontainer. Mobil itu terlempar ke arah yang berlawanan. Menabrak ruko kecil di dekatnya. Nafasku terhenti,dengan susah payah aku berusaha melangkahkan kaki. Walau rasanya tak sanggup, tapi aku harus berlari.
"SESIL... " teriakku.
"Sesil..."
Aku berusaha membuka pintu yang sudah tak berbentuk itu. Orang sekitar yang melihat kejadian itu ikut membantu.
"Sesil.." teriakku lagi saat melihat Sesil sudah tak sadarkan diri. Dengan dibantu warga sekuat tenaga ku tarik pintu mobil ini, dan aku berhasil membukanya.
Melihat Sesil yang terkulai lemah dan berlumuran darah, wajahku pucat pasi. Seakan tak ada darah mengalir di dalam tubuhku.
"Sesil.. bangun Sesil.." aku mencoba menyadarkannya.
Tak ada jawaban..
Terus ku teriakkan namanya. Pecah sudah tangisku saat itu, tak ada reaksi dari Sesil.
Tak lama ambulance tiba. Ku angkat tubuh Sesil yang lemah tak berdaya.
Di dalam ambulance dokter dan perawat menyiapakan pertolongan pertama untuk Sesil. Sesil menggunakan alat bantu pernafasan. Aku tak tega melihatnya, air mata ku terus mengalir tanpa bisa aku hentikan. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit aku tetap memanggil namanya. Nihil, tak ada reaksi.
"Dokter.. dokter tolong selamatkan istri saya" pintaku saat Sesil sudah berada di ruang UGD
"Kami akan melakukannya semampu kami pak, bapak harap tenang"
Pintu ruang UGD di tutup, aku menunggu di luar dengan penuh kecemasan. Sungguh aku menyesali perbuatanku, aku tak mengira akan jadi seperti ini. Dua jam aku menunggu di depan ruang UGD dengan perasaan tak menentu.
Dokter keluar
"Maaf pak, kami sudah memberikan yang terbaik untuk istri bapak. Tapi tuhan berkehendak lain"
Seakan di sambar petir, kaki ini tak lagi kuat menopang tubuhku
"TIIDAAAKKKKKK...."
"SEESSIILLL.."
"Jangan tinggalkan aku"
Aku terjatuh lemah dilantai rumah sakit yang dingin. Tak ku sangka hari ini, hari terakhir aku bersamamu. Hari ini hari terakhir aku melihat senyummu. Hari ini hari terkahir aku mendengar ocehanmu
Seakan dunia berubah menjadi gelap.
Seandainya aku lebih bersabar. Seandainya aku langsung membawa Sesil pulang. Seandainya aku tidak meninggalkan Sesil di mobil
Semua ini tidak akan terjadi
Kalau saja waktu bisa terulang, akan ku perbaiki semuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Indah Nihayati
ikut sedih
2022-03-01
0
auliasiamatir
udah gak ada baru nyesel....
gak ada gunanya penyesalan mu... 🙄
2021-12-17
1
Leli Leli
awal yang menyedihkan, 😭
2021-12-04
1