Zahra benar-benar menghilang setelah kejadian itu. Sudah cukup dia bersabar, ini adalah yang dia takutkan, mengapa sejak awal dia ragu menerima lamaran Abra.
.
.
.
Beberapa Tahun kemudian
"Lalu Hafiz masuk juara berapa?"
Suara seorang wanita yang sedang menelfon terdengar suara nyaring karena diruangan itundia juga sedang memexir adonan kue.
"Alhamdulillah kalau begitu... Arz pulang kapan?... iya Bunda sudah kangen teman-teman kamu juga... seperti biasa mereka membantu Bunda kalau kamu gak ada... iya lagi ramai... ya sudah jaga kesehatan sayang...."
Ting ...
Pertanda kue yang dioven matang.
Aroma lezat menguar memenuhi ruangan kala oven dibuka. Arzah's Bakery hari ini cukup sibuk, ada pesanan kue dua ratus kotak yang akan diantar sore nanti.
"Bunda kuenya sudah matang ya?" Terdengar teriakan dari luar.
"Mila jangan teriak-teriak, bawa Gana kesini minta tolong bantu bawa yang sudah masak."
Dua remaja memasuki dapur yang penuh dengan loyang dan kue yang baru dikeluarkan dari oven, Mila dan Gana datang.
"Bunda Zahra, Hafiz menang gak?," Tanya Mila sambil mencicipi sisa adonan kue di mangkok.
"Gak tau, tapi kata Arz dia berhasil masuk babak final."
"ah ... andai Zoro ikut pasti menang." keluh Gana.
Plak...
Mila menggeplak kepala Gana sambil melototinya tajam. "Memangnya Arz super hero kamu panggil Zoro?."
"Lah emang dia super hero di sekolah kita, salahin Bunda Zahra yang kasih nama kenapa mudah bisa dipelesetin."
Zahra, ya ...
Dia adalah Zahra yang menghilang belasan tahun lalu setelah kejadian dirumah sakit itu. Gana, Mila dan Rio bukan anak kandungnya tetapi teman anaknya yang dia oanggil Arz.
*-*
Seorang pemuda duduk di pinggir lapangan menatap para atlit muda yang memenuhi Gedung Olah Raga. Hari ini final lomba karate Pulau Jawa. Gedung olah raga tempat menyelenggarakan lomba terasa penuh hari ini, karena hari ini hari terakhir sekaligus pemberian medali bagi para juara.
Ini kali pertama dia duduk menjadi penonton, karena selama bertahun-tahun dia selalu menjadi salah satu peserta yang masuk dalam final.
Karena tahun ini dia sudah kelas akhir, jadi dia tidak diperbolehkan untuk mengikuti lomba, namun sang pelatih dan siswa perwakilan sekolah memintanya untuk menemani dan memberi masukan agar sekolah mereka kembali menang lagi tahun ini.
"Permisi."
Pemuda itu menoleh kesamping, ternyata seorang Pria berumur duduk diatas kursi roda sedang menatapnya dalam dengan senyum dibibirnya.
Pemuda itu berdiri menghampiri beliau. "Ada yang bisa saya bantu kek?" Tanyanya dengan sopan sstelah menekuk lututnya menyamanakn tinggi mereka.
Senyum terukir diwajah pria berumur itu, "Kakek" gumamnya lirih. "Seharusnya kamu memanggil saya buyut karena saya sudah cukup tua. Tetapi tidak apa-apa, saya jadi merasa sedikit muda wahhahaa...." Pria itu tertawa kecil bahagia. "Nama Saya Arya Ganendra." Kakek Arya menjulurkan tangan.
"Saya Adam Regan," Regan menerima uluran tangan Kakek Arya sambil tersenyum simpul.
Kakek Arya menepuk punggung tangan Regan beberapa kali "hanya Adam Regan?" Tanyanya measih dengan tatapan meta yang menatap Regan dalam.
Kepala Regan menggeleng sambil tersenyum "Adam Regan Zeroun" Regan menyebut nama lengkapnya.
"Lalu?."
"Apa?" Regan bertanya balik tak mengerti.
Membuat Kakek Arya menghela nafas pelan pasrah, "kamu yang waktu itu menang Lomba sains di Surabaya kan?."
Regan mengguk dengan sopan.
"Tahun lalu sepertinya kamu juga ikut lomba karate di Semarang."
Kali ini Rengan mengangguk lagi sambil melirik kelain arah karena malu.
"Ah ... tidak," seru Kakek Arya sambil meremas lembut tangan Regan yang masih dipegangnya hingga Regan menatapnya lagi. "Kamu pemenang lomba karate dua tahun lalu juga" Kakek Arya mengatakanya dengan suara girang membuat Regan semakin malu.
"Jangan malu, kamu jiga harus bangga pada apa yang telah kamu capai sendiri."
Regan menggukkan kepala canggung, meski banyak orang yang memujinya, tetapi kali ini seerasa berbeda bagi Regan.
"Perusahaan kakek selalu mensponsori lomba-lomba untuk para pelajar berprestasi Indonesia, tetapi yang selalu memberi piala dan menghadiri acara cucu kakek, kakek hanya menonton dibalik layar dan membaca laporan akhir setiap hal yang kami sponsori."
Mata Regan menatap penuh kagum pada pria didepannya. "Nama, foto dan dalam Video yang kirim panitia sering muncul kamu. Jadi kemarin saat melihat siaran direkaman yang dikirim panitia pada kami Kakek lihat ada kamu, jadi kakek memaksa pada cucu kakek untuk ikut biar bisa bertemu kamu."
"Cucu kakek sekarang dimana?, nanti beliau mencari kakek, biar Regan antar ya?."
Senyum di bibir Kalek Arya kembali merekah. "Dia di atas panggung yang sedang pegang hp itu" tunjuk Kakek Arya kearah panggung, "wahhahaa.... pasti dia sekarang sedang mencari kakek."
Mendengar tawa lepas Kakek Arya, Regan ikut tertawa pelan, perlahan dia mendorong kursi roda beliau mendekati panggung sambil mengobrol.
Sejak Regan mulai mendorong kursi roda Kakek, tangan Kakek Arya terus saja menyentuh punggung tangannya, terkadang menepuk punggung tangan Regan juga.
"Bra ..." Panggil Kakek Arya dengn suara seraknya.
Regan membungkukkan tubuhnya disamping Kakek Arya. "Nama cucu Kakek siapa?, biar Regan yang panggil."
"Abraham, nama cucu kakek Abraham" ucap Kakek Arya dengan bangga menyebutkan namanya
Regan mengangguk paham, dia kembali mendorong kursi roda kakek Arya hingga begitu dekat dengan panggung. Mulut Regan terbuka hendak memanggil nama cucu Kakek, namun Pria itu sudah terlebih dahulu menoleh dan berjalan dengan cepat menghampiri mereka berdua.
Regan menatap pada pria didepannya, Abraham dan kakek Arya sedang berbicara sesuatu yang memang sengaja Regan tidak mau dengar. Dia fokus menatap pada jari yang dilingkari cincin pernikahan.
"Regan" panggil kakek Arya membuat perhatian Regan teralih. "Ini cucu kakek namanya Abraham Ganendra, ini anak yang Kakek ceritakan kemarin, Adam Regan Zeroun ..." nada suara Kakek Arya mengambang diakhir kalimat.
"Hanya Adam Regan Zeroun" timpal Regan mendengar suara Kakek Arya yang masih menggantung.
"Oh... salam kenal saya Abraham Ganendra," Abraham menjulurkan tangannya dan Regan menyambutnya, tangan mereka saling menjabat. "Kamu anak yang cukup berprestasi, saya cukup salut ada anak dari pulau dan berprestasi seperti kamu."
"Tidak hanya cukup, tapi sangat Abra." Koreksi Kakek Arya tak terima "panggil Ibnu berikan mapnya pada Regan."
"Opa."
"Ini sudah keputusanku no coment."
Abra hanya menghela nafas, menepuk pundak Regan beberpaa kali dan pergi kembali menaiki panggung.
"Kakek tidak mau naik panggung?" Tanya Regan sopan, "nanti Regan yang bantu."
Kakek Arya tertawa lirih. "Tidak kakek takut yang mau turun nanti, duduk disana saja ya ... temani Kakek" tunjuknya pada sofa disamping panggung.
Regan ikut tertawa kembali mendorong kursi kakek menuju sofa dipinggrir panggung.
Dengan telaten dia membantu kakek Arya duduk di sofa, memastikan kenyamanan punggung beliau lalu berdiri disampingnya.
Abra yang sejak tadi menatap interaksi mereka tersenyum melihatnya, dia duduk dikursi tunggal setelah meletakkan amplop coklat diatas meja. "Duduk sebentar saya ingin mengatakan sesuatu," perintah Abra dengan nada serius.
Dengan sopan Regan duduk di kursi tunggal di samping Abra, dia melirik pada amplop coklat bertulisan GG Company.
"Karena kamu anak yang cukup berprestas ...."
"Sangat!" Kembali Kakek Arya mengoreksi degan suara seraknya.
"Iya sangat" Regan menahan senyum mendengar nada bicara Abra yang penuh penekanan. "Kami ... tidak bapak Arya memberikan kamu beasiswa untuk kuliah di Oxford, dengan syarat kamu harus masuk jurusan bisnis, setelah lulus harus bekerja diperusahaan kami minimal lima tahun."
Regan terdiam menatap amplop didepannya, tidak mengatakan apapun. Dia hanya bisa diam tak tahu merespon apa sekarang.
"Kami memberikan beasiswa setiap tahunnya pada siswa yang berprestasi." Kakek Arya mendorong amplop tersebut kearah Regan. "Ada beberapa syarat dan peraturan didalam, kamu bisa bawa itu pulang dan membacanya di rumah, bawa pulang dan pertimbangkan bersama Ibumu."
Tangan Kakek Arya meraba kantong jas Abra dan mengambil kartu nama Abra tanpa izin. "Jika ada yang mau dipertanyakan silahkan hubungi nomor Pak Abra, kalau nomor kakek sudah kakek taruh di dalam amplop hehehe...."
Mata Regan masih saja tidak bisa lepas pada amplop didepannya. Beasiswa keluar negri memang impian Bundanya selama ini, namun tidak pernah sekalipun Regan menginginkannya begitu muda.
*-*
Jangan lupa ...
Selalu tinggalkan jejak 😇
🌟Rate 🔖Vote 🎁Hadiah
👍Like and 💬Comment
Demi mendukung karya Author dan menyemangati Author 😍
Love You 😘
Unik Muaaa
Semenep
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Uthie
sedikit ada yg kurang dimengerti bahasa percakapannya... seperti susunan kalimat yg maksudnya bagaimana yaa 🤭
but its oke.. bagi sy kadang lewat aja.. coba dipahami sendiri 😅
2023-10-21
0
Nur hikmah
regan anaknya abra kah bersama zahra wktu zahra pergi mninggalkn abra....???
2021-11-20
1