One More Chance
Zahra menatap tajam tanpa expresi dua orang yang berjalan beriringan didepannya. Entah ini yang keberapa kalinya Zahra melihat mereka berdua. Kali ini bukan gestur mereka yang menunjukkan kemesraan yang dia perdulikan, tetapi tempat yang mereka datangi membuatnya sesak menahan napas.
Dokter kandungan
Mereka berdua baru saja keluar dari ruangan dokter kandungan yang biasa di datangi Zahra, membuat Zahra mulai berfikir negatif karenanya, bahkan sipapun pasti akan berfikir sepertinya.
Beberapa hari yang lalu terakhir dia melihat mereka berdua di moll perutnya tidak terlihat buncit seperti hari ini, mungkin karena memakai hoodie milik suaminya yang kebesaran, Abra. Ya, mereka adalah Abra suami daru Zahra dan cinta pertamanya sepupu Zahra sendiri, Vira.
"Bu Zahra dokter Widia menunggu," seorang perawat kembali memanggil namanya.
Zahra tersenyum mengagguk kembali meneruskan langkahnya yang sempat terhenti memasuki ruangan dokter kandungan, "selamat pagi dokter" sapanya dengan senyum dibibir mencoba menutupi kegundagan hatinya.
Harus sabar ...
Sabar ...
Sabar Zahra ...
Zahra mensugestikan dirinya dengan kata Sabar berulang-ulang secara terus menerus. Mencoba mempertahankan senyum sebisa mungkin dia harus teelihat kuat bukan?.
"Hai Zahra selamat pagi" balas dokter Widia ramah, "Sudah lama loh ya tidak bertemu, padahal awal-awal menikah kamu selalu kesini" Dokter Widia terlihat begitu ramah seperti biasa, dia teman kakak Zahra kala SMP dulu, jadi mereka cukup dekat. "Periksa diem-diem dari suami lagi?" Tebaknya dengan senyum khasnya.
Zahra tersenyum kecil "iya" jawab Zahra lirih sambil menundukkan kepala malu, tidak sengaja ekor matanya melihat benda yang tidak asing tergeletak di atas meja Dokter Widia, membuatnya memberanikan diri bertanya meski dadanya mulai sesak, "boleh tanya sesuatu gak dok?" Suaranya lirih.
"Apa?."
"Tadi yang keluar sebelum saya masuk siap?," Tanya Zahra semakin terdengar serak namaun dia tutupi dengan senyum yang dia pertahankan.
"Kenapa kenalan kamu?" Tanya dokter widia sambil membuka buku disampingnya.
Kepala Zahra mengguk lemah "sepertinya kakak sepupu saya," dia tidak berbohong karena Vira memang sepupunya.
"Tunggu sebentar saya coba cek" ucap Dokter Widia mendapat anggukan dari Zahra. "Em...." Doktor Widia beralih membuka map didepannya. "Mereka cek kesehatan bayi mereka, namanya ibu Savira dan bapak Abraham, benar sepupu kamu?."
Zahra mengulum bibirnya menahan diri, dia tidak boleh menangis, dia harus sabar dan kuat. "Ya" jawabnya begitu lirih.
"Oh beneran sepupu kamu ya?, pasangan itu tiap dua minggu sekali periksa kesini, suaminya perhatian banget sama istrinya. Sebenarnya suaminya mewajibkan periksa tiap minggu, tapi Bu Savira gak mau kerjaan suaminya ditinggal terus lagi pula dia itu ...."
Wajah Zahra berubah mendung, tatapannya kosong, dia bahkan tidak mendengarkan apa yang dikataan dokter Widia selanjutnya. Perlahan dia mengangkat wajahnya kembali memberanikan diri bertanya, "berapa kali mereka periksa ke kakak?" Lalu melirik pada handphone diatas meja didepannya, itu Hp Abra.
"Em ... sekitar empat sampai lima kali."
"Berapa bulan kandungannya?," Tanya Zahra lagi meremas kedua tangannya diam-diam.
"Sudah memasuki minggu ke dua puluh tujuh, enam bulan."
Tangan Zahra mengepal seketika, dia berdiri dan keluar dari ruangan dokter Widia tanpa pamit dengan membawa hp diatas meja tadi.
Selama ini Abra tidak pernah melepaskan hpnya dari genggaman tangannya, apalagi sampai lupa dan meninggalkan hpnya begitu saja. Apa mungkin karena dia merasa bahagia sehingga lupa bada benda yang begitu penting baginya selama ini?.
Langkah Zahra begitu lebar, wajahnya sudah memerah menahan segala perasaan yang berkecamuk didada. Semua apa yang terjadi pada mereka tiga bulan terakhir terjawab sudah.
Sesekali Zahra tersenyum sinis mengingat segalanya, mangingat kala Abra selalu pulang malam akhir-akhir ini, beberapa kali lupa membawa bekal makan siangnya dan saat Zahra mengantarkannya kekantor Abra tidak pernah ada dikantor. Bahkan beberapa minggu lalu dia melihat mobil Abi memasuki KUA di dekat rumah Opa dan Oma Abra.
Meski dia melihat mereka di KUA, Zahra tidak mau berfikir negatif dan bertanya pada Abra, tetapi tanpa bertanyapun semua terjawab.
Gerimis tidak dia hiraukan, dia sudah tidak bisa bersabar lagi. Zahra meneruskan langkanya menerobos gerimis menuju mobil putih Abra yang masih terparkir diparkiran rumah sakit.
Tinggal beberapa langkah lagi, Abra tiba-tiba keluar dari mobilnya, tepat kala dia berbalik badan Zahra sudah berdiri di depannya sambil menyodorkan hp Abra tersenyum lebar.
"Za...." Gumam Abra.
Tangan kanan Abra mengambil Hpnya, sedangkan tangan kirinya hendak menyentuk lengan Zahra namun Zahra melangkah mundur menjauh menepis tangan Abra.
Zahra tersenyum lebar. "Zah?, not Ara anymore," bibirnya semakin tersenyum lebar namun tatapan matanya menunjukkan segala yang dia rasakan kali ini tanpa bisa di tutupi seperti sebelum-sebelumnya. "Aku cek dan konsultasi kesuburan, biasanya tiap minggu periksa sendiri, tapi lima bualan terakhir sudah tidak pernah lagi" suara Zahra mulak serak.
"Gerimis, masuk dulu" Abra melangkah mendekati Zahra kembali akan menyentuh lengannya untuk mengajak Zahra masuk kedalam mobil.
Zara menyentak tanganya dari sentuhan Abra, raut wajahnya berubah, mereka saling menatap dalam. "Apa sudah berkahir?, sejak kapan?, kenapa tidak memberi tahuku?."
Abra menggelengkan kepala hendak mengatakan sesutu namun Zara memotongnya. "Apa aku yang kurang peka?, atau kurang perhatian?, oh... tidak sepertinya aku yang terlalu pencaya diri hingga lupa diri Where is my position from the first time we started this bulshit."
"Ara."
"Zahra."
Mereka bersamaan memanggil nama Zahra, Vira dan Abra memanggil namanya bersamaan membuat Zahra terkekeh kecil.
Senyum lebar Zahra berumah menjadi senyum menyeringai, menatap Abra sehingga tatapan mata mereka saling bertautan.
"Please masuk Ara, grimisnya makin gede. I will explain anything" bujuk Abra, "masuk dulu ok!."
"I don't need," ucapnya dengan suara serak. "Semua yang terjadi selama tiga bulan terakhir sudah terjawab. Bahkan pertanyaan dalam otakku tiga minggu lalu kenapa kamu ke KUA sudah terjawab." Bibir Zahra kembali mengukir senyu lebarnya.
Niat Zahra ingin menoleh mengatakan sesuatu pada Vira, namun tenggorokannya tercekat kala melihat sesuatu melingkar dijari manis Vera yang sedang memegang atap mobil. Zahra tersenyum semakin lebar bahkan terkekeh kecil, meski tidak bisa dipungkiri hatinya begitu sakit.
Kembali dia memaksakan diri menatap Abra, mengangkat tangan kirinya menunjukkan cincin yang sama. "Waw sama!" Serunya.
Tangan Zahra melepas cincin dijarinya tanpa mengalihkan tatapannya dari wajah Abra yang memerah. Membuat Abra panik menyentuh lengan Zahra untuk menceganya melepas cincin pernikahan mereka.
"Ah...." Zahra meringis menepis tangan Abra kasar.
"Lengan kamu kenapa? " Abra panik memaksa menarik lengan tangan Zahra lalu menyingkap lengan bajunya. "Kenapa?" Tanya Abra dengan mata memancarkan kekhawatiran.
Kali ini Zahra tertawa keras "aku yakin waktu lenganku tersiram air panas Mak Isa sudah memberi tahumu. waw...." raut wajah Zahra berubah datar. "Thanks, for everything, wish you luck."
"ARA!" bentak Abra mengerti kemana arah pembicaraan Zahra.
"GO AWEY!."
Seru Zahra lantang, menyentak tangannya dan berlari begitu saja meninggalkan mereka berdua.
Dia cukup sabar, dia cukup sudah menjadi orang bodoh, mencoba berusaha mempertahankan semuanya.
Bukan dia yang meminta hidup dalam ikatan rumah tangga ini. Abra yang memulainya, Abra yang memaksanya yakin atas dirinya dan cintanya, Abra yang memberi surat Pra-Nikah membuktikan jika dia bersungguh-sunggu ingin membangun rumah tangga dengannya, bahkan Abra pula yang meyakinkan semua orang jika dia mencintai Zahra bukan Vira.
Zahra tidak lagi menoleh kebelakang, dia memasuki taxi yang baru saja menurunkan penumpang didepan rumahnsakit. Satu yang terbesit, dia akan melakukan apa yang telah tertulis di dalam perjanjian pra-nikah mereka. PERGI...
*-*
.
Hai Readers... 🙌
Jangan lupa tinggalkan jejak
🌟Rate🔖Vote 🎁Hadiah
👍Like and 💬 Comment
Untuk mendukung Author dan menyemangati Author untuk terus berkarya 😇
Love you 😙
Unik Muaaa
17 Sept 2021
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Dewi Dama
sedih...
2024-07-31
0
Neneng Zakiyah
awal2 udah ada plakor...setu niiihh author...🥰
2024-01-09
0
Uthie
Awal yg seru dan menyesakkan 👍👍👍👍👍
2023-10-21
1