...M.Y.C.H.O.S.E.N.M.A.N...
^^^Kebahagiaan ini janganlah cepat berlalu.^^^
...~....
***
Erlang langsung memutuskan telepon tersebut. Tiba-tiba terdengar pintu diketuk dari luar. Erlang pun beranjak menuju pintu.
"Ada apa bi?" ketika melihat bi Sumi sedang berdiri di depan pintu.
"Tuan muda mau makan malam apa, biar bibi buatkan?"
"Enggak usah bi, Erlang masih kenyang. Tolong buatkan cemilan aja bi buat teman Erlang. Nanti malam dia datang lagi buat ngajar les." Ucap Erlang dan diiyakan ole bi Sumi. Bi Sumi pun kembali ke dapur dan membuat beberapa cemilan seperti yang diperintahkan oleh Erlang.
Erlang kembali merebahkan tubuhnya di kasur seakan meluapkan rasa lelah dengan memejamkan matanya. Tak terasa dia sudah berada dialam bawah sadar.
Tok tok tok
Pintu kamar Erlang kembali diketuk. Sang pemilik kamar pun terbangun dan beranjak membuka pintu.
"Ada apa lagi sih bi?" Erlang terlihat kesal karena bi Sumi mengganggu tidurnya.
"A-anu Tuan muda, itu teman Tuan muda sudah menunggu di ruang tamu." ucap bi Sumi dengan terrbata-bata karena takut melihat ekspresi Erlang.
Erlang terkejut dan melihat jam dinding di kamarnya. Ternyata ia sudah tidur terlalu lama.
"Suruh dia tunggu sebentar bi Erlang mau mandi dulu." Erlang bergegas masuk ke kamar mandi. Setelah rapi Erlang pun turun menuju ruang tamu.
Elena tak berkedip ketika melihat Erlang yang menuruni tangga dengan memakai kaos polos putih dan rambut yang masih basah.
Elena dengan susah payah meneguk salivanya. Serasa ada hawa panas yang menjalar di tubuh Elena ketika Erlang berjalan mendekat ke arahnya. SADAR ELENA!
"Kenapa pipi lo merah, loe mikir mesum ya sama gue." ucap Erlang yang sudah duduk di samping Elena sambil berbisik mendekatkan mulutnya ke telinga Elena membuat Elena semakin terkejut akan perlakuan Erlang.
OMG, ketahuan kan. Cepat usir setan yang berani-beraninya menggoda otak Elena.
"Mesum otak loe, pipi gue merah karena gue kepanasan!" Elena menggeser duduknya untuk memberi jarak antara dia dan Erlang sambil mengibaskan tangan kewajahnya.
Erlang terkekeh melihatnya, Tanpa ia sadari menggoda Elena menjadi hobi nya saat ini.
Elena menggeliat geli saat Erlang menghembuskan nafas ditelinganya. Tubuhnya refleks bergerak turun dari sofa dan tak sengaja dahi nya membentur ujung meja.
"Awwww." Elena meringis sambil memegang dahi nya yang terbentur meja. Erlang yang melihat bukannya membantu tetapi malah menertawakannya.
Elena mengusap dahi dengan tangannya dan merasakan ada yang lembab disana.
Seketika Elena menarik tangannya dan melihat ada bercak darah yang menempel. Erlang yang melihat langsung mendekati Elena.
"Dahi loe berdarah, sini gue lihat." Erlang terlihat khawatir, ia mengangkat dagu Elena sampai mata mereka saling berhadapan.
Erlang menyibakkan rambut Elena yang terkena luka. Elena tak mampu berkata-kata saat Erlang mulai mengamati di setiap inci wajahnya.
"Loe tunggu sebentar gue mau ambil kotak p3k dulu." Erlang segera bangkit dari duduknya dan bergegas lari ke arah dapur.
Saat sosok Erlang hilang dari penglihatannya, Elena mulai mengambil napas sebanyak-banyaknya. Karena sewaktu Erlang mengamati wajahnya, Elena tak mampu untuk mengambil nafas.
Tak lama terlihat sosok Erlang yang sedikit berlari dari arah dapur.
Erlang meletakkan kotak p3k dan duduk berhadapan dengan Elena. Dia dengan teliti mengobati luka di dahi Elena menggunakan kapas lalu membalutnya dengan plester.
Elena yang merasa gugup hanya mampu diam sambil meremas jari tangannya.
"Aduhh" Elena menjerit ketika tangan Erlang tak sengaja menekan luka di dahinya pada saat memasang plester. Sampai tak sadar tangan Elena menggenggam tangan Erlang agar menghentikan aktivitasnya. Mata mereka pun saling bertemu.
Erlang mengangkat dagu Elena dan mulai mendekatkan wajahnya dengan wajah Elena.
Napas Elena menjadi tak beraturan saat Erlang semakin mendekat sampai tak menyadari jika ia mulai memejamkan mata.
Erlang tersenyum ketika melihat Elena yang sedang memejamkan matanya.
Erlang mengamati setiap inci wajah Elena. Bulu mata yang lentik begitu indah serta bibir yang mungil ia terkesima saat melihat wajah Elena dari dekat.
Hushhh, angin berhembus dipelipis Elena.
"Kenapa loe nutup mata? loe ngira gue mau ngapain? apa jangan-jangan loe mikir mesum." perkataan Erlang membuat Elena segera membuka matanya.
Erlang sedang meniup luka Elena. Demi burung yang berkicau sedang menertawakan Elena. Ia ingin mengecil dan masuk ke dalam teko air yang ada di atas meja. Malu woy, sampai keubun-ubun.
Suara dering handphone Erlang seakan menjadi penyelamat bagi Elena.
Apakah ini bisa disebut dengan kecupan angin?
Erlang melirik Elena yang menunduk malu sambil meremas ujung bajunya. Tanpa berbicara dengan Elena, Erlang pun mengangkat telepon sambil menuju teras agar Elena tak mendengar pembicaannya.
Hallo Lang
Hemmmm ucap Erlang yang malas menerima telepon dari Arvel
Kita mau kerumah loe nih Lang ucap Arvel diseberang sana
Enggak bisa, gue lagi sibuk
Tapi kita sudah dijalan Lang, paling 10 menit lagi sampai suara Guntur menggelegar diseberang sana. Guntur kang ghosting ya gaes
Erlang yang kesal langsung menutup teleponnya.
"Shitt"
"Heh Bocil" Erlang duduk di samping Elena yang masih menunduk sambil menjentikkan jarinya agar perhatian Elena tertuju ke arahnya.
Elena yang terkejut pun langsung menatap Erlang dan sekarang posisi mereka jadi saling berhadapan.
"Belajarnya dilanjutin besok ya, gue ada urusan mendadak. Jadi loe bisa pulang sekarang."
"Emang ada urusan apa sih Lang".
"Terserah gue lah, kenapa loe nanya-nanya. Apa loe berharap gue melakukan sesuatu sama loe" ucap Erlang sambil memberikan senyuman jahatnya. Menjaili Elena benar-benar candu baginya.
"Gue balik dulu, semoga urusan loe lancar" Elena beranjak dari sofa dan bergegas keluar menuju sepeda motornya. Jangan sampai Erlang mendengar disco yang berdentum dengan keras.
Tak selang berapa menit datanglah dedemit dan para pasukannya, Arvel, Aries, Eros dan Guntur.
“Minum yang ada warnanya dong!” belum lama menapakkan kaki dilantai rumah, Eros sudah meminta pusaka.
“Ga sopan!” Guntur menimpali “Gue juga mau yang ada warnanya,”
“Sama aja bego,” Aries menggetok kepala Guntur. “Gue juga mau Lang.” mereka tertawa bersamaan.
Erlang menatap sinis ketiga dedemit sedang Arvel hanya acuh dan beralih menatap handphonenya, sudah dipastikan pasti sedang berbalas pesan dengan sang pacar, Dean.
“Eh bro, tau ngga?” Eros memulai dunia pergibahan.
“Nggak!” Erlang langsung menyela.
“Gue belom selesai ngomong, Bos,”
Guntur tertawa mengejek “Apaan emang?”
Eros meneruskan pergibahan yang belum sepenuhnya dimulai, setidaknya ada lawan yang bisa ia ajak mendosa. Heh Eros bawa pulang saja. Siapa yang mau?
“BAKSO MANG MAMAT TERNYATA DARI DAGING KUCING, BRO!” Eros menggebu dengan semangatnya sampai membuat Erlang terjingkat, Aries melempar handphone yang ia pegang sedang Arvel dan Guntur bersamaan batuk karena tersedak kulit kuaci.
“Serius lo, Bro?” Guntur bertanya tak percaya, karena ia sering makan bakso mang Mamat untuk kencan bersama para gadisnya. Sedang Arvel tiba-tiba bergidik ngeri, ia juga termasuk orang yang sering makan bakso Mang Mamat karena Dean.
“Beneran gue mah, kata Mak Njir. Katanya liat ada kepala kucing dipekarangan rumahnya.”
“Apa hubungannya bego,” Erlang melepar kulit kuaci dan tepat mendarat di kepala Eros.
“Ya-ya ada. Nih ya, tiba-tiba ada kepala kucing dipekarangan rumah. Kaya ditv gitu banyak kasus bakso dari daging kucing,”
“Lo kebanyakan gaul sama Mak Njir jadi rada belok.” Aries langsung melumpuhkan lawan.
“Sialan!”
***
Elena sudah sampai di dalam kamarnya. Dia berguling ke kiri dan ke kanan sambil menggulung tubuhnya dengan selimut hingga jatuh dari kasur.
Kebahagiaan ini janganlah cepat berlalu.
Pagi ini Elena berangkat sekolah seperti biasa. Dengan rambut yang dibiarkan tergerai panjang dan seragam sekolah yang agak longgar tidak seperti kebanyakan siswi sekolahnya yang memakai pakaian ketat.
Elena memakai tas punggung kesayangannya dan melaju dengan sepeda motornya.
Sebelum sampai sekolah, Elena menepikan sepeda motornya di sebuah tempat perbelanjaan karena merasa tenggorokannya sangat kering.
Ketika di tempat parkir Elena melihat sosok laki-laki memakai setelan jas sedang berjalan dengan kaki jenjangnya masuk ke dalam supermarket.
Tak sengaja laki-laki tersebut menjatuhkan dompetnya. Sempat dapat bisikan bahwa ambil saja dompetnya, lumayan buat jajan cimol.
Elena melihat ke kiri dan ke kanan mencari seseorang yang bahkan belum dikenalnya. Pandangannya tertuju pada seorang laki-laki yang sedang memilih minuman. Elena mendekati laki-laki tersebut.
"Mohon maaf mas mengganggu, ini dompet mas kan? tadi saya nemu di depan supermarket." Elena meyodorkan dompet tersebut sambil tersenyum kaku ke arah laki-laki tersebut.
Laki-laki tersebut meletakkan minuman yang baru saja dipilihnya lalu mengambil dompet dari tangan Elena.
"Iya ini dompet saya, terimakasih sudah mau repot-repot mengembalikkan kepada saya. Kalau tidak ada dompet ini, bisa malu saya karena tak bisa bayar minuman."
"Sama-sama mas."
"Kamu mau beli apa, biar saya traktir sebagai ucapan terima kasih saya?" tawarnya kepada Elena.
"Saya mau beli minum mas." Elena mengambil salah satu botol minuman yang tersusun rapi di dalam rak. Daripada cimol dari uang haram mending minuman yang lebih seger.
"Ada lagi?"
"Tidak mas, ini sudah cukup."
Laki-laki itu pun mengangguk dan mereka berjalan menuju kasir untuk membayar minuman. Sesampai di parkiran Elena berterimakasih kepada laki-laki tersebut, belum sempat laki-laki itu menjawab Elena langsung lari menuju sepeda motornya karena 15 menit lagi gerbang sekolah akan ditutup.
Cantik!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
Mas.....
salken...
Elena nih.... 😊
2023-08-27
0