...🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁...
6 hari sudah berlalu sejak sang nenek memberi waktu untuk William memilih calon istrinya sendiri, yang artinya ia hanya memiliki 1 hari lagi yang tersisa.
Terlihat William yang harap-harap cemas di kantornya hari ini, mondar-mandir tidak tenang menunggu kabar dari Brian.
Tok.. tok.. tok..
William yang mendengar suara ketukan pintu pun langsung memintanya untuk masuk.
"Masuk!"
"Bagaimana?" Tanya William yang terlihat sangat tidak sabar menunggu jawaban dari Brian. "Kau bilang sudah menemukan orang yang cocok bukan?" Tambahnya.
"Itu.. Maaf bos, hingga saat ini, dia belum menghubungi saya!" Sahut Brian menunduk meminta maaf pada bosnya itu.
"Apa?"
"Maaf bos!" Brian menunduk meminta maaf sekali lagi.
"Lalu bagaimana? Waktu kita tidak banyak, dan belum lagi, nenek terus menghubungi ku sejak tadi pagi." Ucap William yang sudah mulai frustasi, sambil menunjukkan layar teleponnya yang terus menyala karena neneknya yang terus menghubunginya.
"Mohon beri saya waktu sedikit lagi bos, besok saya pastikan akan membawa seseorang untuk Anda."
"Malam ini! Bawa siapapun itu. Katakan padanya, bahwa aku akan memberinya 2 miliar setiap bulannya." Tegas William, yang terlihat serius dengan ucapannya.
Brian terlihat terkejut mendengar perkataan bosnya itu.
"Baik bos!" Sahut Brian tanpa membantah perintah atasannya itu.
Lalu ia segera keluar dari ruangan bosnya itu. Kembali ketempat duduknya yang berada tepat di depan ruangan William.
Bukan hanya William yang terlihat gusar, Brian pun terlihat sudah mulai putus asa untuk mencarikan seseorang yang cocok dengan persyaratan William. Karena menurutnya Pelita lah yang paling cocok untuk itu, tapi sampai sekarang wanita itu belum juga menghubunginya.
Namun di tengah-tengah keputus asaannya, Brian dikejutkan oleh kedatangan nyonya besar Arthalia Attasya, yang tak lain dan tak bukan adalah nenek dari bosnya itu.
"Apa dia ada di dalam?" Tanya nenek Artha, dengan nada tegasnya. Ia datang bersama dengan Topan, sekretaris pribadinya.
Ia terkejut karena nyonya besarnya itu datang tanpa pemberitahuan seperti biasanya. Namun Brian masih bisa bersikap profesional di tengah-tengah keterkejutannya, ia mempersilahkan nyonya besarnya itu masuk dengan sopan.
"Silahkan nyonya!" Ucap Brian sopan seraya membukakan pintu ruangan milik William untuk nyonya besarnya.
"Kau tunggu diluar!" Perintah nenek Artha pada sekretarisnya.
"Baik nyonya!" Sahutnya seraya menundukkan kepalanya sopan.
William yang baru saja keluar dari toilet pribadi yang ada di ruangannya sangat terkejut melihat neneknya yang sudah duduk di singgasananya sambil bersidekap dan menatap tajam ke arahnya.
"Nenek!"
"Anak nakal! Berani sekali kau mengabaikan telepon dari ku, heh!" Ucap nenek Artha yang langsung berdiri setelah melihat cucunya itu.
Saat nenek Artha ingin memberikan satu pukulan untuk cucunya itu, William dengan cepat berlari untuk menghindarinya.
"Nenek, maafkan aku!" Ucap William, yang terus memutari meja kerjanya untuk menghindari pukulan dari neneknya.
"Kemari kau anak nakal!" Ucap nenek Artha yang masih terus mengejarnya.
Hingga beberapa menit nenek Artha merasa kelelahan karena terus berlari, tentu saja ia tidak bisa membandingkan kekuatannya yang sudah mulai memudar dibanding cucunya yang masih muda dan kuat itu.
"Heh.. heh.. heh.. Dasar cucu kurang ajar, berani sekali kau membuat nenekmu ini berlari." Ucap nenek Artha yang tersengal seraya memegangi dadanya, jantungnya berdegup sangat cepat sekarang.
William yang melihat neneknya kelelahan pun, dengan segera menghampiri dan membantu neneknya duduk di sofa.
"Makanya nenek inget umur dong, kalau udah tua jangan lari-larian." Ucap William seraya membantu neneknya itu untuk duduk.
Satu pukulan cukup keras melayang tepat pada tengkuk William.
"Awww! Nenek!"
"Bagaimana rasanya pukulan nenek tua ini?"
"Sakit!" Sungut William seraya mengusap tengkuknya. Nenek Artha yang melihatnya pun langsung menyunggingkan senyum penuh kemenangannya.
"Makanya jangan pernah meremehkan wanita tua ini!" Ucap nenek Artha dengan bangganya.
"Cih, baiklah-baiklah. Nenekku ini memang wanita terkuat dimuka bumi ini." Sahut William seraya melingkarkan tangannya pada lengan neneknya yang kecil dibanding dirinya, ia membuat neneknya itu kembali tersenyum.
"Sekarang katakan padaku? Apa kau sudah menemukannya?"
"Menemukan apa?" Tanya balik William seraya melepaskan tautan tangannya.
"Kau belum menemukannya bukan?" Selidik nenek Artha sambil tersenyum penuh arti.
"Tidak, aku sudah menemukannya!" Sahut William percaya diri.
"Benarkah? Lalu kenapa kau terus menghindari teleponku?"
"Itu karena aku sedang sibuk nek, apa nenek tidak lihat file-file yang menumpuk di atas meja kerjaku." Ucap William menunjuk ke arah meja kerjanya. Dengan harapan neneknya itu akan mempercayai ucapannya.
Nenek Artha terlihat menyipitkan kedua matanya menatap pada cucunya itu.
"Apa kau yakin tidak membohongi ku sekarang?" Selidik nenek Artha.
"Aku tidak membohongi nenek, apa nenek tidak percaya? Lihat saja besok, aku akan membawa pada nenek langsung!" Kata William dengan bangganya, padahal dilubuk hatinya ia merasa sangat cemas sekarang.
"Baiklah! Nenek tidak perduli kau akan menikahi pacarmu atau orang yang baru kau kenal, tapi nenek harap kau tidak memilih wanita sembarangan hanya karena kau ingin mempertahankan posisimu. Ingat Will, pernikahan itu bukanlah sebuah permainan anak kecil! Kalau nenek tau kau hanya menganggap pernikahan ini hanya sebatas di atas kertas, nenek tidak akan segan-segan menarik jabatanmu!" Tegas nenek Artha.
Glek
William menelan kasar salivanya.
"Tapi bukankah nenek hanya ingin aku menikah? Lalu apa salahnya jika pernikahan ini hanya di atas kertas, toh bukankah ini semua nenek lakukan hanya karena berita miring yang beredar itu bukan?"
"Itu hanya salah satu alasan!"
"Lalu alasan lainnya?" Tanya William lagi.
Nenek Artha hanya tersenyum menanggapi pertanyaan cucunya itu, sebelum kembali bersuara.
"Nenek hanya ingin menegaskan dan mengingatkan mu sekali lagi, kalau kau gagal menemukan calon istri dan cucu menantu untukku, masih ada 2 pilihan yang tersisa untukmu, menerima wanita yang sudah ku pilihkan untukmu tapi kau masih bisa berada di posisimu sekarang. Dan kalau kau tidak mau, kau harus turun dari posisimu dan aku tidak akan lagi memaksamu untuk menikah dengan wanita manapun." Ancam nenek Artha.
"Nenek, bukankah 2 pilihan itu tidak menguntungkanku sama sekali?"
"Apanya yang tidak menguntungkan? Kalau kau mau menikahi wanita yang sudah ku pilihkan, kau masih akan tetap berada di posisimu. Dan jika kau menolak, kau harus turun dari posisimu, tapi kau masih bisa memiliki kebebasanmu, ntah kau ingin menikah atau tidak, aku tidak peduli. Bukankah keduanya sama-sama menguntungkan untukmu?"
"Apanya yang menguntungkan, nenek memaksaku untuk menikahi wanita yang nenek pilihkan hanya untuk mempertahankan posisiku, lalu jika aku menolak aku harus merelakan posisiku. dua-duanya sama-sama membuatku menderita nek!"
"Maka dari itu nenek memberimu pilihan lain kan? Nenek memberimu kesempatan untuk memilih wanitamu sendiri. Kurang baik apalagi nenekmu ini?"
"Tapi nek, bagaimana bisa? Sedangkan nenek hanya memberiku waktu 1 minggu."
"Kenapa? Apa kau tidak sanggup? Kalau begitu terima saja wanita yang nenek jodohkan untukmu." Ucap nenek Artha santai.
"Arghhhh, nenek! Kau benar-benar kejam!" 😭
Sementara di tengah-tengah ke frustasian William, nenek Artha tersenyum dengan penuh kemenangan.
____________________
Sementara di lain sisi, ayah angkat Lita telah menyebar anak buahnya untuk mengawasi gerak gerik Lita. Karena ia tau, Lita tidak akan mungkin bisa memberinya 2 miliar dalam waktu seminggu sebagai kompensasi kebebasannya, maka dari itu ia menyuruh anak buahnya untuk mengawasi Lita, agar ia bisa dengan mudah menangkap serta membawa Lita kembali bergabung dalam kelompoknya. Hari kemenangannya sudah semakin dekat, terbukti dengan Lita yang sampai saat ini masih belum menampakkan batang hidungnya dengan membawa setumpuk uang kehadapannya.
"Kita lihat, apakah nanti kau masih bisa menampakkan kesombongan mu itu anak kurang ajar!" Ucap sinis Bayu dengan senyuman miringnya.
-
Lita terlihat sedang duduk meringkuk di samping tempat tidurnya yang kecil, membayangkan bagaimana nasibnya nanti. Ia benar-benar tidak mau kembali ke tempat itu lagi, kalau ia kembali, itu sama saja artinya bahwa ia tidak akan pernah bisa menemukan adiknya seumur hidupnya.
"Apa yang harus kulakukan?"
"Bagaimana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu?"
Lita benar-benar terlihat putus asa sekarang.
Namun saat ia mengedarkan pandangannya, ia melihat secarik kertas berisi nomor telepon seseorang disana yang masih bertengger tepat di atas mejanya.
Seketika Lita mengingat seseorang yang menawarkan bantuan untuknya, lebih tepatnya kerjasama yang saling menguntungkan. Ia bisa mendapatkan setumpuk uang hanya dengan mengucap janji pernikahan.
Tapi Lita masih ragu akan hal itu, bagaimana jika orang itu menipunya?
Tapi ketika ia mengingatnya kembali, pria itu berkata bahwa dia bukanlah seorang penipu, dan juga pakaiannya. Dia terlihat seperti bukan orang yang sembarangan. Dia terlihat seperti seseorang yang cukup bisa dipercaya bagi Lita.
Lita mulai mengumpulkan keberaniannya, keberanian untuk mengambil sebuah resiko yang mungkin saja menjadi boomerang baginya suatu hari nanti.
Lita meraih secarik kertas itu.
"Apakah aku harus mencobanya?" Batin Lita seraya terus menatap pada secarik kertas yang ada di tangannya.
Setelah meyakinkan diri, Lita bangkit dari duduknya. Ia tau mungkin pilihan yang ia ambil saat ini mungkin adalah penyesalan terbesar baginya nanti. Tapi sekali lagi, Lita tidak memperdulikan itu, ia rela melakukan apa saja agar bisa lepas dari laki-laki itu, dan lagi adiknya adalah alasan terbesar baginya untuk mengambil jalan ini, mungkin saja dengan cara ini, Lita bisa mengumpulkan uang dengan cepat, sehingga ia bisa menyewa seorang detektif untuk menemukan adiknya yang sangat ia rindukan sejak lama.
Dengan langkah yang pasti, Lita berjalan keluar dari rumahnya. Telepon umum! Iya, itulah tempat tujuannya sekarang. Karena Lita tidak memiliki telepon genggam, ia berniat menghubungi Brian melalui telepon umum.
Tanpa memperdulikan beberapa pria bertubuh besar yang sejak tadi mengikutinya, Lita terus berjalan hingga sampai di tempat yang ia tuju.
Sekali lagi ia menarik nafasnya panjang sebelum menekan tombol angka di depannya, meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini adalah jalan yang benar untuk dia ambil.
Setelah menekan nomor yang tertera pada secarik kertas itu, Lita lantas meletakkan telepon umum itu tepat di telinganya.
Teleponnya terus berdering hingga beberapa saat kemudian terdengar suara laki-laki yang mengangkatnya.
"Halo!"
...🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Zakiya Rahmania
ceritanya seruu...
2022-02-15
0
Mommy Gyo
5 like hadir thor jangan lupa mampir ya
2021-09-20
0