700 Juta?

...🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁...

"Apa kau merindukan ayahmu ini?" Tanya pria paruh baya itu seraya tersenyum, lalu ia duduk di kursi kosong yang berada tepat di hadapan Lita.

"Ayah? Heh, menjijikkan!" Ucap Lita seraya tersenyum sinis. Bukan rindu melainkan rasa muak dan benci.

Plakkkk..

Sebuah tamparan keras mendarat dengan sempurna tepat di pipi kanan Lita, hingga tercetak jelas bekas tangan seseorang di sana.

"Lancang sekali mulutmu itu?" Tegas seseorang yang berdiri tepat di samping pria paruh baya itu, bisa dipastikan ia adalah salah satu anak buahnya.

Lalu seketika itu juga..

Plakkkk..

Terdengar suara tamparan yang tak kalah kerasnya.

"Berani sekali kau menamparnya?" Geram pria paruh baya itu, ia marah ketika melihat anak buahnya begitu lancang menampar Lita di hadapannya.

"Ma.. Maaf Tuan. Saya hanya.." Ucapnya ketakutan, seraya terus menunduk memohon maaf pada tuannya itu.

"Hanya aku yang bisa melakukan itu pada wajah putriku ini? Benarkan putriku?" Seketika wajah marahnya berubah menjadi senyuman yang menakutkan. Ia meletakkan tangannya tepat di pipi kanan Lita yang memerah, ia mengusapnya dengan lembut.

"Memuakkan!" Ucap Lita, ia terus menatap pria paruh baya yang ada di depannya saat ini dengan tatapannya yang tajam serta penuh kebencian.

"Heh, apakah aku sudah terlalu lama membiarkanmu bebas? Jangan kau pikir kebebasanmu selama 2 tahun ini adalah hasil kerja kerasmu sendiri tanpa ada campur tangan dariku."

"Aku bisa menemukanmu dengan sangat mudah!" Sambungnya, seraya mencengkram tulang pipi Lita dengan kuat.

____________________

Setelah menempuh perjalanan yang panjang, akhirnya William dan Brian tiba di mansion mewah milik William.

Dengan sangat hati-hati William membantu Brian untuk duduk di sofa ruang tengah.

"Sekarang kasih tau gue, siapa mereka?" Tanya William.

"Ini bukan masalah besar!" Sahut Brian. Ia tidak ingin memperbesar masalah ini, toh semua harta bendanya masih utuh, hanya saja badannya yang sakit.

"Nggak bisa dong Bray, mereka udah buat Lo kayak gini. Se enggaknya kita harus laporkan mereka ke polisi."

"Kalo lapor ke polisi, terus ada media yang liput gimana? Sekretaris pribadi William Riandra di keroyok oleh 7 orang perampok? Ngebayanginnya aja gue udah males." Ucap Brian. Karena ia tau betul, sebagai seseorang yang sangat dekat dengan seorang William Riandra, direktur sebuah perusahaan terbesar se Asia, yang memiliki pengaruh sangat besar di negaranya. Ia tidak bisa melakukan segala hal tanpa berpikir, karena itu bisa berpengaruh pada citra perusahaan. Di tambah lagi selama ini ia dikenal sebagai seseorang yang ahli dalam hal bela diri, apa jadinya nanti kalau berita itu tersebar, tentunya Brian akan sangat malu.

"Pokoknya gue mau masalah ini, cukup sampai disini." Tegas Brian.

"Yang kayak begini nih, gara-gara sikap Lo yang lembek menghadapi penjahat, mereka akan terus berkembang dan merajalela kalau di biarkan." Ujar William.

"Udah ah, gue mau pulang. Rasanya badan gue remuk semua." Ucap Brian seraya bangun dari duduknya.

"Lo mau kemana?"

"Pulang!" Sahut Brian.

"Nginep disini aja, kalo Lo perlu apapun gue bisa bantuin Lo."

"Terimakasih Tuan muda William yang baik hati, tapi lebih baik gue pulang aja."

Ya jelas Brian memilih untuk pulang daripada harus menginap dirumah William. Karena nantinya sudah bisa dipastikan, bukan William yang akan membantunya, tapi dialah yang akan dimintai bantuan. Terlebih lagi, Brian malas mendengarkan ocehan William sepanjang malam seperti yang sudah-sudah, bukannya bisa segera sembuh, yang ada sakitnya malah bertambah.

Poor Brian 😂

____________________

Ceklek..

Brak..

Segera setelah melepaskan sepatunya, Lita langsung membanting tubuhnya ke atas kasur kecilnya. Hari ini ia terlihat sangat lelah, di tambah perutnya yang keroncongan. Sesekali ia meringis menahan sakit di pipinya.

Lita berbaring telentang menatap ke atas langit-langit kediamannya, terlarut dalam pikirannya. Begitu banyak beban pikirannya saat ini, terutama setelah bertemu pria paruh baya itu, pria yang pernah menolong dan membesarkannya 20 tahun silam.

20 tahun lalu

Lita kecil terlihat takut dan kebingungan saat pertama menginjakkan kakinya di kota asing, tidak ada siapapun yang menemaninya ataupun yang dikenalnya, benar-benar hanya seorang diri.

Lita berjalan melewati lorong yang gelap dan bau, disana terlihat banyak orang sepertinya, tidak memiliki tempat untuk bernaung selain lorong ini.

Lita tidak tau harus kemana, tidak ada sanak saudara ataupun seseorang yang dikenalnya disana. Selama beberapa hari ia tinggal di lorong itu, kesehatannya pun menurun. Mungkin karena pengaruh dari lingkungannya yang benar-benar tidak layak untuk ditinggali oleh gadis kecil seperti dirinya.

Hingga suatu hari ada seseorang yang menolongnya. Bayu Anggara, ia tampak seperti malaikat yang baik hati. Ia membawa Lita ke rumah sakit, dan mengobatinya hingga sembuh. Lita kecilpun di ajaknya untuk tinggal bersamanya. Lita yang saat itu masih polos pun, tentu saja dia sangat senang, karena ada seseorang yang mau menolongnya dan memberinya tempat tinggal yang layak.

Namun tak disangka kebaikan seorang malaikat itu berubah menjadi lubang neraka bagi Lita. Dan ia tidak pernah menyangka akan hal itu. Ketika ia beranjak remaja, alih-alih sekolah Lita sudah di ajarkan untuk berkelahi. Pria itu selalu memarahinya, ketika Lita yang diam-diam belajar tanpa sepengetahuan pria itu. Lita sama sekali tidak di beri waktu untuk melakukan keinginannya.

Yang ia lakukan hanyalah berkelahi dan mencuri. Dan saat Lita beranjak dewasa pun, ia dipaksa untuk bergabung dalam operasi berbahaya yang berkaitan dengan nyawa seseorang. Lita yang merasa berhutang budi pun tidak keberatan untuk melakukan pekerjaan itu, di tambah ayah angkatnya itu yang bersedia memberinya sejumlah uang untuk membayar seorang detektif untuk menemukan adiknya yang hilang. Namun suatu hari Lita menemukan bahwa semua itu adalah kebohongan, seorang detektif yang ia bayar ternyata adalah orang suruhan dari ayah angkatnya, karena ia tidak mau Lita menemukan adiknya lalu pergi meninggalkannya. Bukan karena ia menyayangi Lita melainkan ia tidak mau kehilangan Lita yang ahli dalam bertarung, karena Lita masih sangat berguna untuk menghasilkan uang untuknya.

Alhasil semenjak Lita tau bahwa ia telah di bohongi, Lita pun menjadi murka, ia ingin pergi dan lari dari genggaman ayah angkatnya itu. Tapi ternyata itu tidaklah mudah. Seperti hari ini, ia bisa dengan sangat mudah untuk menemukan Lita. Lita belum bisa sepenuhnya lari darinya, sebelum Lita memenuhi keinginan pria itu, yaitu dengan memberinya dengan setumpuk uang.

____________________

Terlihat Brian yang baru memasuki apartemennya, langsung berjalan menuju ruang tengah, dan duduk di sofanya yang terlihat elegan itu seraya memegangi pinggangnya. Sesekali ia meringis merasakan sakit di sekujur tubuhnya.

Saat Brian duduk, ia merasakan ada sesuatu yang mengganjal di saku celana kerjanya. Brian pun mengambilnya, dan ia baru mengingatnya.

"Dompet ini?" Ucap Brian.

Sekali lagi ia mengingat kejadian sore tadi, lebih tepatnya mengingat seseorang yang menolongnya. Dibukanya kembali dompet yang sudah nampak lusuh itu. Matanya tertuju pada sebuah gambar yang ada pada kartu pengenalnya.

"Pelita?" Gumamnya.

Seketika muncul sebuah ide dalam benaknya.

Lalu Brian pun mengambil telepon genggamnya lalu memotret kartu pengenal yang ada ditangannya saat ini, kemudian ia mengirimnya pada seseorang.

Tak berapa lama kemudian setelah foto itu terkirim, Brian terlihat menekan nomor seseorang untuk ia hubungi.

"Dim, tolong cari informasi tentangnya!" Ucap Brian untuk seseorang di seberang telepon, lalu ia memutuskan sambungan teleponnya sebelum mendengar jawaban dari si penerima telepon.

Brian terlihat tersenyum penuh arti seraya memperhatikan foto tanda pengenal seseorang yang ada ditangannya.

____________________

1 hari kemudian

Drt.. drt.. drt..

"Halo!"

"Informasinya sudah saya dapatkan!"

"Ok, kita bertemu di cafe xxx 1 jam lagi." Ucap Brian sebelum mematikan sambungan teleponnya.

1 jam kemudian, Brian terlihat sudah duduk di cafe xxx di dekat jendela. Dan tak berapa lama kemudian, seseorang berperawakan tinggi menghampiri dan duduk di seberangnya.

"Bagiamana?" Tanya Brian to the point.

Orang itupun langsung menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat pada Brian.

"Terimakasih, pergilah! Lanjutkan pekerjaan mu." Ucap Brian seraya mengambil amplop coklat itu.

"Baik, saya permisi!" Sahutnya seraya menunduk memberikan hormat, sebelum berlalu meninggalkan Brian di cafe itu.

Biasanya Brian melakukan semua ini sendiri, tapi karena kondisi badannya yang belum memungkinkan, ia meminta pada salah satu bawahannya di kantor untuk mencari informasi menggantikan dirinya. Selepas kepergian bawahannya itu, Brian langsung membuka amplop coklat yang ada ditangannya. Di keluarkannya satu persatu kertas yang berisi informasi mengenai Pelita dan juga beberapa foto.

Brian memperhatikan dan membacanya dengan saksama. Seketika ia terlihat mengubah mimik wajahnya, ia tertegun dan terlihat seperti menaruh simpati setelah membacanya.

"Kehidupannya benar-benar tidak mudah!" Gumam Brian.

____________________

Seperti biasanya, Lita bangun jam 4 pagi lalu pergi bekerja. Hari sudah menunjukkan jam 8 pagi, yang artinya Lita sudah selesai melakukan pekerjaannya dan berniat untuk pulang, tapi sebelum pulang Lita menyempatkan untuk mampir ke toserba terdekat untuk membeli keperluannya.

Sementara di kejauhan, di lampu merah terlihat sebuah mobil sedan mewah yang berhenti untuk menunggu lampu itu berubah menjadi hijau.

William terlihat sibuk dengan iPad di tangannya. Sesekali ia menggerakkan beberapa bagian tubuhnya untuk melemaskan otot-ototnya yang kaku. Hingga tak sengaja matanya menangkap seseorang yang sedang berjalan sambil membawa barang belanjaan di tangan kanannya, wajahnya tidak terlihat karena ia menggunakan topi yang menempel pada jaketnya untuk melindungi kepalanya, lalu seperdetik kemudian hembusan angin yang lumayan kencang menggeser topi itu, alhasil wajah Lita kini tampak lumayan jelas di mata William.

"Kenapa dia berjalan seperti itu? Seperti sedang membawa bumi di pundaknya. Cih, dia pikir hanya dia yang memiliki beban dalam hidupnya. Ckckck.." Gumam William.

"Maaf, Tuan William berbicara dengan saya?" Tanya supir pribadi William.

"Ah, tidak pak!" Jawab William yang kemudian kembali sibuk dengan iPadnya.

-

Setelah berjalan kurang lebih 30 menit, akhirnya kini Lita tiba tepat di depan rumahnya. Namun, saat itu juga ia sedikit terkejut kedatangan orang asing yang berdiri di depan pintu rumahnya.

Tanpa menghiraukan orang itu, Lita berniat masuk ke rumahnya. Tapi seketika langkahnya terhenti ketika orang asing dimata Lita itu, mengatakan sesuatu padanya.

"Nona Pelita?" Ucap orang itu. Iya, dia adalah Brian.

Lita tampak mengernyitkan alisnya, menatap bingung pada orang di depannya saat ini.

"Ah, iya. Perkenalkan saya Brian!" Ucap Brian sopan seraya mengulurkan tangannya.

Tapi Lita terlihat tidak tertarik sama sekali untuk menerima uluran tangan Brian.

"Ah, nona pasti bingung. Saya adalah orang yang nona tolong tempo hari. Saya ingin mengucapkan terimakasih." Lanjut Brian.

"Tidak perlu!" Sahut Lita yang baru mengeluarkan suaranya.

"Oh iya, dan ini..." Brian mengambil dompet yang di bawanya, lalu menyerahkan dompet itu pada pemilik aslinya.

Tanpa menyahut, Lita yang mengenali dompetnya pun langsung mengambilnya, menundukkan kepalanya sedikit ke bawah tanpa bicara, lalu ia kembali memegang gagang pintunya.

"Ah, tunggu! Boleh saya minta waktunya sebentar." Ucap Brian yang lagi-lagi menghentikannya.

-

Brian tampak mengedarkan pandangannya, melihat setiap sudut yang ada di rumah Lita. Karena tempatnya yang sempit, tak banyak yang bisa dilihat, bahkan disana hanya ada 1 tempat tidur kecil, sofa yang sudah terlihat lusuh, 1 meja, 1 kulkas, dapur yang sempit dan 1 buah lampu. Bahkan disana tidak terlihat adanya televisi.

Suram sekali! Batin Brian.

Lita menghampiri Brian sambil membawa secangkir kopi ditangannya.

"Apa yang kau inginkan?" Tanya Lita yang seolah tau isi hati Brian, ya.. Brian menemui Lita memang karena ia membutuhkannya, lebih tepatnya bosnya lah yang membutuhkannya.

"Baiklah, saya akan berterus terang. Saya ingin nona menjadi istri bos saya selama 6 bulan." Ujar Brian yang langsung memberihu niatnya.

Heh, setelah kemarin bertemu dengan orang yang menjijikkan, hari ini aku malah bertemu dengan orang gila. Batin Lita.

"Saya tau mungkin nona menganggap saya gila saat ini. Dan saya pikir, ini memang cukup gila."

Lita terlihat terkejut mendengar penuturan Brian. Dia seperti tau apa yang sedang dipikirkan Lita saat ini.

"Tapi orang gila ini tidak menawarkan sesuatu dengan gratis. Bos saya akan memberikan 700juta tiap bulannya untuk nona." Ucap Brian yang terlihat serius dengan perkataannya.

700 juta? Batin Lita lagi, kini ia benar-benar terkejut mendengarnya.

Tapi akal sehatnya lagi-lagi menghentikannya, di jaman sekarang mana ada orang yang berani memberikan sejumlah uang sebanyak itu, kecuali ia adalah seorang penipu.

"Maaf, saya tidak tertarik!" Tolak Lita, setelah berpikir beberapa saat.

"Nona tenang saja, saya bukanlah seorang penipu." Ucap Brian yang lagi-lagi seolah bisa membaca isi pikiran Lita.

"Saya akan memberi nona waktu 5 hari untuk berpikir." Kata Brian seraya meletakkan nomor teleponnya yang sudah ia tulis di kertas sebelumnya ke atas meja.

Aku memiliki firasat bagus tentang ini! Batin Brian seraya menyunggingkan senyum tipisnya.

...🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁...

Terpopuler

Comments

Zakiya Rahmania

Zakiya Rahmania

suka ceritanya,, semangat kakak.....

2022-02-15

1

Quora_youtixs🖋️

Quora_youtixs🖋️

suka ceritanya 👍

2021-10-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!