...🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁...
Bug..
Bug..
Bug..
Lita terlihat mahir melayangkan tinju dan juga tendangannya. Tidak, dia sangat ahli dalam hal itu.
Laki-laki yang di tolongnya saja sampai ternganga melihat adegan demi adegan di depannya. Lita tidak terlihat goyah ataupun kelelahan sedikitpun melayani 7 laki-laki itu.
Lita berputar, kemudian melayangkan tendangan dan juga pukulannya dengan begitu leluasa. Hingga 7 laki-laki itu tumbang seketika.
"Tunggu pembalasanku!" Ancam laki-laki dengan penuh tato itu. Menatap tajam pada bola mata Lita, terlihat amarah dan juga kebencian dari sorot matanya.
Lita tidak terlihat takut sama sekali mendengar ancamannya. Dia sama sekali tidak terpengaruh oleh ancaman laki-laki itu.
Mereka bertujuh lari dengan terbirit-birit seraya memegangi bagian tubuh mereka yang terasa sakit akibat dari tendangan dan juga pukulan yang begitu keras dari Lita.
Laki-laki yang sedari tadi terduduk dengan luka memar di wajahnya hingga saat ini masih menatap takjub dengan kemampuan seseorang yang menolongnya saat ini.
Setelah melihat ketujuh laki-laki itu lari ketakutan, Lita berniat pergi sebelum 2 pria yang mengejarnya tadi menemukannya.
Kemudian laki-laki itu mencoba berdiri seraya menahan sakit di sekujur tubuhnya.
"Te...." Ucapnya menggantung, karena Lita yang sudah berbalik dan pergi sebelum ia menyelesaikan kalimatnya.
".. rima kasih.." Sambungnya, menatap Lita yang sudah berlari jauh di depannya.
"Bagaimana caranya agar aku bisa berterima kasih? Aduh, hshhh.." Gumam laki-laki itu, seraya meringis menahan sakit.
Saat dia berjalan, tiba-tiba dia melihat barang yang sepertinya sebuah dompet yang terjatuh. Tanpa berpikir lagi, dia meraih dompet itu.
"Apa ini dompet mas yang tadi?" Gumamnya. Dia berpikir bahwa seseorang yang menolongnya tadi adalah seorang pria.
"Ah, mungkin dengan ini aku bisa menemuinya dan berterima kasih secara langsung." Ucapnya lagi.
Lalu ia pun membuka dompet itu, untuk melihat alamat sang pemilik.
"Seorang wanita?" Ujarnya membelalak kaget, ia benar-benar tidak menyangka bahwa yang menolongnya tadi adalah seorang wanita.
Di tengah-tengah keterkejutannya, sekali lagi ia di buat terkejut oleh deringan telepon genggamnya yang tiba-tiba berbunyi. Setelah melihat siapa si pemanggil, ia langsung menggeser tanda hijau yang ada di layar teleponnnya itu.
"Halo!"
"Halo Bray, Lo dimana sih? Lama banget." Keluh si pemanggil, yang tak lain adalah William.
"Sebentar lagi saya akan kesana!" Sahut laki-laki itu yang ternyata adalah Brian, sekretaris pribadi William. Setelah mengatakan itu, lalu sambungan telepon pun terputus.
Brian segera beranjak dari posisinya untuk menemui bosnya yang ternyata sudah menunggunya begitu lama.
-
William terlihat gusar di dalam mobil menunggu sekretarisnya, terhitung sudah 1 jam sekretarisnya itu pergi.
Namun tak berapa lama kemudian Brian muncul. Dari kejauhan jalannya tidak terlihat seperti orang normal, kakinya terlihat pincang. William yang menyadari itupun, langsung bergegas turun dari mobil dan menghampiri sekretarisnya itu.
"Kaki Lo kenapa Bray? Dan ini lagi?" Tanya William khawatir, seraya menyentuh wajah Brian yang terlihat memar.
"Aw, hashh..." Ringisnya, ketika tangan William menyentuh memarnya.
"Saya habis di rampok dan di keroyok bos."
"Hah? Kenapa bisa? Lo kan jago berantem, kok bisa bonyok gini sih?" Ucap William sambil memperhatikan wajah Brian yang memar karena tonjokan seseorang.
"Mereka bermain curang bos, di saat saya belum siap mereka memukul saya."
"Lo kira berantem di ring harus pakai persiapan dulu, yaudah-yaudah masuk ke mobil dulu." Kata William seraya menuntun Brian masuk kedalam mobil.
"Kalo gitu kita kerumah sakit dulu." Sambung William, lalu iapun beralih posisi, duduk di kursi kemudi. Karena saat ini mereka hanya pergi berdua tanpa sopir pribadi William.
"Tidak perlu bos, ini ha..."
"Bray, bisa nggak si Lo diam dulu. Udah bonyok gitu masih aja protes." Omel William.
"Yasudah, kalau begitu biar sa.." Ucap Brian seraya mencoba bangun, tapi lagi-lagi ucapannya di potong oleh William.
"Lo duduk manis aja disitu, biar gue yang nyetir." Potongnya, lalu William menyalakan mesin mobilnya.
"Tapi bos?" Ucap Brian terlihat ragu.
"Kenapa?"
"Apa bos yakin ingin menyetir?" Tanya Brian, terlihat gurat kecemasan di wajahnya.
"Kenapa? Lo nggak yakin?" Tanya balik William.
"Iya!" Sahut Brian tanpa ragu. "Saya tidak ingin masuk ke rumah duka alih-alih rumah sakit." Sambungnya.
"Bray, kenapa Lo ragu sama kemampuan sahabat Lo sendiri sih? Gue udah dapat SIM dari 12 tahun yang lalu. Itu berarti gue udah dapat izin mengemudi dari 12 tahun yang lalu."
Iya, tapi setelah mendapatkan SIM itu Lo udah nggak pernah nyetir lagi sampai sekarang. Bahkan untuk dapatin SIM itu aja, Lo perlu tes ulang lebih dari 30 kali, sampai polisinya aja bosen ngawasin Lo di lapangan, sampai akhirnya mereka bikinin Lo SIM, karena udah terlalu males karena Lo hampir tiap hari bolak balik ke kantor polisi cuma buat bikin SIM. Batin Brian.
"Tidak bos, saya tidak ragu. Hanya saja sa..."
"Udah, pokoknya Lo duduk anteng aja di situ. Biar gue yang nyetir, gue pastiin Lo sampai di rumah sakit dengan aman." Potong William lagi.
Dengan bermodal keyakinan sangat tipis, Brian akhirnya mengiyakan kata bosnya itu. Di pasangnya seatbelt se erat mungkin, dan tak lupa Brian menggenggam hand grip yang berada tepat di atas kepalanya dengan sangat kuat. Ia benar-benar khawatir dan cemas dengan nyawanya sekarang. Terlihat Brian yang menelan salivanya beberapa kali, setelah melihat William yang bersiap-siap akan melajukan mobilnya.
1 jam kemudian
Di tengah-tengah kendaraan yang berlalu lalang, terlihat sebuah mobil sedan mewah yang berjalan dengan sangat lambat, bahkan mobil itu membuat kesal beberapa pengendara yang ada di belakangnya. Tidak sekali atau 2 kali, mungkin puluhan kali mobil itu mendapatkan protes dan klakson dari orang-orang di jalanan yang luas itu.
"Woi, kalau nyetir yang bener?" Teriak salah satu pengendara dengan membuka kaca mobilnya, ia terlihat sangat kesal.
"Gue nyetirnya juga udah bener." Teriak William, sedangkan orang yang di teriakinya sudah menjauh.
"Udah Will, minggir. Biar gue yang nyetir." Ucap Brian yang sudah tidak sabar, terlihat dari ia yang tiba-tiba mengubah gaya bicaranya pada bosnya itu.
"Udah Lo duduk aja. Dikit lagi kita sampai." Sahut William, sambil berusaha sefokus mungkin dalam menyetir.
Dikit lagi apanya? Dalam waktu 1 jam kita baru setengah jalan. Kalo gini caranya, 1 jam lagi baru bisa sampai di rumah sakit. Keburu rasa sakit gue ilang. Batin Brian. 😒
_______________
1½ jam yang lalu
Terlihat Lita yang masih berlari menghindari kejaran 2 pria bertubuh besar yang kini semakin dekat di belakangnya. Tubuh Lita kini terlihat sangat letih karena dia terus berlari, dan tenaganya juga cukup terkuras karena perkelahian tadi di tambah perutnya yang lapar membuatnya sangat kelelahan. Ia tak punya pilihan, selain berhenti berlari, namun sialnya Lita malah berhenti di tempat yang sepi, bahkan tak terlihat 1 orangpun di sana.
"Kenapa? Kau kelelahan?" Seru salah satu pria bertubuh besar itu dengan menyeringai.
"Heh.. heh.. heh.." Lita terangah seraya memegangi kedua lututnya.
2 pria bertubuh besar itu berjalan mendekat pada Lita, karena jalanan yang sepi dan buntu, mereka dengan mudah bisa menangkap Lita sekarang.
Terlihat Lita melirik ke beberapa arah, mencoba mencari jalan keluar, tapi sialnya beberapa pria bertubuh besar lainnya muncul tiba-tiba. Harapan Lita runtuh seketika melihat mereka yang mengerubunginya, jika saja fisiknya kuat sekarang, mungkin ia bisa menangani mereka semua, tapi karena tumbuhnya yang kelelahan itu hanya akan menggali kuburannya sendiri.
Hanya ada satu cara untuk meloloskan diri, mengakui kekalahan dan ikuti kemauan mereka. Pikir Lita.
"Ok! Kalian boleh membawaku!" Ucap Lita seraya mengangkat tangannya.
"Heh, pergi kemana keberanian mu itu?" Sindir salah satu pria berbadan besar itu.
"Bawa dia!" Sambungnya yang memberi perintah pada temannya.
Lita terlihat pasrah, tanpa menolak ia mengikuti perintah mereka.
-
Di sinilah Lita sekarang. Di sebuah bangunan yang terlihat sudah tua, yang tampak tak berpenghuni.
Lita duduk di sebuah kursi, dengan tangan yang terikat ke belakang.
Tak jauh di depan Lita, muncul seorang laki-laki yang tampak sudah tua, berjalan keluar dari balik tiang besar menjulang tinggi di bangunan tua itu. Berpakaian rapi, lengkap dengan kacamata hitamnya, ia terlihat semakin mencolok dengan tato naga yang melingkar di lehernya. Berjalan perlahan mendekati Lita.
"Apa kabar sayang?" Ucap laki-laki itu seraya mengeluarkan senyuman penuh artinya.
...🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁...
Jgn lupa like, komen, vote dan favoritnya juga ya 😉🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Quora_youtixs🖋️
like
2021-10-16
1