Setelah makanan siap, Raihanah mencari-cari dimana salah satu putrinya, tapi Afsheen tidak ada. Dan saat Bayyin menelepon, ternyata Afsheen sedang bekerja. Afsheen bekerja di sebuah laundry, dia berangkat menggunakan angkot tadi. Raihanah nampak sedih, karena Afsheen menghindari Wafi.
Wafi terus menunduk, Afsheen bahkan belum memeluknya, menatapnya pun gadis itu enggan. Apa salahnya? Wafi merasa bingung dan dia tidak sabar ingin menunggu nanti sore adiknya itu pulang.
"Wafi cepetan makan." Seru Fara lantang dan Wafi mengangguk, Fara menyiapkan satu piring untuk keponakannya itu.
"Jangan banyak-banyaklah bi." Tolak Wafi tapi Fahira malah ikut-ikutan menambahkan lauk pauk banyak ke atas piring tersebut." Ini kebanyakan, takutnya gak habis." Keluh Wafi.
"Makan nya sama Bayyin ya a, sepiring berdua hehe." Pinta Bayyin dan tentu saja langsung mengangguk menyanggupi, dia membantu adiknya itu duduk dan Raihanah mendekat.
"Aku suapi umi ya," ucap Wafi dan Raihanah memperhatikannya.
Satu suapan pun masuk, Raihanah mengunyahnya lembut, belum pernah dia merasakan makanan nikmat selama ini, semuanya terasa hambar, bagaimana bisa dia makan enak setelah putranya jauh darinya, jagoannya kini sudah kembali, dan Raihanah tidak mau memasang raut wajah sedih.
"Biya, ini anakmu, anak kita. Dia sudah kembali setelah menjalani hukumannya, anakmu yang penuh tanggung jawab, anakmu yang begitu dewasa. Aku kuat, aku bisa merawat anak-anak, puji aku, aku ingin kamu puji Biya. Dan aku melihat pujian itu dari kedua mata putramu, sorot mata yang sama, begitu teduh dan sayu mendamaikan." Gumam Raihanah dan dia juga menyuapi Wafi, lalu bergantian dengan Bayyinah.
Wafi menatap Bayyinah dan uminya bergantian." Ya Allah hamba berdosa, hukuman di penjara sudah berlalu, lalu bagaimana dengan nanti hukuman di akhirat yang akan hamba terima. Ya Allah, ambilah semua yang bisa Engkau ambil. Tapi tolong, berikan hamba kekuatan agar selalu mengingat Engkau, dan membahagiakan tiga perempuan yang harus hamba jaga." Gumam Wafi dan dia berpaling saat air matanya lolos begitu saja. Raihanah menarik dagu putranya itu, lalu mengusap air mata putranya.
Semua keluarga begitu senang, dan akan menginap, saat waktu sholat Dzuhur, para pria pergi ke masjid begitu juga dengan Wafi. Shafiyah mengintip dari kaca jendela masjid, dia menganga memperhatikan Gus Mu yang sering dibicarakan orang-orang. Kedua matanya membulat saat Wafi menoleh.
Brug! Shafiyah tidak sengaja menyenggol tiang penyangga dan dia meringis kesakitan." Auw, sakit." Pekik gadis itu.
"Shafiyah kamu ngapain sih, sini." Panggil Aini dan Shafiyah mendekatinya.
Shafiyah diam, dia terus mengingat-ingat wajah Gus mu yang dia rasa pernah melihat sebelumnya." Itu kan, cowok kemarin. Oh jadi itu Gus Mu, ganteng juga." Gumam Shafiyah sambil cengengesan.
Wafi dipersilahkan untuk mengumandangkan adzan Dzuhur, Wafi gugup dan akhirnya dia maju, banyak pasang mata yang memperhatikannya dengan tatapan mengejek, menghina, dia terima itu, dia memang hanya pendosa dan mantan narapidana.
"Bismillahirrahmanirrahim." Suara Gus Mu terdengar, Raihanah di rumah diam mendengarkan.
Para santriwati begitu sibuk memasang telinga dengan baik-baik, suara Gus mu pun menggema, mengumandangkan adzan dengan suara khas nya, yang belum sudah tidak didengar bertahun-tahun, lagi-lagi Raihanah menangis, tangisan bahagia.
"Abang pasti bangga banget ya sama Wafi." Ucap Fahira dan memeluk Raihanah erat.
"Wafi udah dewasa, dia dewasa banget sekarang hiks," Raihanah terus menangis dan Faiza mendekat lalu memeluknya juga.
Sabila menunduk, dia diam mendengarkan suara merdu Wafi.
"Sabilla wudhu, gantian sama ibu." Titah Fahira dan Sabila mengangguk.
****
Sore harinya, Wafi izin pergi menggunakan motor untuk menjemput Afsheen. Sesampainya di tempat laundry, Wafi turun dan dia menjadi sorotan, Afsheen yang melihat kedatangan kakaknya langsung mendelik tajam.
"Afsheen itu kakak kamu? Yang dipenjara itu kan? Oh udah bebas ya sekarang, awas bikin masalah lagi." Seru seorang wanita paruh baya, yaitu bos nya Afsheen sendiri, Afsheen menunduk dan dia melangkah keluar dari laundry.
"Neng." Panggil Wafi menyapa dengan senyuman manisnya ia tak lupa.
"Aa ngapain sih kesini?" Ketus Afsheen dan Wafi berhenti tersenyum.
"Aku jemput kamu."
"Aku bisa pulang sendiri, aa duluan aja. Jangan ganggu aku." Sewot Afsheen lalu melangkah pergi, Wafi menyusul dan meraih tangan adiknya itu.
"Niyyah, kamu kenapa sebenernya?" tanya Wafi dan Afsheen berhenti, dia berbalik dan air matanya sudah berjatuhan." Jangan nangis, aku gak kuat lihat kamu nangis begini."
"Kalau begitu pergi, aa ngapain sih pulang. Mending aa pergi ke tempat lain, kenapa harus ke rumah. Seorang mantan napi gak akan mudah diterima oleh masyarakat, aa malah bikin aku malu. Aku di hina bos aku sendiri tadi, tolong a pergi." Tegas Afsheen, betapa hancurnya Wafi mendengar hal tersebut dari bibir adiknya sendiri, adiknya sendiri menghinanya.
"Kamu kira aku mau hidup begini?" Suara Wafi serak.
"Itu karena aa gak bisa jaga emosi, gak bisa nahan diri. Aa gak tahu kan hidup kamu bertiga, kami hidup dengan cemoohan orang-orang karena aa di penjara."
"Kamu kira hidup di penjara enak Niyyah? Enggak, ayo kita pulang." Ajak Wafi dan dia mengedarkan pandangannya sekilas, dia dan adiknya tengah menjadi tatapan semua orang.
"Ini juga." Afsheen menarik peci dari kepala kakaknya kasar." Aa gak bisa pakai baju abi, aa gak pantas. Aa lebih baik telanjang daripada pakai baju abi, aku gak suka dan aku gak ikhlas baju abi di pakai sama anaknya yang udah bunuh orang." Tutur Afsheen, jari telunjuknya tanpa ragu menunjuk-nunjuk sang kakak yang hanya bisa menunduk, menahan amarahnya.
"Aa mending pergi." Kali ini Afsheen merebut kunci motor dan Wafi merebutnya kembali.
"Aku antar pulang."
"Enggak mau, aku bisa pulang sendiri."
"Niyyah jangan begini." Wafi memegang lengan adiknya itu dan Afsheen menepisnya kasar. Afsheen pergi mengendari motor dan menunggu Wafi begitu saja.
"Asstaghfirullah hal adzim," ucap Wafi begitu pilu. Dia melangkah pergi, perlahan-lahan dan entah kemana tujuannya.
Senja mulai redup, gelapnya malam mulai menyapa, Wafi masuk ke sebuah masjid untuk menunaikan ibadah sholat magrib, dia mengikat rambut gondrongnya dan diam menunggu sembari mendengarkan suara adzan. Wafi nampak melamun, banyak orang yang mengenalinya.
"Itu wafi anaknya almarhum Gus Fashan yang membunuh orang itu kan?" Seru seorang pria berbisik kepada rekan di sebelahnya. Wafi diam dan terus mengulur tasbihnya.
"Kok bisa bebas sih, kenapa hukuman nya sebentar banget?"
"Dia gak sepenuhnya salah, dia sudah dipenjara selama 8 tahun. Dia baik, dia begitu karena adiknya hampir di perkosa," timpal seorang bapak-bapak yang tidak suka melihat seorang Gus sedang di rendahkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Rinjani
udaj thor pakai buat susah aja Abi meninggal ee adiknya jahat otak aneh masa anak Ustadz yg punya Pesantren slengean aneh thor sebel
2023-01-18
0
Sofie Ilyas Ilyas
Afsheen ko sma aa sndiri bgtu bukanya saling menyayangi malah, gus mu sabar yaa
2022-02-25
0
Yeni Marlina
aku sampai nangis bacanya😭😭
2022-01-31
0