Bab 4: Makan bersama

Setelah makanan siap, Raihanah mencari-cari dimana salah satu putrinya, tapi Afsheen tidak ada. Dan saat Bayyin menelepon, ternyata Afsheen sedang bekerja. Afsheen bekerja di sebuah laundry, dia berangkat menggunakan angkot tadi. Raihanah nampak sedih, karena Afsheen menghindari Wafi.

Wafi terus menunduk, Afsheen bahkan belum memeluknya, menatapnya pun gadis itu enggan. Apa salahnya? Wafi merasa bingung dan dia tidak sabar ingin menunggu nanti sore adiknya itu pulang.

"Wafi cepetan makan." Seru Fara lantang dan Wafi mengangguk, Fara menyiapkan satu piring untuk keponakannya itu.

"Jangan banyak-banyaklah bi." Tolak Wafi tapi Fahira malah ikut-ikutan menambahkan lauk pauk banyak ke atas piring tersebut." Ini kebanyakan, takutnya gak habis." Keluh Wafi.

"Makan nya sama Bayyin ya a, sepiring berdua hehe." Pinta Bayyin dan tentu saja langsung mengangguk menyanggupi, dia membantu adiknya itu duduk dan Raihanah mendekat.

"Aku suapi umi ya," ucap Wafi dan Raihanah memperhatikannya.

Satu suapan pun masuk, Raihanah mengunyahnya lembut, belum pernah dia merasakan makanan nikmat selama ini, semuanya terasa hambar, bagaimana bisa dia makan enak setelah putranya jauh darinya, jagoannya kini sudah kembali, dan Raihanah tidak mau memasang raut wajah sedih.

"Biya, ini anakmu, anak kita. Dia sudah kembali setelah menjalani hukumannya, anakmu yang penuh tanggung jawab, anakmu yang begitu dewasa. Aku kuat, aku bisa merawat anak-anak, puji aku, aku ingin kamu puji Biya. Dan aku melihat pujian itu dari kedua mata putramu, sorot mata yang sama, begitu teduh dan sayu mendamaikan." Gumam Raihanah dan dia juga menyuapi Wafi, lalu bergantian dengan Bayyinah.

Wafi menatap Bayyinah dan uminya bergantian." Ya Allah hamba berdosa, hukuman di penjara sudah berlalu, lalu bagaimana dengan nanti hukuman di akhirat yang akan hamba terima. Ya Allah, ambilah semua yang bisa Engkau ambil. Tapi tolong, berikan hamba kekuatan agar selalu mengingat Engkau, dan membahagiakan tiga perempuan yang harus hamba jaga." Gumam Wafi dan dia berpaling saat air matanya lolos begitu saja. Raihanah menarik dagu putranya itu, lalu mengusap air mata putranya.

Semua keluarga begitu senang, dan akan menginap, saat waktu sholat Dzuhur, para pria pergi ke masjid begitu juga dengan Wafi. Shafiyah mengintip dari kaca jendela masjid, dia menganga memperhatikan Gus Mu yang sering dibicarakan orang-orang. Kedua matanya membulat saat Wafi menoleh.

Brug! Shafiyah tidak sengaja menyenggol tiang penyangga dan dia meringis kesakitan." Auw, sakit." Pekik gadis itu.

"Shafiyah kamu ngapain sih, sini." Panggil Aini dan Shafiyah mendekatinya.

Shafiyah diam, dia terus mengingat-ingat wajah Gus mu yang dia rasa pernah melihat sebelumnya." Itu kan, cowok kemarin. Oh jadi itu Gus Mu, ganteng juga." Gumam Shafiyah sambil cengengesan.

Wafi dipersilahkan untuk mengumandangkan adzan Dzuhur, Wafi gugup dan akhirnya dia maju, banyak pasang mata yang memperhatikannya dengan tatapan mengejek, menghina, dia terima itu, dia memang hanya pendosa dan mantan narapidana.

"Bismillahirrahmanirrahim." Suara Gus Mu terdengar, Raihanah di rumah diam mendengarkan.

Para santriwati begitu sibuk memasang telinga dengan baik-baik, suara Gus mu pun menggema, mengumandangkan adzan dengan suara khas nya, yang belum sudah tidak didengar bertahun-tahun, lagi-lagi Raihanah menangis, tangisan bahagia.

"Abang pasti bangga banget ya sama Wafi." Ucap Fahira dan memeluk Raihanah erat.

"Wafi udah dewasa, dia dewasa banget sekarang hiks," Raihanah terus menangis dan Faiza mendekat lalu memeluknya juga.

Sabila menunduk, dia diam mendengarkan suara merdu Wafi.

"Sabilla wudhu, gantian sama ibu." Titah Fahira dan Sabila mengangguk.

****

Sore harinya, Wafi izin pergi menggunakan motor untuk menjemput Afsheen. Sesampainya di tempat laundry, Wafi turun dan dia menjadi sorotan, Afsheen yang melihat kedatangan kakaknya langsung mendelik tajam.

"Afsheen itu kakak kamu? Yang dipenjara itu kan? Oh udah bebas ya sekarang, awas bikin masalah lagi." Seru seorang wanita paruh baya, yaitu bos nya Afsheen sendiri, Afsheen menunduk dan dia melangkah keluar dari laundry.

"Neng." Panggil Wafi menyapa dengan senyuman manisnya ia tak lupa.

"Aa ngapain sih kesini?" Ketus Afsheen dan Wafi berhenti tersenyum.

"Aku jemput kamu."

"Aku bisa pulang sendiri, aa duluan aja. Jangan ganggu aku." Sewot Afsheen lalu melangkah pergi, Wafi menyusul dan meraih tangan adiknya itu.

"Niyyah, kamu kenapa sebenernya?" tanya Wafi dan Afsheen berhenti, dia berbalik dan air matanya sudah berjatuhan." Jangan nangis, aku gak kuat lihat kamu nangis begini."

"Kalau begitu pergi, aa ngapain sih pulang. Mending aa pergi ke tempat lain, kenapa harus ke rumah. Seorang mantan napi gak akan mudah diterima oleh masyarakat, aa malah bikin aku malu. Aku di hina bos aku sendiri tadi, tolong a pergi." Tegas Afsheen, betapa hancurnya Wafi mendengar hal tersebut dari bibir adiknya sendiri, adiknya sendiri menghinanya.

"Kamu kira aku mau hidup begini?" Suara Wafi serak.

"Itu karena aa gak bisa jaga emosi, gak bisa nahan diri. Aa gak tahu kan hidup kamu bertiga, kami hidup dengan cemoohan orang-orang karena aa di penjara."

"Kamu kira hidup di penjara enak Niyyah? Enggak, ayo kita pulang." Ajak Wafi dan dia mengedarkan pandangannya sekilas, dia dan adiknya tengah menjadi tatapan semua orang.

"Ini juga." Afsheen menarik peci dari kepala kakaknya kasar." Aa gak bisa pakai baju abi, aa gak pantas. Aa lebih baik telanjang daripada pakai baju abi, aku gak suka dan aku gak ikhlas baju abi di pakai sama anaknya yang udah bunuh orang." Tutur Afsheen, jari telunjuknya tanpa ragu menunjuk-nunjuk sang kakak yang hanya bisa menunduk, menahan amarahnya.

"Aa mending pergi." Kali ini Afsheen merebut kunci motor dan Wafi merebutnya kembali.

"Aku antar pulang."

"Enggak mau, aku bisa pulang sendiri."

"Niyyah jangan begini." Wafi memegang lengan adiknya itu dan Afsheen menepisnya kasar. Afsheen pergi mengendari motor dan menunggu Wafi begitu saja.

"Asstaghfirullah hal adzim," ucap Wafi begitu pilu. Dia melangkah pergi, perlahan-lahan dan entah kemana tujuannya.

Senja mulai redup, gelapnya malam mulai menyapa, Wafi masuk ke sebuah masjid untuk menunaikan ibadah sholat magrib, dia mengikat rambut gondrongnya dan diam menunggu sembari mendengarkan suara adzan. Wafi nampak melamun, banyak orang yang mengenalinya.

"Itu wafi anaknya almarhum Gus Fashan yang membunuh orang itu kan?" Seru seorang pria berbisik kepada rekan di sebelahnya. Wafi diam dan terus mengulur tasbihnya.

"Kok bisa bebas sih, kenapa hukuman nya sebentar banget?"

"Dia gak sepenuhnya salah, dia sudah dipenjara selama 8 tahun. Dia baik, dia begitu karena adiknya hampir di perkosa," timpal seorang bapak-bapak yang tidak suka melihat seorang Gus sedang di rendahkan.

Terpopuler

Comments

Rinjani

Rinjani

udaj thor pakai buat susah aja Abi meninggal ee adiknya jahat otak aneh masa anak Ustadz yg punya Pesantren slengean aneh thor sebel

2023-01-18

0

Sofie Ilyas Ilyas

Sofie Ilyas Ilyas

Afsheen ko sma aa sndiri bgtu bukanya saling menyayangi malah, gus mu sabar yaa

2022-02-25

0

Yeni Marlina

Yeni Marlina

aku sampai nangis bacanya😭😭

2022-01-31

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Bebas!
2 Bab 2: Umi Raihanah
3 Bab 3: Pelukan hangat
4 Bab 4: Makan bersama
5 Bab 5: Ketabahan
6 Bab 6: Berpisah kembali
7 Bab 7: Persaudaraan
8 Bab 8: Niat Fatur
9 Bab 9: (Semoga cepat sehat)
10 Bab 10: Dua gadis cantik
11 Bab 11: Pulang
12 Bab 12: Enggan pergi
13 Bab 13: Khawatir
14 Bab 14: Habibah
15 Bab 15: Terserah saya
16 Bab 16: Shafiyah celaka.
17 Bab 17: Bekerja
18 Bab 18: Kang Bucin
19 Bab 19: Pulang lagi
20 Bab 20: Salah paham
21 Bab 21: Wafi Shafiyah.
22 Bab 22: Kang Bucin tiada kabar
23 Bab 23: Ketemu kang lebay
24 Bab 24: Patah hati
25 Bab 25: Di suruh pulang
26 Bab 26: Jahil nya Gus Mu
27 Bab 27: Kenyataan masa lalu
28 Bab 28: Berhenti kerja
29 Bab 29: Caper banget
30 Bab 30: Tanggung jawab
31 Bab 31: Minta izin
32 Bab 32: Menyerah?
33 Bab 33: Perpisahan membuat luka
34 Bab 34: Sama-sama dilema
35 Bab 35: Pertemuan
36 Bab 36: Teman makan teman
37 Bab 37: Ayah khawatir
38 Bab 38: Kemarahan Muzammil
39 Bab 39: Tetap Usaha apapun hasilnya
40 Bab 40: Kecelakaan
41 Bab 41: Masuk Rs
42 Bab 42: Buta karena Dunia
43 Bab 43: Memohon
44 Bab 44: Menyerah atau mundur
45 Bab 45: Galau
46 Bab 46: Di blokir
47 Bab 47: Ngamen buat mas kawin
48 Bab 48: Berontak
49 Bab 49: Capek
50 Bab 50: Malu-malu
51 Bab 51: Pernikahan
52 Bab 52: Malam pertama
53 Bab 53: Menjenguk
54 Bab 54: Olahraga malam nya Mumu
55 Bab 55: Merindukan yang sudah berpulang
56 Bab 56: Berbahagia
57 Bab 57: Diusir
58 Bab 58: Benci
59 Bab 59: Keluarga Majdi
60 Bab 60: Piknik
61 Bab 61: Mengajak bertemu
62 Bab 62: Kelelahan
63 Bab 63: Sedih
64 Bab 64: Pengunduran diri
65 Bab 65: Flashback
66 Bab 66: Asal celup
67 Bab 67: Masih marah?
68 Bab 68: Cemberut
69 Bab 69: Matjar HH
70 Bab 70: Bukan tidak bahagia.
71 Bab 71: Dunia dan akhirat
72 Bab 72: Matjar buka
73 Bab 73: Spesial untuk Umi Utun
74 Bab 74: Gak doyan
75 Bab 75: Merajuk
76 Bab 76: Lupa
77 Bab 77: Acara
78 Bab 78: Aa hebat ya
79 Bab 79: Luluh?
80 Bab 80: Selingkuh dan Poligami itu beda
81 Bab 81: Kebahagiaan untuk Shafiyah
82 Bab 82: Foto kenangan
83 Bab 83: dirawat
84 Bab 84: Pernikahan
85 Bab 85:
86 Bab 86: Sesal
87 Bab 87: Cembokur
88 Bab 88: Emosi
89 Bab 89:
90 Bab 90: Jalan terbaik
91 Bab 91: Hadiah dari abi
92 Bab 92: Duniaku, Habibah dan terima kasih
Episodes

Updated 92 Episodes

1
Bab 1: Bebas!
2
Bab 2: Umi Raihanah
3
Bab 3: Pelukan hangat
4
Bab 4: Makan bersama
5
Bab 5: Ketabahan
6
Bab 6: Berpisah kembali
7
Bab 7: Persaudaraan
8
Bab 8: Niat Fatur
9
Bab 9: (Semoga cepat sehat)
10
Bab 10: Dua gadis cantik
11
Bab 11: Pulang
12
Bab 12: Enggan pergi
13
Bab 13: Khawatir
14
Bab 14: Habibah
15
Bab 15: Terserah saya
16
Bab 16: Shafiyah celaka.
17
Bab 17: Bekerja
18
Bab 18: Kang Bucin
19
Bab 19: Pulang lagi
20
Bab 20: Salah paham
21
Bab 21: Wafi Shafiyah.
22
Bab 22: Kang Bucin tiada kabar
23
Bab 23: Ketemu kang lebay
24
Bab 24: Patah hati
25
Bab 25: Di suruh pulang
26
Bab 26: Jahil nya Gus Mu
27
Bab 27: Kenyataan masa lalu
28
Bab 28: Berhenti kerja
29
Bab 29: Caper banget
30
Bab 30: Tanggung jawab
31
Bab 31: Minta izin
32
Bab 32: Menyerah?
33
Bab 33: Perpisahan membuat luka
34
Bab 34: Sama-sama dilema
35
Bab 35: Pertemuan
36
Bab 36: Teman makan teman
37
Bab 37: Ayah khawatir
38
Bab 38: Kemarahan Muzammil
39
Bab 39: Tetap Usaha apapun hasilnya
40
Bab 40: Kecelakaan
41
Bab 41: Masuk Rs
42
Bab 42: Buta karena Dunia
43
Bab 43: Memohon
44
Bab 44: Menyerah atau mundur
45
Bab 45: Galau
46
Bab 46: Di blokir
47
Bab 47: Ngamen buat mas kawin
48
Bab 48: Berontak
49
Bab 49: Capek
50
Bab 50: Malu-malu
51
Bab 51: Pernikahan
52
Bab 52: Malam pertama
53
Bab 53: Menjenguk
54
Bab 54: Olahraga malam nya Mumu
55
Bab 55: Merindukan yang sudah berpulang
56
Bab 56: Berbahagia
57
Bab 57: Diusir
58
Bab 58: Benci
59
Bab 59: Keluarga Majdi
60
Bab 60: Piknik
61
Bab 61: Mengajak bertemu
62
Bab 62: Kelelahan
63
Bab 63: Sedih
64
Bab 64: Pengunduran diri
65
Bab 65: Flashback
66
Bab 66: Asal celup
67
Bab 67: Masih marah?
68
Bab 68: Cemberut
69
Bab 69: Matjar HH
70
Bab 70: Bukan tidak bahagia.
71
Bab 71: Dunia dan akhirat
72
Bab 72: Matjar buka
73
Bab 73: Spesial untuk Umi Utun
74
Bab 74: Gak doyan
75
Bab 75: Merajuk
76
Bab 76: Lupa
77
Bab 77: Acara
78
Bab 78: Aa hebat ya
79
Bab 79: Luluh?
80
Bab 80: Selingkuh dan Poligami itu beda
81
Bab 81: Kebahagiaan untuk Shafiyah
82
Bab 82: Foto kenangan
83
Bab 83: dirawat
84
Bab 84: Pernikahan
85
Bab 85:
86
Bab 86: Sesal
87
Bab 87: Cembokur
88
Bab 88: Emosi
89
Bab 89:
90
Bab 90: Jalan terbaik
91
Bab 91: Hadiah dari abi
92
Bab 92: Duniaku, Habibah dan terima kasih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!