Bab 2: Umi Raihanah

Malam semakin larut, Wafi diam di depan jendela yang terbuka, hujan deras turun kembali, dia tatap setiap air yang begitu deras jatuh di hadapannya, kedua matanya merah penuh kedukaan, uminya Raihanah tidak tahu dia bebas hari ini, dan sekarang ia bingung bagaimana caranya masuk ke pesantren. Rasa rindu yang tak tertahan, kepada umi dan adik-adiknya. Bayyinah sudah sembuh, satu tahun di Kanada keluarganya berada, untuk menghindari celaan orang-orang dan untuk kesembuhan Bayyinah. Tahun kedua Wafi di penjara, Raihanah dan anak-anaknya kembali. Sering menjenguk Wafi di penjara, memberikan semangat dan mengirimkan makanan.

”Aku gak bisa." Wafi melangkah dengan tegasnya, dia tidak sanggup menahan lebih lama. Wafi akhirnya pergi, meninggalkan rumah Fatur dan menuju ke pesantren Al Bidayah dengan berjalan kaki, setelah cukup jauh berjalan kaki, sebuah mobil bak terbuka mengikutinya, pengemudinya terus memperhatikan Wafi dan Wafi sesekali melirik ke belakang sebatas ekor matanya.

"Apa itu dia?" Raihan bertanya-tanya, terus melajukan mobilnya perlahan-lahan, Wafi yang kesal karena terus diikuti akhirnya berhenti melangkah, dia berbalik dan menatap tajam ke arah mobil tersebut yang kini juga berhenti." Gus Mu, Fashan." Raihan langsung turun, karena dia tidak hati-hati, dia sampai terjatuh lalu bangkit dan berlari memburu ajak sahabatnya itu.

Wafi diam saat tubuh Raihan menabraknya, memeluknya dan mengelus rambut nya." Fashan ya Allah hiks." Tangis Raihan pecah, Wafi diam saat mulai sadar pria tersebut adalah sepupu ayahnya.

”Wafi, ini om. Kamu inget kan? Ngapain kamu malam-malam disini, kapan kamu bebas?” Raihan melepas pelukannya, dia pandangi Wafi dengan seksama, bagaimana bisa dia lupa dengan anak itu.

”Iya," hanya itu yang terucap. Begitu singkat dan wajahnya datar tanpa ekspresi. Raihan langsung mengajaknya pergi, dan bertanya kemana tujuan Wafi. Wafi mengatakan dia mau ke pesantren, bertemu keluarganya. Raihan pun dengan cepat memotong jalan agar sampai lebih cepat, Wafi yang melihat rokok dan korek api menyambarnya, Raihan tercengang melihat apa yang terjadi. Gus Fashan sama sekali tidak pernah menyentuh barang seperti itu, tapi sekarang putranya sepertinya pecandu. Wafi merokok untuk menghilangkan rasa stress nya sejenak, dia hanya menghisap rokok setengahnya, lalu setengahnya lagi dia simpan.

”Abi kamu gak merokok Wafi.”

”Dulu dan sekarang beda om." Jawab Wafi lalu mengusap rambutnya yang basah. Raihan menggeleng kepala dan khawatir melihat tingkah laku dan kondisi Wafi Muzammil.

”Fashan, kamu akan hancur jika tahu kehidupan anak kamu sesulit ini, aku janji. Aku gak akan biarin Wafi sendiri, aku akan menjaganya seperti kamu menjaga Wafi kalau kamu masih hidup. Anak kamu sudah dewasa, hidup di penjara memang gak mudah. Seburuk apapun kehidupan di penjara, aku yakin putramu gak akan salah jalan Fashan. Dia putramu, sama seperti kamu, wajah dan karismanya sama seperti kamu." Gumam Raihan dan terus melirik Wafi, Wafi diam dan menutup matanya, sadar perjalanan lumayan jauh dia memilih tidur sejenak.

Sesampainya di pesantren Al Bidayah, Raihan membangunkannya, Wafi bangun dan keluar. Terlihat beberapa santri yang sedang berjaga menoleh, Raihan merangkul bahu Wafi dan mengajak nya masuk.

”Assalamu'alaikum kang." Tegur seorang santri.

"Wa'alaikumus Salaam, Bu nyai ada?" Tanya Raihan.

Santri itupun melirik ke rumah Bu nyai, Wafi juga melirik, dia menyapu sekeliling, tempat tinggalnya, tempatnya tumbuh dan sering bermain-main di sekitar pesantren, dan rumah itu, rumah yang menyimpan banyak kenangan suka dan duka. Wafi tersenyum tipis, dia melangkah lebih dulu dan Raihan tersentak.

”Itu siapa ya kang? Tolong jangan bawa laki-laki sembarangan. Kami takut Bu nyai kenapa-kenapa." Seru santri dan melangkah untuk menahan Wafi tapi langsung di dorong Raihan.

"Jangan sembarangan kamu, kamu gak tahu dia siapa. Dia Gus Mu!" Raihan setengah berteriak dan pemuda itupun tersentak, suara Raihan menggema.

Pralakkkkkk dwarrrrr! Suara guntur dan petir menyambar begitu kencang, semuanya menengadah melihat angin ribut terdengar. Hujan berhenti tapi petir dan gemuruhnya tak kunjung reda. Seolah di langit sana tidak suka dengan tuduhan yang menghujam Gus Mu.

Raihan pun melangkah pergi, santri yang tadi berlari mendekati santri yang lain, semuanya heboh mendengar kembalinya Gus Mu. Kabar tersebut pun sampai di telinga Ikhsan, Syifa dan langsung mengabari Yaman dan Faiza. Syifa langsung menelepon Fahira, tapi Sabila yang mengangkatnya.

"Wafi pulang, bilang sama ibu kamu nak. Keponakannya sudah pulang." Jerit Syifa histeris, Sabila tersenyum lebar mendengar kabar bahagia tersebut.

Di rumah Bu nyai, wanita renta yaitu Raihanah sedang mengaji, suaranya sayup-sayup terdengar. Wafi masuk dari pintu belakang, lampu tiba-tiba mati dan Raihanah meraba-raba ponselnya, menyalakan senter dan mengarahkannya sejenak kepada Bayyinah dan Afsheen yang sudah terlelap.

”Neng bangun, bantuin umi cari lilin." Pinta Raihanah.

Bayyinah menggeliat, lalu bangun dan mengucek matanya." Mati lampu jam segini." Gerutu Bayyinah. Dia meraih tongkat kakinya, lalu bangkit perlahan. Bayyinah mengalami kecacatan setelah kejadian itu, kaki kirinya tidak bisa dia gunakan dengan baik. Kecacatan yang menjadi bahan celaan para lelaki, di usianya yang sudah matang. Belum ada tanda-tanda ada pria yang tulus mau meminangnya, sementara Daniyyah, dia baru di Khitbah dua Minggu yang lalu.

Bayyinah melangkah, membawa senter kecil dan keluar dari kamar. Rumah besar tersebut hanya di huni oleh tiga orang wanita, yang sangat di jaga oleh para santri.

Raihan di luar rumah pergi lagi, untuk memberi tahu Ilham. Wafi kini sudah masuk dan Bayyinah yang mendengar suara pintu terbuka terkejut.

”Umi," jerit Bayyinah ketakutan.

Wafi membuka lemari, mencari lilin dan bayyinah yang melihat bayangan pria tinggi sampai hampir terjatuh dan untung saja Raihanah menahannya.

Jeklik! Wafi menyalakan kompor, menyalakan lilin lalu kompor dia matikan kembali. Raihanah dan Bayyinah diam, saling bergenggaman tangan, ada maling masuk ke rumah mereka, harus minta tolong kepada siapa kalau begini, mereka bingung dan pasrah.

Wafi melangkah perlahan, mengarahkan lilin ke hadapan wajahnya agar umi dan adiknya bisa melihatnya.

”Astaghfirullah," jerit Raihanah. Dia pandangi wajah putranya dengan seksama, apakah dia mimpi saat ini? Bayyinah bahkan mengucek matanya perlahan, untuk memastikan apa yang dia lihat adalah sebuah halusinasi atau bukan.

Raihanah menyentuh wajah tampan putranya, membelainya lalu membelai rambutnya, rambut yang sama dengan rambut almarhum." Ini aa?" Tanya Raihanah masih tidak percaya, lalu Wafi mengangguk.

”Neng, ini umi mimpi ya atau gimana?" Raihanah berbalik badan, menatap Bayyinah sejenak.

”Itu aa umi, itu a Wafi hiks." Bayyinah menangis sejadi-jadinya, sampai Afsheen yang mendengar terbangun dari tidurnya.

Wafi meletakkan lilin di atas meja, dia melangkah mendekat dan bersimpuh di kedua kaki Uminya. Raihanah terkejut, Wafi mencium kedua kaki uminya bergantian, memeluk kedua kaki lemah itu, lalu meraih kedua tangan uminya. Mencium punggung dan telapak tangan uminya lembut, Raihanah menangis. Tangisan bahagia dan tidak percaya.

Terpopuler

Comments

Liii

Liii

setiap ada nama Gus fashan aku sedih ga tau knp rasanya merasakan sikap Gus fashan yang begitu penyang perhatian terutama ke istirahat nya Ning raihanah, mungkin aku berharap memiliki suami seperti Gus fashan yang MasyaAllaah penyayang perhatian sabar🥺❤️

2023-11-13

0

G@mbru_Afi

G@mbru_Afi

Ya Allah..ini bawang 1 kwintal di taruh di sini semua.mata kan jadi perih 😭😭

2023-05-13

1

Liz Chelink

Liz Chelink

belom2 udh bikin blewer aj....😭😭😭

2022-04-16

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Bebas!
2 Bab 2: Umi Raihanah
3 Bab 3: Pelukan hangat
4 Bab 4: Makan bersama
5 Bab 5: Ketabahan
6 Bab 6: Berpisah kembali
7 Bab 7: Persaudaraan
8 Bab 8: Niat Fatur
9 Bab 9: (Semoga cepat sehat)
10 Bab 10: Dua gadis cantik
11 Bab 11: Pulang
12 Bab 12: Enggan pergi
13 Bab 13: Khawatir
14 Bab 14: Habibah
15 Bab 15: Terserah saya
16 Bab 16: Shafiyah celaka.
17 Bab 17: Bekerja
18 Bab 18: Kang Bucin
19 Bab 19: Pulang lagi
20 Bab 20: Salah paham
21 Bab 21: Wafi Shafiyah.
22 Bab 22: Kang Bucin tiada kabar
23 Bab 23: Ketemu kang lebay
24 Bab 24: Patah hati
25 Bab 25: Di suruh pulang
26 Bab 26: Jahil nya Gus Mu
27 Bab 27: Kenyataan masa lalu
28 Bab 28: Berhenti kerja
29 Bab 29: Caper banget
30 Bab 30: Tanggung jawab
31 Bab 31: Minta izin
32 Bab 32: Menyerah?
33 Bab 33: Perpisahan membuat luka
34 Bab 34: Sama-sama dilema
35 Bab 35: Pertemuan
36 Bab 36: Teman makan teman
37 Bab 37: Ayah khawatir
38 Bab 38: Kemarahan Muzammil
39 Bab 39: Tetap Usaha apapun hasilnya
40 Bab 40: Kecelakaan
41 Bab 41: Masuk Rs
42 Bab 42: Buta karena Dunia
43 Bab 43: Memohon
44 Bab 44: Menyerah atau mundur
45 Bab 45: Galau
46 Bab 46: Di blokir
47 Bab 47: Ngamen buat mas kawin
48 Bab 48: Berontak
49 Bab 49: Capek
50 Bab 50: Malu-malu
51 Bab 51: Pernikahan
52 Bab 52: Malam pertama
53 Bab 53: Menjenguk
54 Bab 54: Olahraga malam nya Mumu
55 Bab 55: Merindukan yang sudah berpulang
56 Bab 56: Berbahagia
57 Bab 57: Diusir
58 Bab 58: Benci
59 Bab 59: Keluarga Majdi
60 Bab 60: Piknik
61 Bab 61: Mengajak bertemu
62 Bab 62: Kelelahan
63 Bab 63: Sedih
64 Bab 64: Pengunduran diri
65 Bab 65: Flashback
66 Bab 66: Asal celup
67 Bab 67: Masih marah?
68 Bab 68: Cemberut
69 Bab 69: Matjar HH
70 Bab 70: Bukan tidak bahagia.
71 Bab 71: Dunia dan akhirat
72 Bab 72: Matjar buka
73 Bab 73: Spesial untuk Umi Utun
74 Bab 74: Gak doyan
75 Bab 75: Merajuk
76 Bab 76: Lupa
77 Bab 77: Acara
78 Bab 78: Aa hebat ya
79 Bab 79: Luluh?
80 Bab 80: Selingkuh dan Poligami itu beda
81 Bab 81: Kebahagiaan untuk Shafiyah
82 Bab 82: Foto kenangan
83 Bab 83: dirawat
84 Bab 84: Pernikahan
85 Bab 85:
86 Bab 86: Sesal
87 Bab 87: Cembokur
88 Bab 88: Emosi
89 Bab 89:
90 Bab 90: Jalan terbaik
91 Bab 91: Hadiah dari abi
92 Bab 92: Duniaku, Habibah dan terima kasih
Episodes

Updated 92 Episodes

1
Bab 1: Bebas!
2
Bab 2: Umi Raihanah
3
Bab 3: Pelukan hangat
4
Bab 4: Makan bersama
5
Bab 5: Ketabahan
6
Bab 6: Berpisah kembali
7
Bab 7: Persaudaraan
8
Bab 8: Niat Fatur
9
Bab 9: (Semoga cepat sehat)
10
Bab 10: Dua gadis cantik
11
Bab 11: Pulang
12
Bab 12: Enggan pergi
13
Bab 13: Khawatir
14
Bab 14: Habibah
15
Bab 15: Terserah saya
16
Bab 16: Shafiyah celaka.
17
Bab 17: Bekerja
18
Bab 18: Kang Bucin
19
Bab 19: Pulang lagi
20
Bab 20: Salah paham
21
Bab 21: Wafi Shafiyah.
22
Bab 22: Kang Bucin tiada kabar
23
Bab 23: Ketemu kang lebay
24
Bab 24: Patah hati
25
Bab 25: Di suruh pulang
26
Bab 26: Jahil nya Gus Mu
27
Bab 27: Kenyataan masa lalu
28
Bab 28: Berhenti kerja
29
Bab 29: Caper banget
30
Bab 30: Tanggung jawab
31
Bab 31: Minta izin
32
Bab 32: Menyerah?
33
Bab 33: Perpisahan membuat luka
34
Bab 34: Sama-sama dilema
35
Bab 35: Pertemuan
36
Bab 36: Teman makan teman
37
Bab 37: Ayah khawatir
38
Bab 38: Kemarahan Muzammil
39
Bab 39: Tetap Usaha apapun hasilnya
40
Bab 40: Kecelakaan
41
Bab 41: Masuk Rs
42
Bab 42: Buta karena Dunia
43
Bab 43: Memohon
44
Bab 44: Menyerah atau mundur
45
Bab 45: Galau
46
Bab 46: Di blokir
47
Bab 47: Ngamen buat mas kawin
48
Bab 48: Berontak
49
Bab 49: Capek
50
Bab 50: Malu-malu
51
Bab 51: Pernikahan
52
Bab 52: Malam pertama
53
Bab 53: Menjenguk
54
Bab 54: Olahraga malam nya Mumu
55
Bab 55: Merindukan yang sudah berpulang
56
Bab 56: Berbahagia
57
Bab 57: Diusir
58
Bab 58: Benci
59
Bab 59: Keluarga Majdi
60
Bab 60: Piknik
61
Bab 61: Mengajak bertemu
62
Bab 62: Kelelahan
63
Bab 63: Sedih
64
Bab 64: Pengunduran diri
65
Bab 65: Flashback
66
Bab 66: Asal celup
67
Bab 67: Masih marah?
68
Bab 68: Cemberut
69
Bab 69: Matjar HH
70
Bab 70: Bukan tidak bahagia.
71
Bab 71: Dunia dan akhirat
72
Bab 72: Matjar buka
73
Bab 73: Spesial untuk Umi Utun
74
Bab 74: Gak doyan
75
Bab 75: Merajuk
76
Bab 76: Lupa
77
Bab 77: Acara
78
Bab 78: Aa hebat ya
79
Bab 79: Luluh?
80
Bab 80: Selingkuh dan Poligami itu beda
81
Bab 81: Kebahagiaan untuk Shafiyah
82
Bab 82: Foto kenangan
83
Bab 83: dirawat
84
Bab 84: Pernikahan
85
Bab 85:
86
Bab 86: Sesal
87
Bab 87: Cembokur
88
Bab 88: Emosi
89
Bab 89:
90
Bab 90: Jalan terbaik
91
Bab 91: Hadiah dari abi
92
Bab 92: Duniaku, Habibah dan terima kasih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!