Wafi diam mendengarkan perdebatan di belakangnya, setelah adzan selesai, dia pindah ke shaft paling depan dan menunaikan sholat sunnah dua raka'at terlebih dahulu. Wafi tetap diam, berusaha sabar saat beberapa pria menolak berdekatan dengannya. Sampai dia di apit oleh seorang ustadz dan kakek-kakek. Banyak orang yang benci, dan hanya juga yang mencintai, begitulah kehidupan.
Di rumah Bu nyai, sudah pukul 18:48 Wafi tak kunjung pulang, Afsheen ditanya tidak mau menjawab, bagaimana bisa kakaknya pulang, setelah dimaki dan di hina adiknya sendiri.
”Neng, bilang sama umi. Aa kamu kemana?" Tanya Raihanah dan semua orang memperhatikan, Afsheen diam, hendak pergi tapi Bayyin menahan dengan menarik lengannya.
”Kamu ngomong apa sama aa? Sampai dia ragu buat kembali kesini, awas ya kamu dek." Tegas Bayyin dan Afsheen diam.
”Niyyah, bilang sama umi. Ada apa?" Tanya Raihanah lagi.
”Aku gak ngomong apa-apa." Ketus Afsheen lalu melangkah pergi menuju lantai dua. Bayyin memperhatikannya dengan tatapan sinis.
"Biar aku sama Yaman cari Wafi." Ahmad pamit dan Fahira memberikan kunci mobil.
Saat pintu di buka, Wafi sudah muncul dan Raihanah langsung berdiri dan melangkah mendekatinya." Kamu dari mana?" Raihanah panik. Dia tatap wajah putranya yang babak belur, terluka dan berdarah, Wafi di hajar para warga. Yang tidak suka dengan kembalinya dia ke lingkungan pesantren, apa jadinya pesantren jika di pimpin oleh seorang narapidana.
”Wafi, kamu kenapa?" Tanya Ahmad." Siapa yang bikin kamu begini, bilang sama om." Ahmad kalut dan Fahira menenangkannya. Wafi menggeleng kepala, dan Raihanah mengajaknya duduk.
”Umi aku gak apa-apa, aku mau ngomong sebentar." Wafi tersenyum dan Raihanah mengusap darah perlahan dengan jemarinya.
”Nak." Suara Raihanah serak.
”Aku besok mau pergi, dan tolong bilang sama semua orang, bukan aku yang akan meneruskan menjadi pengurus pesantren, mereka gak usah khawatir. Aku akan pulang kalau ada uang, umi gak usah khawatir ya." Keputusan Wafi sudah bulat, dia akan memilih mundur menjauh dan tidak mau menambah beban keluarganya, Raihanah meraih kedua tangan putranya, mengenggamnya erat dan dia tidak mau anaknya kembali jauh darinya.
”Diam sama umi, sama adik-adik kamu. Jangan pergi kemana-mana." Tegas Raihanah dan Wafi menggeleng kepala.
”Jangan terlalu memperdulikan omongan orang-orang, kamu seharusnya membuktikan, kalau kamu bisa," ucap Yaman. Dan Wafi tetap menggeleng kepala.
”Aku lebih memilih mengalah, untuk kebaikan bersama." Balas Wafi dan Yaman membuang nafas kasar ke udara.
”Ini kelewatan, siapa yang mukulin kamu. Bilang, aku pastikan mereka dipenjara. Kalau hang Noah tahu, kamu kira dia akan diam?" Tegas Nafis yang sudah meledak-ledak, melihat keponakannya terluka.
”Aku gak apa-apa, izinin aku pergi ya umi. Aku pulang nanti.”
”Umi gak bisa ngasih izin." Tegas Raihanah dan hampir menangis saat ini.
”Umi, aku keluar dari penjara, sama dengan seperti lahir kembali, bayi lahir dalam keadaan suci, tapi aku sebaliknya. Berhenti memanggilku Gus, panggil aku Wafi atau Muzammil. Aku butuh waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan luar, aku terlalu lama dipenjara dan nama anak umi ini sudah rusak karena kelakuannya sendiri, aku sudah bertanggung jawab, dan sekarang izinkan aku pergi untuk mencari pekerjaan.” Wafi tersenyum dan Raihanah tetap tidak mau melepas kepergiannya. Semua orang diam mendengarkan dengan begitu sedih, Sabila menangis mendengar ucapan Wafi yang begitu putus asa, dia paham pria itu sedang serba salah, hidup di penjara dan sekarang sudah bebas.
”Gimana kamu ikut om aja, kerja sama om ya." Ajak Ahmad dan kali ini Raihanah sedikit memberikan kesempatan.
Tapi Wafi menggeleng kepala." Aku sudah ada janji dengan orang lain, aku akan bekerja di sebuah sanggar bela diri. Do'ain ya umi, semoga aku diterima dengan baik, aku pasti pulang, tempatnya gak jauh kok."
”Kamu tinggal dimana nanti?" Raihanah sudah menangis.
”Ada tempat yang disediakan, gak usah khawatir."
Raihanah menunduk, tidak mengangguk ataupun menggeleng kepala, dia berat untuk melepas anaknya pergi lagi.
Malam semakin larut, Wafi tak kunjung tertidur, dia berjalan-jalan sendirian di sekitar pesantren sampai akhirnya bertemu dengan ikhsan.
”Masih sama, seperti dulu." Wafi menyapu sekeliling.
Ikhsan merangkul bahu Wafi dan Wafi menoleh sekilas." Kita gak bisa membuat semua orang suka sama kita, ini gak mudah buat kamu, sabar Gus. Akan ada pelangi yang indah setelah hujan dan kegelapan."
"Dan aku gak tahu, kapan gelap dan hujan deras ini berhenti." Wafi melangkah pergi meninggalkan ikhsan begitu saja.
”Apa putranya Gus Fashan menyerah?" Teriak ikhsan dan Wafi menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan tersenyum tipis.
"Sama sekali enggak, jika aku menyerah, aku benar-benar gak pantas lahir dari rahim seorang wanita yang kuat, dan memiliki ayah yang luar biasa!" Balas Wafi berteriak dan ikhsan tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Taruni
mewek trus iih baca novel ini
2022-04-01
1
NatasyaM
fighting Gus Mu..
2021-11-24
0
Buk E Bagas Arga regan
tiap ingat bpknya Gus mu selalu nangis.kini gantian anaknya yang bikin nguras air mata.penulis novel ini gak cuma sekedar menyajikan cerita romantis.tapi semua ceritanya seperti real di kehidupan nyata.banyak pelajaran yang bisa di ambil dari semua kisah "nya .agar bisa mawas diri terhadap sesama terlebih kepada sang pemilik kehidupan.sukses selalu kakak author ❤️❤️❤️❤️
2021-11-11
0