"Kakak kenapa ?"
Tanya Kania heran melihatku gugup. Dia pegang tanganku. Dilihatnya sekeliling, kedepan dan sekitarnya.
"Gak ada apa-apa....kok kayak dikejar maling ?" ledeknya lagi.
"Hussss...kepo lo, anak kecil." jawabku sambil kujitak keningnya. Kubiarkan dia mengaduh.
"Yeeee....dateng-dateng tanpa salam, masih jail pula !" gerutunya tanpa aku pedulikan.
Kulempar tasku ke ranjang, diikuti dengan hempasan tubuhku di tempat favoritku itu.
Kutatap langit-langit, sore ini begitu hening, rasanya ingin aku bermalas-malasan sebentar.
Tapi bau matahari membuatku segera beranjak untuk membersihkan diri.
*Tok tok tok....
"Kakak....ditunggu ibu buat makan bareng !"
Suara centil adikku. Merasa tidak ada jawaban dia gedor pintu lebih keras lagi.
"Buruan....aku laper." imbuhnya lagi.
"Iya bawel." kupencet hidungnya gemas.
Kania anak yang ceria, dia tidak pernah mengeluh dan nurut apa yang dikatakan kakaknya.
Tapi sikapnya yang sering usil, kadang membuat Lyvia gemas.
Mereka bertiga menikmati makan malam. Ibu, Kania dan Lyvia...mereka tinggal bertiga. Ayahnya sudah meninggal sejak Lyvia masih duduk di bangku kelas 10 SMK.
Sejak itu, Ibunya lah yang menggantikan Ayahnya sebagai pencari nafkah Ibu bekerja sebagai penjahit. Kania yang saat itu masih duduk di bangku SD masih belum paham betul apa artinya kehilangan. Semenjak kepergian Ayahnya Lyvia selalu membantu Ibunya untuk mencari nafkah, meskipun hanya sekedar memasangkan kancing baju.
Sejak kecil Lyvia dididik menjadi anak yang mandiri. Dari sanalah jiwa kepemimpinan itu muncul. Meskipun sampai sekarang Ibu masih aktif menerapkan jahitan, tapi beban pendidikan Kania sekarang ada di pundaknya.
Sama dengan yang lain. Lyvia bekerja mulai dari menjadi sales, Hingga suatu hari karena prestasinya dalam penjualan dan ide-ide bagusnya dalam mempromosikan unitnya, kantor pusat mempromosikan nya untuk jadi Branch Manager di kota kelahirannya itu.
"Selamat Lyvia...anda terpilih untuk memimpin kantor cabang di kota X, semoga sukses."
Kata salah seorang dewan komisaris waktu itu, dia menyerahkan surat perintah kerja dan menjabat tangan ku.
Senang dan terharu jadi satu kala itu.
"Alhamdulillah.... terimakasih atas kepercayaannya, semoga saya bisa mengemban amanah ini." jawabku meyakinkan.
Bagiku semua itu tak luput dari campur tangan dan do'a seorang Ibu. Orang yang paling dia sayangi di dunia ini, yang sekarang ada dihadapannya.
"Nambah Nak ?"
Tanya Ibu, memecah kesunyian yang hanya terdengar bunyi sendok bersentuhan dengan piring. Hari-hari seperti inilah yang selalu dia nantikan. Setelah seharian dia berada diluar, hanya waktu makan malam mereka bisa berkumpul bersama.
"Enggak Bu.... terimakasih, Via sudah kenyang." kuhabiskan minumku dan masih santai duduk di meja makan itu.
"Kok cuma kakak yang ditawari...kan Kania yang pengen nambah."
Kata Kania cemberut dengan bibir monyongnya.
"Nih....habiskan, biasanya kamu gak perlu ditawari juga nambah sendiri." ledek ibu.
Kania masih asyik dengan makanan di hadapannya. Aku masih di tempat yang sama. Kuceritakan kejadian yang aku alami tadi pagi.
"Hahahaha.... perasaan baru tadi siang ibu bilang 'kata kakak hati-hati kalau bawa motor, banyak razia...eeeee malah Dia yang kena." komentar Kania meledekku, masih dengan mulut penuh makanan.
"Dasar anak usil." kujewer telinganya sampai mengaduh.
"Sudah-sudah.... kebiasaan bising-bising di depan makanan, ayo selesaikan makanmu...bantu ibu beres-beres."
*Kring...kring...kring.....
Lyvia beranjak dari duduknya, dilihat Handphonenya.
"Private number." gumamnya.
Dibiarkannya handphone itu berbunyi berkali-kali.
"Siapa Nak...kok gak diangkat ?" tanya Ibu penasaran.
"Gak tau Bu...tidak ada nomornya." jawab Lyvia sambil berlalu menuju kamarnya.
Tapi rasa penasaran membuat Lyvia ingin mengangkatnya. Lyvia terdiam dan mendengarkan dengan seksama siapa pemilik suara itu.
("Hallo......hallo......")
Terdengar suara laki-laki dari sebrang sana. Lyvia buru-buru mematikan dan meletakkan Handphonenya kembali di meja kamarnya.
"Siapa malam-malam begini telfon dengan private number ?" bisiknya dalam hati.
Lyvia tidak mengenal suara itu.
"Ah....paling juga orang iseng, atau kalau tidak, modus penipuan yang acak nomer." pikirnya lagi.
"Biarin saja lah, capek juga diam sendiri." lanjutnya dengan senyum menyeringai di sudut bibirnya.
***
*Ditempat lain
"Kenapa dia tidak menjawab panggilanku ?"
gerutunya dalam hati.
Seseorang di sebrang sana yang menghubungi Lyvia, berharap Lyvia mau menerima panggilannya. Tapi tidak ada suara yang dia dengar.
"Aku ingin sekali memastikan siapa dia...tapi nanti dulu, aku harus mencari tau latar belakangnya." rasa penasarannya semakin kuat.
Sejak mencatat nama dan nomor HP pada surat tilang yang dia keluarkan tadi pagi, pak polisi ini penasaran dengan sosok gadis yang dihadapinya.
Ya....dia adalah Adrian, yang dari tadi menghubungi Lyvia dengan private numbernya.
"Siapa dia sebenarnya....kenapa namanya sama persis dengan Lyvia yang dia cari ?"
Pertanyaan itu membuat Adrian tidak bisa tidur nyenyak.
Ingin rasanya meminta sang surya kembali ke timur agar segera pagi.
Dia putuskan berjalan keluar untuk sekedar menghirup udara malam. Dia berfikir bagaimana caranya untuk bertanya Langsung kepadanya.
Kalau memang dia gadis yang selama ini dia cari, apakah dia masih sendiri ataukah sudah punya pasangan ?
secara sudah sekian lama mereka tidak bertemu.
"Nak....kamu kah itu yang diluar ?"
Merasa kaget mendengar seseorang bertanya padanya.
Adrian segera berbalik.
"Mama....Mama belum tidur ?"
Dialah Mama Herlin, Ibu Adrian. Adrian seorang putra tunggal, Ibunya seorang guru. Sedangkan Almarhum Ayahnya pensiunan pegawai negeri sipil.
Itulah sebabnya kenapa Adrian minta tugas di kota kelahirannya. Semata-mata karena dia ingin menemani Mamanya yang kini tinggal sendiri.
"Mama bangun karena merasa haus, Mama fikir kamu lupa menutup pintu." jawab Mamanya.
Mama Herlin bangga dengan putranya. Di dunia ini hanya dialah harta terbesar yang Mama punya. Apapun yang Mama Herlin inginkan, selalu dipenuhi oleh Adrian. Hanya satu yang belum bisa terpenuhi olehnya. Yaitu keinginan Mama untuk menimang cucu.
Sepi rasanya rumah sebesar ini hanya di tempatinya sendiri. Sejak kepergian suaminya, dia selalu meminta kerabatnya untuk tinggal di rumah menemani dikala Adrian pergi bertugas keluar kota.
"Ayo segera tidur Nak....sudah larut, angin malam gak bagus untuk kesehatan." pinta Mamanya.
"Iya Ma.... sebentar lagi Adrian masuk."
Mama berpamitan untuk kembali ke kamar nya. Faktor usia membuatnya tidak kuat berlama-lama di luar, apalagi dengan cuaca dingin seperti ini. Dilihatnya langkah gontai Mamanya dari belakang. Malam semakin larut, udara di luar juga semakin dingin. Adrian menutup pintu dan kembali ke kamar.
Dia tinggalkan kegundahan hatinya diluar. Dia rebahkan tubuhnya di ranjang. Dinikmati tidurnya malam ini. Besok pagi masih ada agenda operasi zebra.
Dia berharap bisa bertemu lagi dengan perempuan yang telah mencuri hatinya tadi pagi.
~ --------------------------------
~ --------------------------------
~ --------------------------------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
Adrian kok th lyvia ya🤔🤔🤔🤔
2021-08-16
1
Merdin Judris
ceritax mantap........aku suka ,sudut pandangx realita bangat
2021-03-28
3
Deti Endung Aufa
belibet bacanya...campur aduk. antara sudut pandang AKU dan AUTHOR
2021-03-16
1