“apa? Dimana bayi itu? aku ingin melihatnya?.” ucap Sang Bayi merasa sangat penasaran dan merasa antusias.
Masih dalam keadaan kaget Hong Cheung menunjuk Sang Bayi dengan telunjuknya yang terlihat gemetaran.
“ah ternyata itu aku.” Ucap Sang Bayi mengerti dengan maksud Hong Cheung yang menunjuknya.
“aku sudah menduga hal ini sebelumnya, namun aku tetap saja kaget, ini menyebalkan.” Gumam Sang Bayi dengan wajah datar.
Suasana seketika jadi canggung. Hong Cheung tidak bisa berkata apa – apa karena benar – benar bingung harus mengatakan apa.
Hong Cheung adalah seorang dikenal cerdas, namun untuk pertama kali dalam hidupnya Hong Cheung mengalami kesulitan berpikir, ini merupakan krisis terbesar selama ia hidup.
Saat Hong Cheung masih disibukkan dengan kinerja berpikirnya yang menjadi lambat, Sang Bayi melihat tangan kiri dan kanannya, lalu tangannya memeriksa seluruh tubuhnya, setelah memeriksanya ia tiba – tiba merasa jengkel hingga ingin mengumpat ria.
“apa – apaan tubuh lemah ini.” Ucapnya dengan urat di dahi yang mulai muncul menandakan rasa kesalnya.
Keinginan yang tak sesuai ekspektasi tentu membuat siapapun kesal.
“seharusnya aku tidak berada di tubuh ini, seharusnya aku berada tubuh yang kuat, sepertinya ada yang tidak beres.” batin Sang Bayi.
Ia merasa kebingungan dan terus mengoceh dalam batinnya sepanjang waktu mencoba mencari jawaban tentang hal apa yang salah sehingga dia berada di tubuh tersebut.
dalam kebingungan itu pandangannya menelisik isi ruangan, hingga tanpa sengaja pandangannya jatuh pada Sosok Cahaya di depannya.
Raut wajah kesalnya berubah semakin jelek, urat di dahi semakin jelas terlihat ia bisa menduga bahwa yang melakukan semua ini adalah Sosok Cahaya tersebut.
Dipandangnya Sosok Cahaya tersebut dengan tatapan tajam dan terus mengumpat dalam hati.
“hey kau, aku yakin kau yang melakukannya.” Tanya Sang Bayi sambil menujuk Sosok Cahaya tersebut.
“benar, itu aku.” Jawab Sosok Cahaya tidak membantah.
“aku ingin bereinkarnasi di dalam tubuh yang kuat, mengapa kau membawaku kedalam tubuh lembek ini.” Tanya Sang Bayi sambil memegangi lengannya mungilnya yang tidak berotot.
“berbeda dengan ‘mahluk lain’ , manusia harus meraih semuanya dengan kerja keras.” Jawaban itu menyiratkan sebuah pesan bahwa Sosok Cahaya tersebut mengetahui identitas Sang Bayi.
“siapa kau sebenarnya?.” Sang Bayi mulai waspada, pandangan matanya menajam.
“kau tidak perlu tahu siapa aku, dan kau tidak usah waspada, tidak ada yang bisa kau lakukan padaku dengan tubuh itu.” kata Sosok Cahaya tersebut.
“aku tahu tujuanmu, maka dari itu lakukan saja dengan baik tanpa mempertanyakannya lagi.” setelah memberikan jawaban itu Sosok Cahaya tersebut menghilang tanpa jejak, membuat Sang Bayi semakin kesal, tanpa sadar dia mengumpat.
“bangs*at, dia pergi begitu saja, aku sudah meremukkannya jika aku berada dalam tubuhku yang lama.” ucapnya dengan nada dingin.
Ia yang merasa kesal mencoba meraih kembali ketenangannya kembali.
ia menghela napas Ia membatin “huft apa boleh buat, jika dipikir – pikir ini tidak ada apa – apanya, bahkan ini jutaan kali lebih mudah daripada menguasai dunia.”
“karena menguasai dunia adalah sesuatu yang membosankan, berada ditubuh ini tidak buruk juga.” lanjutnya dalam batin.
optimitisme yang dia miliki membuat ia mulai merasa tenang, terlihat dengan senyuman di wajahnya, rasa kesalnya perlahan memudar, urat di dahinya pun tidak lagi muncul.
Ketika Sang Bayi masih terus sibuk dengan apa yang ada dalam pikirannya, Hong Cheung terus memperhatikan perubahan raut wajah Sang Bayi, pada akhirnya Hong Cheung melihatnya tersenyum.
Berbeda dengan senyuman yang ditunjukkan bayi pada umumnya, senyuman yang ditunjukkan Sang Bayi malah membuat Hong Cheung merinding, senyuman itu bagaikan senyuman seorang psikopat.
dia menelan ludahnya, dengan raut wajah tegang Hong Cheung membatin “untuk pertama kali dalam hidupku aku tidak merasa gemas melihat senyuman bayi.”
“hey kakek.” ucapan Sang Bayi membuyarkan pikiran Hong Cheung.
“i- iya, ke- ke – kenapa ?.” jawab Hong Cheung.
“cih ada apa dengannnya.” batin Sang Bayi melihat Hong Cheung yang berbicara dengan terbata-bata.
“siapa nama anda?.” Tanya Sang Bayi.
“na- namaku Hong Cheung.” jawab Hong Cheung masih terbata – bata, ia membatin “padahal aku ribuan kali lebih kuat darinya, namun mengapa setiap kata yang dia ucapkan mengandung aura yang penuh intimidasi.”
“baiklah aku akan memanggilmu guru.” perkataaan Sang Bayi berhasil membuat Hong Cheung sekali lagi sibuk dengan pikirannya, dipanggil guru adalah hal yang benar – benar diluar dugaan.
“kalau begitu. guru, bisa kau beritahu namaku?.” Tanya Sang Bayi.
“walaupun dengan suara serak layaknnya pria dewasa dan aura intimidasi yang ia keluarkan, ia tetap menjunjung rasa hormat kepada yang lebih tua.” setidaknya itu yang dipikirkan Hong Cheung.
namun bukan maksud Sang Bayi menghormatinya “aku tidak boleh gegabah, dia lebih kuat dariku.” batin Sang Bayi.
ia hanya ingin berada pada zona aman, karena sangat minim informasi terkait di mana dan di era apa dia sekarang.
dia juga sadar dengan tubuhnya yang sekarang mustahil baginya untuk bertahan hidup tanpa bantuan orang lain, dan saat ini Hong Cheung satu – satunya orang yang dapat ia andalkan untuk membantunya.
“aku lihat ada sebuah kertas yang ditinggalkan orang tua mu, disitu tertulis ‘Wei’ dan margamu adalah ‘Liang’ .“ ucap Hong Cheung.
“Wei itu berarti ke-agungan, nama yang tidak buruk. Lalu dimana kedua orang tua ku, guru? .“ Tanya Liang Wei.
Pertanyaan yang di berikan Liang Wei membuat Hong Cheung tiba – tiba menunjukkan raut wajah sedih.
ia kembali menyalahkan dirinya yang terlambat menyelamatkan nyawa kedua orang tua Liang Wei.
cepat tanggap Liang Wei membaca maksud dari raut wajah yang ditunjukkan Hong Cheung.
“apa mereka telah tiada?. ” Tanya Liang Wei.
“benar, mereka terbunuh beberapa jam yang lalu.” ucap Hong Cheung, ia memberikan jeda pada perkataanya dengan menghela napas panjang.
“hufttt”
Kemudian ia melanjutkan perkataannya dengan wajah yang lesu.
”andai saja aku datang beberapa menit lebih awal tentu mereka masihlah hidup, ini semua adalah kesalahanku.”
“guru, walaupun aku sedikit bersedih karena mengetahui kedua orang tua ku telah tiada, aku tidak akan menyalahkan guru, itu bukan kesalahan guru, itu semua adalah takdir.” ucap Liang Wei menghibur Hong Cheung.
Liang Wei membuat raut wajah sedih yang menunjukkan bahwa ia merasakan kesedihan yang sama dengan Hong Cheung.
Namun tanpa diketahui Hong Cheung, Liang Wei tersenyum dalam hati dan membatin “hahaha aku harus menunjukkan wajah tersedih agar manusia bodoh ini terharu, dengan begitu aku bisa membuatnya menjadi budakku.”
Sedikit tersenyum Hong Cheung mendengar ucapan Liang Wei, sejujurnya ia merasa sedikit terhibur dengan ucapan Liang Wei, tapi tetap saja ia merasa bersalah.
“terima kasih, untuk menebus kesalahanku, aku bersumpah akan melatihmu sampai kau benar – benar kuat .” ucap Hong Cheung.
Dalam batin Liang Wei “hahaha bagus, dia semakin merasa bersalah, tinggal langkah terakhir, aku yakin perkataanku selanjutnya akan membuat dia tunduk.”
“guru, karena aku tidak lagi memiliki orang tua, bisakah aku menganggapmu sebagai ayahku?.”
Ucapan tersebut nyatanya membuat Hong Cheung mengeluarkan air matanya dengan deras.
Hong Cheung reflek memeluk tubuh mungil Liang Wei, dia menangis sejadi – jadinya, ia benar – benar terharu dengan ucapan yang keluar dari mulut kecil Liang Wei.
“anakku.” menangis bahagia Hong Cheung mengucapkannya.
Mendengar ucapan Hong Cheung, Liang Wei tersenyum dalam hati karena rencananya berhasil, ia membatin “hahaha benar – benar mudah, hati manusia memang lemah, ini bahkan ratusan juta kali lebih mudah daripada menguasai dunia.”
“aku memang sudah bosan berbuat jahat, dulu aku selalu berbuat jahat secara terang - terangan, itu adalah sifat alami siluman."
"namun sekarang, menurutku tidak apa – apa sekali – sekali berbuat jahat dibalik tingkah malaikat. aku hanya bertindak sesuai sifat alami manusia.” batin Liang Wei.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Arsyad Altaf Ibrahim
bagus cerita nya, semangat thor
2021-10-19
1
Sukma Langit
up up up 👍
2021-09-16
0