Seharian di kantor membuat Raka kelelahan. Dia selalu melirik jam di tangannya, berharap waktu cepat berlalu.
"Ok, waktunya pulang kantor." Raka membereskan file di atas meja, lalu beranjak pergi.
"Raka!" suara seorang gadis memanggil namanya. Raka seketika memalingkan wajah, mencari sumber suara itu.
"Raka! Tunggu!" seorang gadis bernama Marcela datang menghampiri Raka.
"Ada apa, Bu?" tanya Raka dengan sopan, menghargai Marsela sebagai kepala divisi personalia.
"Kamu mau pulang ya!" tanya Marsela mulai berusaha mendekati Raka.
"Iya, Bu. Sekarang sudah waktunya pulang kantor," jelas Raka dengan santai.
"Pulang bareng, yuk!"
"Saya bawa motor, Bu." Raka menunjukkan kunci di tangannya.
"Hmmm ... Gimana kalau kita makan dulu." Marsela masih kekeh ingin terus bisa meluluhkan hati Raka. Sejujurnya Marsela sudah mulai menyukai Raka sejak awal dia masuk kantor.
"Gimana, Bu ya ..." Raka menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu.
"Ayolah. Saya yang traktir kamu." Marcela mulai membujuk Raka. Suaranya terdengar sangat lembut, ditambah lagi dengan tatapan genitnya itu, jika di hadapanya saat ini lelaki lain, mungkin langsung akan menerima ajakan Marsela tanpa berpikir panjang.
Raka melihat Marsela dari atas sampai ke bawah. Penampilan seksi membuat Raka ilfeel dan geleng-gelang kepala.
"Hmmm... Apa sebenarnya mau wanita ini?" Raka mulai mencurigai.
"Hello! Kamu kenapa bengong?" Marsela melambai-lambai tangan di depan mata Raka membuat lamunannya buyar.
"Iya, kenapa, Bu?"
"Saya ajak kamu makan, kamu mau dong?" Marsela memaksa.
"Ta—tapi ..." Raka berusaha menolak tapi Marsela tetap kekeh ingin mengajaknya makan.
"Sekarang kamu ikut saya aja!" Marsela menarik paksa lengan Raka.
"Tapi, Bu!"
"Nggak pakai tapi-tapian. Sekarang kamu ikut saya makan," ucap Marsela dengan nada paksa.
Mata Raka celingukan, rasanya sangat malu saat beberapa karyawan melihat dirinya diseret oleh Marsela.
"Ok. Saya ikut makan dengan, Ibu. Tapi tolong lepaskan tangan saya. Malu dilihat orang, Bu," tegas Raka memberi pengertian sembari melirik sekililing kantor.
"Ok. Sorry!" Marsela langsung melepaskan tangannya.
"Terima kasih, Bu." Raka berusaha bersikap seperti biasa.
"Yuk!" Marsela mengajak Raka kembali berjalan.
Tiba di parkiran, Raka berjalan untuk mengambil motornya, tiba-tiba Marsela menghentikannya.
"Kamu mau kemana?"
"Mau ambil motor di ujung sana." Dengan polosnya Raka menunjukkan ke arah motornya itu.
"Nggak usah. Kamu ikut saya pakai mobil aja. Nanti setelah selesai makan, saya antar kamu kesini lagi untuk ambil motormu itu," sahut Marsela.
"Nggak enak Bu dilihat sama orang kantor. Apalagi saya baru di sini, dan Ibu itu atasan saya. Apa kata orang-orang Bu kalau saya naik mobil Ibu," jelas Raka berusaha memberi pengertian. Ia kehabisan akal untuk tidak terlalu dekat dengan Marsela, sehingga berbagai alasan ia cari untuk meyakinkan Marsela.
"Nggak apa-apa. Kamu nggak usah hiraukan omongan orang. Mereka semua memang suka bergosip." Marsela terus membujuk Raka.
"Tapi tetap saja. Euuu ... Gimana kalau untuk sekarang kita jalan masing-masing aja dulu, nanti sebulan kemudian baru deh saya bisa ikut bareng Ibu, jadi nggak terlalu bikin syok orang-orang di kantor." Raka mulai meyakinkannya kembali.
"Hmmm. Ok deh." Marsela menganggukkan kepalanya.
Mereka masing-masing berjalan ke arah kendaraan mereka.
"Heran deh, kenapa jadi cewek nggak ada malu-malunya, baru aja kenalan langsung ngajak makan," gerutu Raka sembari membawa motornya.
Marsela tersenyum sumringah saat melihat Raka dari kaca mobilnya.
"Meskipun kamu itu bawahan aku, tapi kamu harus jadi pacarku. Siapa suruh kamu terlalu tampan."
Kini mereka tiba di sebuah restoran, Marsela membuka seatbelt-nya lalu buru-buru keluar dari mobil untuk menghampiri Raka.
Raka merasa geli dengan sikap Marsela ia dengan malas langsung membuka helmnya.
"Yuk kita masuk!" Marsela lagi-lagi menarik paksa lengan Raka.
"Ini cewek apa-apaan sih?"
Raka berdecak kesal sembari berusaha melepaskan tangan Marsela. Tapi usahanya itu gagal karena Marsela terus menarik lengan Raka hingga masuk ke dalam restoran.
Marsela menuntun Raka duduk di sampingnya. Raka hanya bisa pasrah dan menurutinya.
"Bu! Pak! Silakan!" Pelayan menyerahkan daftar menu.
"Disini kamu bebas mau makan apa saja. Pilihlah sesuka hatimu, dan jangan malu!" ucap Marsela penuh semangat.
"Terima kasih. Tapi saya pesan honey bee latte saja," ucap Raka tanpa membuka daftar menu.
"Minuman aja? Makanannya juga dong!" sahut Marsela penuh pengertian.
"Nggak usah, Bu. Minuman saja sudah cukup," tolaknya lembut.
"Mbak! Tolong bawakan makanan dan minuman terbaik di restoran ini ya!" titah Marsela menatap pelayan tersebut.
"Baik, Bu." pelayan tersebut menganggukkan kepala, ia mengambil kembali daftar menunya, lalu beranjak pergi.
"Apa ini nggak terlalu berlebihan, Bu?" protes Raka.
"Jangan panggil saya, Bu! Panggil saya Marsela ataupun Sela saja," kata Marsela berdalih, ia tidak ingin membahas makanan lagi, karena jika mereka hanya memesan minuman saja, otomatis waktu Marsela dengan Raka hanya sebentar dan Marsela sama sekali tidak menginginkan itu.
"Tapi Ibu atasan saya," keluh Raka.
"Atasan di kantor, di luar kantor kita sama, nggak usah terlalu formal," tegas Marsela.
"Gila ni cewek. Bikin ribet gue aja."
Raka mulai memijat pelipisnya.
"Oh ya, kamu tinggal dimana?"
"Euu ... Saya ngontrak di dekat sini, Bu. Eh Sela maksud saya," jawab Raka terbata-bata saat memberitahu alamat rumahnya.
"Kamu asli orang Jakarta?" Marsela mulai mengintrogasi Raka.
"Bukan, saya dari Bandung. Saya merantau ke sini. Kebetulan perusahaan Irsyad holding membuka lowongan kerja, yah saya daftar dan Alhamdulillah saya di terima," jelas Raka berusaha membuat Marsela percaya dengan ucapannya itu.
"Hmmm ... Saya sempat melihat sekilas cv kamu dan kamu salah satu lulusan terbaik disalah satu universitas di sini, dan wajar jika perusahaan menerima kamu sebagai karyawannya." Marsela salut dengan Raka
"Hfftt ... Dia nggak tau kalau cv itu semuanya palsu. Termasuk nama gue juga palsu yang seharusnya Raka Irsyad malah gue palsuin jadi Raka Setiawan. Tapi nggak apa-apa deh, biarin semua orang yang taunya gue itu Raka Setiawan, seorang anak kampung yang miskin, bukannya Raka Irsyad anak dari seorang pemilik perusahaan Irsyad holding."
Raka tersenyum kecil.
Pelayan datang membawakan makan dan minuman, hingga memenuhi meja.
"Mari kita makan!" Marsela mengambil sendoknya dan mulai mencicipi makanannya.
Raka menganggukkan kepalanya dan juga mencicipi makanan itu.
"Enak bukan?" tanya Marsela di sela makannya.
Raka tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Drrrtttt.... Drrrrtttt...
Raka meletakkan sendok, lalu buru-buru mengambil ponsel di sakunya.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaiukumsalam."
"Nak! Kenapa belum sampai ke rumah?" Talita mulai khawatir pada Raka yang belum pulang.
"Iya. Raka pulang sekarang juga."
"Baik. Cepat ya! Sebentar lagi kita harus shalat magrib berjamaah," titah Talita.
"Iya. Raka pulang sekarang."
Palingan berakhir, ia langsung memasukkan ponselnya kembali ke dalam sakunya.
"Sela! Saya harus segera pulang"
"Kenapa terburu-buru? Makanan aja belum habis," sahut Marsela melihat makanan dalam piring Raka masih banyak.
"Saya ada urusan mendadak. Saya harus pulang."
"Baiklah kalau gitu. See you tomorrow." Marsela menganggukkan kepala sembari tersenyum.
"Duluan, ya" Raka beranjak bangun dari duduknya, lalu pergi meninggalkan Marsela.
Marsela menatap punggung Raka sampai tidak terlihat lagi.
"You look so handsome" lirih Marsela tersenyum sumringah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Masiah Firman
hiiiiii cewek agresif
2021-04-10
1
KomaLia
gila cewe gatel agresif calon jalang niih
2021-04-09
1
Aryashasfa
maaf ya Thor......👃👃👃
2021-03-20
0