**Kevin Pov's**
"Turunkan tanganmu dari wajahku." Bentakku pada gadis yang kini sudah duduk di atas pangkuanku. Aku sudah meniduri banyak wanita termasuk sekertarisku yang kini sedang mengankang di atas pangkuanku, namun aku tidak akan pernah mengizinkan wanita-wanita yang tidak aku inginkan ini menyentuh bagian tubuhku.
Diandra menurunkan tangannya dengan perlahan dari wajahku. Tanganku mulai menjamah bagian tubuhnya di dalam ruang kerjaku, seperti biasa sering aku lakukan. Cumbuan-cumbuan kasar kini mulau mendarat di atas dada dengan kancing kemeja yang sudah terlepas.
Brakkkk....
Pintu ruangan yang terbuat dari kayu mahal menghantam dinding, bunyi keras menggema di seluruh ruangan hingga membuat gadis yang sedang duduk di pangkuanku seketika berdiri bersamaan dengan bunyi kamera dari ponsel milik gadis yang kini sedang menyandarkan tubuhnya di pintu ruanganku.
Aku menutup mataku lalu menyandarkan kepalaku di sofa tempatku duduk. Aku tahu siapa yang berkunjung hari ini ke perusahaanku. Sudah hampir dua bulan ini saat jam makan siang, gadis yang berusaha aku lupakan akan selalu mengunjungi ruanganku.
Aku sengaja melakukan hal menjijikan ini di dalam ruanganku, sama seperti biasanya berharap gadis yang masih terlihat tenang itu jengah dengan sikapku padanya dan menjauh dari hidupku seperti beberapa tahun terakhir ini.
Berbagai kata umpatan juga makian meluncur dari mulutnya hingga tamparan berhasil dia daratkan di pipi sekertarisku.
Aku diam saja, berusaha untuk tidak persuli dengan apa yang sedang terjadi di dalam ruanganku.
Hingga akhirnya teriakan histeris dari sekertarisku mengejutkanku. Gadis bar-bar favoritmu dulu sudah menjambak rambut Diandra tanpa belas kasih. Tendangan bersamaan dengan caci dan makian terus dia lancarkan pada tubuh Diandra.
"Lepaskan dia." Ucapku namun belum beranjak dari sofa.
Aku terkejut saat melihat gadis yang masih memenuhi seluruh rongga dadaku semakin menggila. Gadis itu sama sekali todak perduli dengan kata-kataku, bahkan kini tubuh Diandra sudah membungkuk menahan tarikan di rambutnya yang sudah melilit di tangan calon istriku.
"Lepaskan dia.." Ujarku lagi sambil memeluknya dan menarik tubuh mungil itu masuk ke adalam ruanganku. Pintu ruangan kembali ku tutup menggunakan kaki panjangku.
Makian dan pukulan kini sudah mengarah padaku, sepatu dengan tumit yang tajam sudah menghantam di beberapa bagian tubuhku.
"Hemtikan Flora." Ujarku. Nama yang sudah lama tidak lagi ku sebutkan dengan bibirku kini kembali terdengar. Sungguh tubuhku sudah terasa sakit karen hantaman keras dari sepatunya. Bahkan kini tubuhku sudah terlentang di atas sofa akibat kemurkaannya.
"Flora sakit." Ucapku lagi lalu menangkap pergelangan tangannya dan menarik tubuh mungil itu hingga terjatuh di atas tubuhku. Beberapa saat aku menikmati wangi tubuh yang selalu aky rindukan. Puncak kepalanya aku hirup dalam- dalam.
Cacian dan makian masih meluncur dari bibirnya yang ingin sekali aku bungkam dengan bibirku, namun aku masih belum memiliki keberanian hingga ke titik itu.
Bebrapa saat dia terdiam, kata-kata kasar yang sedari tadi terus meluncur dari mulutnya sudah tidak lagi terdengar. Tersisa bunyi detakan jantung dari tubuh kami berdua yang terdengar jelas saling bersahutan.
tess... tess...
Tetasan air mara terasa menembus kemeja bagian dadaku, dia menangis. Gadis yang selalu ceria dengan sifat bar-barnya dulu, kini mulai meneteskan air matanya hingga menembus kemeja yang membalut tubuhku. Hatiku semakin menggila, ingin rasanya ku rengkuh tubuh mungil yang masih berada di atas tubuhku ini. Namun kekecewaan karena dia menjauh kembali menahanku. Ingin sekali mengucapkan kata maaf karena melukainya dengan sikapku ini, namun ego maaih menahanku.
Perlahan aku renggankan genggaman tanganku di pergelangan tangannya, dan gadis yang masih menjadi pemilik seluruh hatiku ini, segera bangkit dari atas tubuhku dan berjalan menuju pintu keluar tanpa menoleh lagi padaku.
Hari ini dia terlihat berbeda dari dua bulan ini. Biasanya dia tidak akan perduli pada apapun yang dia temui di dalam ruangan kerjaku, namun hari ini dia tiba-tiba menggila. Bahkan kini Diandra sudah terduduk di atas lantai di depan pintu ruanganku dengan tubuh mengenaskan.
Tubuh mungil yang selalu aku rengkuh dulu kini berhenti di hadapan sekertarisku yang masih terduduk di lantai dengan air mata yamg meluncur di pipinya.
Beberapa kalimat ancaman sudah terdengar kembali dari mulut Flora, bahkan ada yang tertuju padaku, lalu ku lihat dia kembali melangkahkan kakinya tanpa menoleh lagi kearahku.
Yah gadis itu sudah tidak bisa lagi menahan amarahnya karena perlakuanku padanya. Aku tersenyum miris, mungkin hari ini adalah batas dari kesabarannya stelah hampir dua bulan ini sering mendapatiku bercumbu dengan berganti wanita di dalam ruangan ini.
Tubuhku masih terlentang di atas sofa, rasa sakit masih terasa di beberapa bagian tubuhku karena hantaman sepatu milik calon istrik itu dan mungkin saja sudah terdapat memar di sana.
"Kevin...
"Kemasi barangmu, aku akan segera mengirimkan uang ke rekening pribadimu." Ucapku cepat tanpa melihat pada Diandra yang sudah berdiri di pintu masuk ruangan.
"Aku tidak ingin berhenti." Jawab Diandra.
"Aku tidak lagi membutuhkanmu, kemasi barangmu lalu keluar dari ruangan ini." ucapku tegas.
"Aku mencintaimu Kevin." Ucapnya. Aku sudah menebak hal ini, namun aku sama sekali tidak perduli. Bukankah dia tahu jika hubungan kami hanyalah salaing menguntungkan satu sama lain. Tidak ada yang special dalam hubungan ranjang yang sudah beberapa kali kami lakukan. Bukan hanya dengannya, aku sering melakukan dengan beberapa gadis malam yang sering di persembahkan sebagai hadiah oleh klien ku.
"Tapi tidak denganku, aku memakai tubuhmu tidak gratis. Aku membayar mahal atas semua jasamu jadi aku tidak berkewajiban untuk mempertimbangkan perasaanmu. Keluar dari ruanganku sekarang juga sebelum aku meminta petugas keamanan yang menyertmu." Ucapku sambil menatap tajam ke arahnya yang sudah berkinangan air mata.
Tanpa mengatakan apapun lagi, Diandra segera membalik tubuhnya lalu keluar dari dalam ruanganku. Aku tahu dia terluka, namun aku harua menegaskan, tidak ada yang bisa di harapkan dari hubungan kami.
Aku masih tergeletak di atas sofa yang ada di dalam ruanganku. Wajah Flora kembali melintas di pelupuk mata dan kembali membuatku berdesir. Entahlah apa yang membuatku begitu sulit melupakannya, bahkan kekecewaan yang menumpuk di dalam hatiku tidak bisa membuat namanya pergi.
Mataku perlahan kembali tertutup rapat, tanganku menyentuh bagian kemeja yang basah dengan air matanya tadi. Aku menarik nafasku dalam, menghirup wangi tubuhnya yang melekat di kemeja yang aku kenakan.
Selama hampir dua bulan setelah pertunangan kami, baru hari ini kami bisa sedekat itu. Bahkan selama tiga tahun ini, aku tidak lagi menyebutkan namanya dalam keadaan apapun dan selalu menghindari pembahasan tentangnya, namun tetap saja terlalu sulit bagiku membuat gadis itu benar-benar pergi dari dalam hidupku.
Lupakan, berapa kali kata ini keluar dari mulutku namun sama sekali tidak pernah di realisasikan dengan baik oleh hatiku. Semua yang ada di dalam sini masih miliknya.
Flora, gadis kecil dengan cadel khasnya masih menjadi satu-satunya gadis yang mengisi relung hati terdalamku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Dwi Rahayu
lain dimulut lain dihati apa yang kamu rasakan kevin
2022-04-28
1
Shinta Kristina
cinta model apaan ini kevin
2022-02-25
0
Hari Kusumaningdiah
kevin kelaut aj ...jijay gonta ganti niduri jalang😠😠
2022-01-18
0