Emergency Love, Flora

Emergency Love, Flora

Flora Bramantyo

EMERGENCY LOVE, FLORA

Semua impianku menjadi kenyataan. Cita-citaku tercapai dan kini laki-laki yang sangat aku impikan sedang menyematkan cincin berlian di jemariku.

Namun bukan keadaan seperti ini yang aku inginkan, bukan wajah datar tanpa ekspresi yang terlihat dingin saat menatap kearah ku sekarang yang ingin aku temui malam ini.

Aku ingin Kevin ku yang dulu. Yang aku inginkan laki-laki yang terus mengikuti ku dulu dengan posesifnya.

Kevin Alexander yang selalu menatapku dengan sayang, aku ingin laki-laki itu kembali.

***Flora Pov's***

Brakkk....

Aku mendorong pintu ruangan dengan sekuat tenaga yang aku punya. Bunyi pintu yang menghantam dinding ruangan itu dan seketika menghentikan aktivitas panas di atas sofa yang ada di dalam ruangan mewah milik calon suamiku. Hatiku kembali meringis perih, laki-laki yang selalu aku impikan untuk untuk bisa menghabiskan waktu bersama kini sedang menikmati tubuh orang lain di dalam ruangannya tepat di hadapanku.

Sebulan yang lalu kami resmi bertunangan, setelah spesialis Bedah yang aku impikan telah aku selesaikan. Aku segera di minta papi untuk pulang dan pertunangan kami pun tidak bisa lagi aku hindari.

Aku menghindarinya selama hampir tiga tahun, bukan karena aku sudah tidak lagi mencintainya namun hubungan persahabatan kami yang di bangun sejak kecil sudah mendingin saat dia memilih untuk menetap di Bali dan memimpin perusahaan keluarga di banding ikut bersamaku untuk meraih mimpi kami bersama.

Aku kecewa padanya, dan kini aku kembali di hadapkan dengan keadaan yang semakin membuat hatiku sakit.

cekrek.... cekrek...

Bunyi kamera dari ponsel dengan harga puluhan juta milikku kini ikut mengabadikan pemandangan menjijikan yang ada di hadapanku.

"Dasar pelacur murahan." Ujar ku sinis. Berusaha tetap terlihat tenang seperti biasanya. Tubuh ramping ku yang masih terbalut stelan kerja juga jas dokter kesayanganku, kini sedang bersandar di pintu ruangan sambil menatap tajam pada sekertaris calon suamiku yang sedang merapikan rok mininya yang sudah terlihat acak-acakan karena ulah laki-laki sialan yang masih berlabuh di relung hati terdalam ku.

Kedua tanganku terlipat di dada, mungkin saja saat ini aku terlihat sama sekali tidak terluka dengan pemandangan yang kembali aku dapati hari ini. Namun, sungguh meskipun pemandangan seperti ini sudah sering kali aku temukan di dalam ruangan ini, tetap saja hatiku terasa di remas kuat.

Laki-laki yang dulunya begitu sangat menyayangiku, kini sudah berubah. Tidak ada lagi tatapan hangat yang selalu tertuju padaku seperti saat kami masih kecil hingga kuliah dulu.

Semuanya berubah saat laki-laki ini memilih untuk memimpin perusahaan di bandingkan melanjutkan cita-cita yang sudah sejak kecil kami rencanakan.

"Bereskan barang mu hari ini, dan jangan pernah menginjakkan kakimu lagi di perusahaan ini." Ucapku dingin. Gadis yang baru saja bercumbu dengan calon suamiku seketika menghentikan langkahnya lalu membalik tubuhnya menatap ke arahku.

Lalu mengalihkan tatapannya pada Kevin yang masih berada di sofa di dalam ruangan, laki-laki itu hanya menutup matanya sambil menyandarkan kepalanya di sandaran sofa tanpa memperdulikan kemarahan ku.

"Lakukan sekarang juga sebelum kesabaran ku habis dan memukulmu disini." Ucapku lagi saat melihat Diandra yang terdiam dan hanya menatap ke arah Kevin yang sama sekali tidak terpengaruh dengan kejadian di hadapannya.

"Ini perusahaan Kevin, jadi aku tidak akan berhenti sebelum dia memecat ku." Ucap Diandra tegas sambil menatap lekat ke arahku.

Plakk....

Tamparan kini ku darat kan di pipi mulusnya. Sudah sangat lama tanganku ini terasa gatal karena sudah jarang di gunakan untuk memukul orang lain yang sengaja mengusikku. Dan hari ini sikap bar-bar yang sudah lama terkubur akan kembali bangkit karena dua orang ini.

"Pergilah sebelum aku merontokkan seluruh rambutmu." Ucapku dingin. Sungguh kali ini aku benar-benar tidak bisa lagi menahan amarahku. Sudah berulang kali aku memperingati gadis di hadapanku ini, namun rupanya sekertaris murahan calon suamiku ini sama sekali tidak mengindahkan semua kata-kataku.

"Kevin...." Panggil Diandra pelan sambil memegang pipinya. Namun laki-laki yang ingin dia andalkan sama sekali tidak perduli dengan keadaannya.

"Sepertinya kamu memang ingin di pukul dulu ******, sialan.." Makiku geram.

Tanganku sudah menarik keras rambut Diandra, sungguh hari ini aku akan merontokkan rambut wanita yang masih berani menyentuh Kevin padahal sudah berulang kali aku memperingatinya untuk bekerja dengan profesional.

"Lepaskan dia.." ah laki-laki sialan yang sejak tadi menutup mulutnya rapat, akhirnya terdengar suaranya namun aku sama sekali tidak perduli.

Rambut sebahu milik Diandra sudah terikat di jemariku, juga tendangan demi tendangan dari kakiku yang masih terbalut heels mahal kini sudah bersarang di betisnya hingga meninggalkan memar-memar di sana.

"Jika ingin menjadi pelacur, pergilah mencari mucikari. Apa kamu pikir dengan menyerahkan tubuhmu dia akan berpaling pada gadis rendahan yang sudah di jamah oleh banyak laki-laki seperti dirimu." Cerca ku masih menarik keras rambutnya hingga tubuhnya membungkuk di hadapanku. "Apa bayaran dari petinggi rumah sakit belum cukup untuk membiayai ibumu ha ?" Kata-kata menghina terus meluncur dari mulutku.

"Lepaskan dia.." Kevin memeluk pinggangku lalu menarik ku masuk kedalam ruangannya. Sebelum kevin menendang pintu ruangannya dan tertutup aku sempat melihat gadis seumuran ku itu terduduk lemas di lantai tempat dia berpijak.

"Brengsek, aku akan membunuhmu hari ini juga." Ucapku lagi bersamaan dengan sepatu hak yang aku lepaskan dari kakiku ikut menghantam tubuh Kevin.

Amarahku masih memuncak, hampir dua bulan lamanya aku bersabar. Mengajak gadis itu berbicara dari hati ke hati namun sepertinya dua manusia bejat ini sama sekali tidak memperdulikan perasaanku. Dan kini nikmatilah jika aku sudah mengamuk, akan aku pastikan tidak ada yang bisa menghentikan ku sebelum aku benar-benar puas.

Ringisan demi ringisan yang keluar dari mulut Kevin, namun tidak aku pedulikan, sepatu dengan tumit berapa senti itu sudah menjamah hampir seluruh bagian tubuhnya yang sudah terlentang di atas sofa ruangannya.

"Hentikan Flora." Ucapnya. Selama dua bulan ini kami bersama, aku belum pernah mendengar mulutnya menyebut namaku, dan kini suara itu kembali terdengar di indra pendengaran ku.

"Jangan menyebut namaku dengan mulutmu sialan." Bentak ku masih terus melayangkan heels mahal ku pada tubuhnya.

"Flora sakit.." Keluhnya sambil menahan pergelangan tanganku lalu menariknya dengan kuat. Kini tubuhku sudah menindih tubuh kekarnya, dan membuat jantungku berpacu dengan cepat.

"Sialan." Makiku lagi sambil berusaha melepaskan cengkraman tangannya di pergelangan tanganku, namun cengkraman itu justru semakin keras hingga terasa perih di kulitku.

"Lepaskan tanganku brengsek..." Bentak ku sambil menyentak kan tanganku agar terlepas dari cengkeramannya. "Sialan, brengsek. Aku membencimu dengan seluruh hidupku." Ucapku dan kini air mata yang sering kali tumpah di dalam kamar gelap ku sudah mulai menetes membasahi kemeja yang terbalut di tubuhnya.

Namun laki-laki yang dulunya selalu mengalah denganku ini sama sekali tidak mendengarkan semua yang keluar dari mulutku. Tangannya masih menggenggam erat pergelangan tanganku, hembusan nafasnya yang berat, terasa di puncak kepalaku.

Wajahku tepat berada di dada bidangnya, bunyi detak jantungnya terdengar jelas di telingaku, dan akhirnya membuatku bungkam. Dada bidang ini masih senyaman dulu dan aku sangat merindukannya.

Tangannya terasa merenggang, dan aku segera bangkit dari atas tubuhnya lalu berjalan menuju pintu keluar tanpa melihat ke arahnya lagi.

Gadis yang baru saja aku pukul tadi masih terduduk di atas lantai dengan air mata yang membasahi pakaiannya. Sejujurnya aku begitu prihatin dengan gadis ini, namun dia sudah sangat melebihi batas.

"Aku sudah memberimu kesempatan untuk melakukan pekerjaanmu dengan profesional, namun sepertinya kamu benar-benar sudah menaruh rasa pada calon suamiku, dan berharap laki-laki brengsek itu membalasnya." Ucapku sambil berdiri angkuh di hadapannya. "Kamu begitu bodoh, jika dia benar-benar menginginkanmu dalam hidupnya, dia akan menikahi mu bukan membayar mu setelah dia puas meneyetubuhi mu." Sambung ku menyadarkan gadis yang masih sesegukan dengan penampilan yang sudah acak-acakan di atas lantai.

"Jika sampai aku masih melihatnya disini, akan aku pastikan gambar yang ada di ponselku akan sampai ke tangan opa. Dan aku rasa kamu tahu apa yang akan terjadi berikutnya tanpa aku beritahu." Ucapku pada Kevin namun tubuhku masih membelakanginya. Aku kembali melanjutkan langkahku keluar dari ruangan dengan anggun bersamaan dengan hati dan perasaan yang berkecamuk menahan perih.

Terpopuler

Comments

Dwi Rahayu

Dwi Rahayu

awal yang sangat seru🥰🥰🥰

2022-04-28

1

Hari Kusumaningdiah

Hari Kusumaningdiah

suka ceritanya😍😍

2022-01-18

1

Rofikotul Maula

Rofikotul Maula

langsung sukaaa💕

2021-12-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!