Gilang membanting pintu mobilnya dengan kasar. Ia masih merasa kesal akan ucapan ayahnya tadi. Bisa-bisanya ayahnya mengatakan semua itu kepadanya. meminta dirinya menikah bahkan jika bukan dengan Gisel sekalipun! Mana bisa begitu. Ia dan Gisel telah menjalin hubungan lebih kurang lima tahun. Jika Gisel belum siap untuk menikah, mungkin saja memang ada yang menjadi pertimbangan gadis itu untuk saat ini. Bukan berarti Gisel tidak mencintainya, 'kan?!
"Pak, Pak Gilang! Anda mau ke mana? Anda tidak boleh menyetir sendiri, Pak!" Toni yang melihat Gilang memasuki mobil dan mulai menjalankan mobil itu dengan perlahan segera mengejar mobil yang dikendarai Gilang. Akan tetapi, Gilang seperti tidak memedulikan Toni, padahal ia melihat dari kaca spion bagaimana gigihnya Toni saat mengejarnya.
Di saat yang bersamaan, Pelangi baru saja keluar dari gudang yang letaknya tidak jauh dari gedung utama perkantoran itu. Ia melihat dari kejauhan Toni yang sedang mengejar sebuah mobil. Pelangi segera melambaikan kedua tangannya dan melompat. Berusaha menarik perhatian Toni. Usahanya tidak sia-sia, Toni melihatnya dan pria itu berteriak kepada pelangi.
"Hadang mobil itu. Hadang, hadang!" teriak Toni, karena memang sebentar lagi mobil yang dikendarai Gilang akan melintas di hadapan Pelangi.
Pelangi mengangguk tanda mengerti, lalu segera berlari ke arah mobil yang sedang melaju itu. Tanpa pikir panjang, Pelangi segera melompat ke tengah jalan, tepat saat mobil itu melintas.
"Ya, Tuhan, lindungi aku," gumamnya sambil menutup kedua mata.
Ciiit ....!
Suara decit ban memekakkan telinga, disusul dengan bunyi klakson yang kemudian menarik perhatian semua orang.
"Kamu mau mati, ya?" teriak Gilang yang segera keluar dari dalam mobil.
Pelangi yang menutup kedua matanya sejak tadi segera membuka mata dan mengelus dadanya dengan cepat. "Hai, Malaikat!" Pelangi melambai ke arah Gilang yang masih menatapnya dengan kesal.
Gilang berdecak kesal. "Minggirlah. Jika tidak maka akan aku tabrak!"
"Tunggu, Pak, tunggu!" Toni tiba di depan Gilang tepat waktu. Sebelum pria keras kepala itu kembali masuk ke dalam mobil. Toni terlihat mengatur napas sejenak sebelum mulai berdebat dengan Gilang. "Anda tidak boleh menyetir sendiri, Pak."
"Memangnya kenapa? Pagi tadi aku menyetir sendiri--"
"Itu karena saya tidak tahu dan tidak ada untuk melarang Anda. Jika saya ada, maka Anda harus mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan." Toni memotong ucapan Gilang.
"Peraturan aneh itu?" Gilang tertawa.
"Tetap saja, Pak, Anda harus ingat kejadian setahun yang lalu, saat itu Anda hampir saja kehilangan nyawa karena kecelakaan."
"Itu sudah lama, Toni. Saat itu aku hanya sedang apes. sudahlah, aku ada urusan penting." Gilang kemudian kembali membuka pintu mobil itu, saat bersiap hendak masuk ke dalam mobil tiba-tiba saja Pelangi menghalangi Gilang. Gadis berkacamata itu berdiri di hadapan Gilang dengan kedua tangan yang ia rentangkan.
"Apa lagi sekarang?" keluh Gilang.
Pelangi mengerjap bingung. Sebenarnya ia sendiri tidak tahu apa yang sedang dilakukanya sekarang. Ia hanya tidak ingin Gilang celaka. Saat mendengar perkataan Toni tadi tiba-tiba saja dirinya merasa khawatir. Bagaimana jadinya jika Gilang kembali mengalami kecelakaan. Itulah sebabnya ia memberanikan diri untuk mengadang langkah pria tampan itu.
"Toni bilang Anda jangan menyetir sendiri. Maka aku mohon jangan lakukan." Pelangi berkata dengan gugup.
"Ada apa denganmu? Memangnya kamu itu siapa? Menyingkirlah." Gilang menarik tangan Pelangi agar gadis itu menjauh dari hadapannya, tetapi Pelangi tidak mau kalah. Ia malah berpegangan pada badan mobil Gilang dengan satu tangan, sementara tangan satunya lagi memeluk pinggang pria itu.
"Astaga, apa-apaan kamu ini. Dasar gadis gila," omel Gilang, masih terus menarik tangan Pelangi dari badan mobilnya. "Toni, bantu aku. Apa yang kamu lakukan, hah?" titah Gilang.
Mendengar perkataan Gilang, Toni segera menghampiri Pelangi, tetapi bukannya menarik Pelangi agar menjauh dari mobil, Toni malah membantu gadis itu. Toni berusaha keras menjauhkan tangan Gilang dari pergelangan tangan Pelangi.
Gilang melotot melihat kelakuan Toni dan juga Pelangi. "Kalian sekongkol?"
"Ini demi kebaikan Anda, Pak," ucap Toni, lalu ia beralih menatap Pelangi. "Hai, Kacamata, ayo bantu aku."
"Hah! Iya, iya." Pelangi kemudian membantu Toni. Mereka berdua memaksa Gilang untuk duduk di kursi belakang, agar pria itu tidak lagi keras kepala.
Pelangi yang masih memeluk pinggang Gilang, segera mendorong tubuh pria itu dengan paksa menuju bagian belakang mobil, sementara Toni memegangi tangan Gilang sambil mengarahkan tubuh pria itu agar masuk ke dalam mobil.
Pelangi dan Toni terlihat sangat kompak, bahkan teriakan Gilang tidak menghambat kerjasama di antara mereka. Beberapa karyawan kantor yang melihat kejadian itu sontak tertawa, walaupun ada beberapa di antara mereka yang merasa kasihan kepada Gilang. Tidak sedikit juga yang merasa iri dengan Pelangi. Seorang Office Girl cupu dapat memeluk seorang Direktur tampan. Siapa pun pasti akan merasa iri.
Sementara itu, di kejauhan senyum tersungging dari wajah keriput pun tegas seorang pria tua. Pria itu mengelus dagu saat melihat kejadian yang sekarang tengah menjadi pusat perhatian. "Aku menemukan pengantin wanitanya," gumamnya.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
dewi musnida
wow.... lucu thor, lanjut...... 🥰🥰🥰✊👌
2023-09-04
0
Laila Umami
apa pelangi nikah ma bos y author
2022-06-18
0
Dewaayu Rania
cemungut eaa😂😂😂🤣🤣
2022-04-28
0