Dewi menghempaskan tubuhnya di ranjang, masih tampak di matanya pertemuan siang itu. Masih tidak masuk dalam logikanya, keluarganya dan keluarga dokter Pam makan bersama dengan akrab seolah-oleh sudah lama saling mengenal. Mengapa ia merasa sangat nyaman berkumpul dengan mereka, padahal tidak pernah mengenal dekat. Ia hanya mengenal dokter Pam dan dokter Lea itu pun karena ia pasien mereka, tetapi semua keluarga dokter Pam mengenalnya. Begitu banyak hal yang membingungkan yang tak dapat diterima oleh logikanya.
Di tengah kebingungannya, Dewi terganggu dengan dering HP yang bersuara beberapa kali. Ia melihat siapa yang meneleponnya, tetapi hanya nomor tidak bernama. Ia berpikir keras untuk mencari peluang orang-orang yang akan meneleponnya malam-malam seperti ini tetapi tidak menemukannya. Ia meletakkan HP-nya kembali tanpa menerima panggilannya. Namun Hp itu berdering lagi dan lagi, dengan kesal ia menerima panggilan itu.
“Hallo selamat malam”, sapa Dewi.
“Hallo selamat malam, ini Cinta anak dokter Pam, apakah bisa berbicara dengan tante Dewi?”, kata Cinta. Dewi yang tertegun mendengar suara Cinta hanya membisu. “Tante Dewi, hallo… tante Dewi…”, seru Cinta.
“I…ya Cinta”, Dewi tergagap.
“Tante di mana? Tante baik-baik sajakah?”, tanya Cinta sedikit cemas.
“I..ya, tante di kamar, baik-baik saja”, jawab Dewi.
“Ough syukurlah, lega rasanya. Cinta sangat cemas tadi, tante tidak mengangkat telpon. Lebih cemas lagi saat diangkat tanpa suara”, kata Cinta.
“Maaf, tante tidak terbiasa menerima telepon tanpa nama”, jawab Dewi.
“Ya disimpan dong nomor telepon Cinta, jadi kalau Cinta telepon tante sudah tahu kalau itu dari Cinta”, pinta Cinta sambil merajuk.
“Iya, nanti tante simpan nomornya Cinta. Ohya, kalau boleh tante tahu apa yang membuat Cinta telpon tante malam-malam?”, tanya Dewi setelah hatinya tenang.
“Kangen, Cinta kangen sama tante cantik. He… he… he…, ternyata tante beneran cantik, sama mau ingatkan tante untuk minum obat”, jawab Cinta.
“Iya Cinta, terima kasih sudah diingatkan. Kok Cinta tahu sih, tante belum minum obat dan tahu kalau obatnya harus diminum sebelum tidur?”, tanya Dewi.
“Tidak tahu sih, cuma biasanya setelah dari kamar Cinta, papa biasanya WA tante, mengingatkan untuk minum obat. Lha malam ini papa mendadak ke rumah sakit, tadi ada telepon dari rumah sakit, katanya sakit ada pasien papa yang lagi sakit. Jadi Cinta mau gantiin papa ingatkan tante minum obat”, jawab Cinta.
Dewi tersenyum simpul mendengar jawaban Cinta, “Terima kasih Cinta buat perhatiannya. Tapi dari mana Cinta tahu kalau papa tiap malam mengingatkan tante untuk minum obat?”, tanya Dewi.
“Dari papa tante. Jadi tiap malam itu papa ke kamar Cinta lihat semua tugas yang sudah Cinta kerjakan. Setelah itu menyuruh Cinta tidur cepat, waktu Cinta tanya mengapa, papa bilang begini : Ayo tidur dulu, papa mau ingatkan tante Dewi minum obat; terus Cinta bilang sama papa : Mengapa harus diingatkan setiap malam apa tidak bisa minum sendiri; terus papa jawab : Karena tante Dewi kerjaannya banyak jadi capek terus lupa minum obat; terus aku tanya lagi : Memang kalau lupa minum obat tante jadi sakit gitu: terus papa jawab : Tidak sakit tapi mimpi buruk dikejar hantu”, kata Cinta sambil menirukan suara hantu.
Dewi tertawa terpingkal-pingkal mendengar cerita Cinta, ia tidak menyangka begitu perhatiannya dokter Pam. “Terima kasih Cinta buat ceritanya. Tante akan minum obat sekarang ya biar tidak mimpi buruk”, kata Dewi sambil mengambil obat dan meminumnya. “Sekarang Cinta tidur ya, sudah malam lho! Biar besok Cinta bisa bangun pagi untuk sekolah”, lanjut Dewi.
“Iya tante, selamat malam. Selamat tidur”, kata Cinta.
“Selamat Tidur Cinta”, jawab Dewi sambil menutup telponnya.
Cinta tersenyum bahagia, ia bisa bercerita dengan tante cantik yang sering dibicarakan papa, opa, oma, dan semua orang rumah. Selama ini ia selalu bertanya-tanya siapa yang diperbincangkan mereka dan siang tadi ia dapat bertemu dengannya. Ternyata memang cantik, makanya jadi perhatian semua orang. Cinta berjalan masuk ke kamarnya melalui lorong belakang taman.
“Dari mana?”, tanya dokter Pam melihat anaknya masuk.
“Eh papa, dari taman belakang. Papa kok sudah pulang, cepet sekali”, jawab Cinta.
“Bawa HP buat apa? Telpon siapa?”, tanya dokter Pam sambil meminta Cinta menyerahkan HP-nya.
“Ih papa kepo deh, ya terserah Cinta dong mau telpon siapa?”, jawab Cinta sambil menyembunykan HP-nya di belakang punggungnya.
“Masuk kamar, sudah malam, buruan tidur”, bentak dokter Pam.
“Papa kok marah sih, tidak bisa telpon tante cantik ya”, goda Cinta.
Dokter Pam menghela nafasnya. Gadis kecilnya memang sangat perasa. “Jadi tadi habis telpon tante cantik”, tanya dokter Pam lebih lembut.
“Ia, eh kok papa tahu sih. Tidak asyik, punya papa serba tahu”, kata Cinta sambil masuk kamarnya dan naik ke ranjang.
“Tadi cerita apa sama tante cantik”, lanjut dokter Pam.
“Tidak cerita apa-apa kok, cuma ingatkan untuk minum obat”, jawab Cinta.
“Jadi sudah diingatkan ya, papa masih perlu telpon tante cantik lagi kah?”, tanya dokter Pam sambil menyelimuti Cinta.
“Tidak usah, tadi sudah minum obat kok, suer, Cinta dengar sendiri tante cantik minum obat di telepon tadi”, jawab Cinta sambil memandang papanya.
“Oke Cinta, selamat tidur”, kata dokter Pam sambil mencium kening anaknya.
“Selamat tidur papa”, kata Cinta sambil memejamkan matanya.
Dokter Pam menghidupkan lampu tidur dan memadamkan lampu kamar Cinta. Ia keluar dan menutup pintu kamar Cinta dengan hati-hati. Ia gelisah melihat keberanian Cinta menelepon Dewi. Ia benar-benar tak mengerti apa yang diinginkan anak gadisnya itu. Ia sungguh tak ingin terjadi hal-hal buruk dengan keduanya. Ia berjalan menuju ruang tengah untuk menenangkan dirinya. Ia menghidupkan televisi tanpa melihatnya, ia terus menganti chanel.
“Apa yang meresahkanmu Pam”, tanya ayahnya.
“Cinta Pa, Cinta menelepon Dewi”, jawab dokter Pam.
“Memangnya kenapa kalau Cinta telepon Dewi?”, tanya ayahnya lagi.
“Dari mana dia dapat nomor Dewi?”, tanya dokter Pam penuh selidik.
“Aku yang memberinya. Sejak pulang makan siang dia menanyakan tentang Dewi. Aku tak berani bercerita banyak, itu bukan hakku, hanya kamu yang berhak menceritakan semuanya”, jawab ayahnya.
“Tapi pa itu sangat … “,
“Biarkan Cinta mengenal Dewi dengan caranya sendiri. Anak itu sangat perasa dan cerdas. Biarkan iya mencari jawab atas pertanyaannya”, sahut ayahnya.
“Aku sangat takut”, kata dokter Pam.
“Tak perlu takut, biarkan semua berjalan secara alami. Sekarang tidurlah, besok kamu harus bekerja pagi-pagi”, kata ayahnya.
“Baik pa, aku akan tidur. Papa juga tidur”, kata dokter Pam.
“Iya, aku juga mau tidur. Selamat tidur Pam”, kata ayahnya.
“Selamat tidur pa”, jawab dokter Pam.
Kedua laki-laki itu meninggalkan ruang tengah menuju kamar masing masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments