Episode 2

Dewi mengenal doter Pam atas saran dokter Lea. Dokter Lea adalah dokter tulang yang merawatnya ketika kecelakan. Sejak kecelakaan itu, Dewi sering merasa ketakutan secara tiba-tiba dan pusing tanpa sebab yang jelas. Dokter Lea menganjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter Pam. Dokter Pam adalah psikolog yang handal. Ia juga sepupu dokter Lea.

Selain praktek di rumah sakit saat pagi hari, Dokter Pam juga membuka  praktek di rumahnya di malam dari hari Senin sampai hari Kamis. Untuk pelayanan di rumah, Dokter Pam hanya membatasi tiga sampai empat pasien dan itu pun harus melakukan reservasi dulu.

Dewi turun dari mobilnya dan berjalan ke tempat praktek dokter Pam. Dewi menyusuri koridor dengan santai. Ia merasa mengenal setiap sudut rumah itu, padahal baru dua kali ini Dewi datang berkonsultasi ke rumahnya. Biasanya konsultasi di rumah sakit, bersamaan dengan jadwal kunjung ke dokter Lea. Karena lengan kanannya sudah dinyatakan normal maka konsultasi dengan dokter Lea dihentikan.

Di ujung koridor itu, Dewi melihat Pak Jono, petugas pendaftaran, tersenyum melihat kedatangannya. Dengan ramah Pak Jono menyapa Dewi saat Dewi mendekatinya. “Malam Bu Dewi, sudah di tunggu Pak Dokter. Silahkan masuk saja”.

“Terima kasih Pak. Saya yang terakhir ya?”, tanya Dewi.

“Iya Bu hari ini hanya dua pasien saja”, kata Pak Jono sambil membawa berkas dan membukakan pintu untuk Dewi.

Dewi memasuki ruang praktek dokter Pam dengan perlahan dan tenang. Dewi duduk di sudut sofa dengan rasa nyaman yang sangat sejak pintu itu terbuka.

“Selamat malam Dewi, bagaimana kabarmu hari ini?”, sapa dokter Pam dengan ramah, sambil duduk di kursi dekat sofa.

“Baik dok, hari ini saya cukup nyaman”, jawab Dewi dengan tenang.

“Masih terbangun di tengah malam?” lanjut dokter Pam

“Tidak, beberapa malam terakhir tidur sangat lelap. Terima kasih, obatnya sangat ampuh”, sahut Dewi sambil tersenyum.

“Itu hanya vitamin saja kok, bukan obat tidur. Oh ya, mau minum apa? Teh atau kopi

atau jahe saja untuk menghangatkan tubuh”, tanya dokter Pam.

“Jahe saja, terima kasih”,  jawab Dewi lembut.

“Baiklah, aku akan minta Mbok Inah untuk membuatnya”, sahut dokter Pam segera sambil mengangkat gagang telepon di samping kursinya.

Dokter Pam berbicara dengan seseorang yang diteleponnya, agak lama, namun senyum mengembang di wajahnya. Bahkan tawa ringannya pun terdengar jelas oleh Dewi. Begitu akrab dan hangat pembicaraannya, meski Dewi tidak terlalu mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.

Dokter Pam berdiri lalu mengambil map dari mejanya lalu duduk di tempat semula. Ia membuka mapnya lalu mengulurkan beberapa gambar berukuran setengah folio ke tangan Dewi. Dengan senyum simpul, dokter Pam berkata, “Pilih satu yang menurutmu menarik, dam ceritakan padaku alasannya”.

Dewi menerima gambar-gambar itu dan menimbang-nimbang untuk memilih yang paling menarik hatinya. Cukup lama Dewi mengambil keputusan itu, baginya semua gambar yang ditunjukkan itu menarik hatinya. Bukan hanya bentuknya, tapi juga warnanya sangat menarik. Sampai akhirnya dia memilih satu gambar yang agak berbeda

dengan yang lain.

“Ini, aku pilih ini. Hmm menurutku gambarnya cukup unik. Warnanya tidak terlalu menyolok tapi komposisi bentuknya seperti foto dengan fokus pada bunga, jadi realitas gambar di belakangnya sebagai background saja”, jelas Dewi.

“Hanya itu saja?” tanya dokter Pam.

“Entahlah…, rasanya gambar itu tidak asing bagiku. Seperti de javu, ya… semacam itulah”, jelas Dewi.

Dokter Pam menganggukkan kepala dan mengumpulkan gambar-gambar tadi lalu memasukkannya ke dalam map. Kemudian ia mengambil beberapa gambar lain untuk diberikan kepada Dewi.

“Kalau yang ini bagaimana?, lanjut dokter Pam.

Dewi menerima gambar-gambar itu sambil mengenyitkan dahi, “Maksudnya ini bagaimana ya dok?”

“Ya…. Seperti tadi. Pilih satu yang menurutmu menarik, dam ceritakan padaku alasannya” jawab dokter Pam dengan tenang.

Dewi termangu dan bingung melihat gambar-gambar yang diberikan dokter Pam. Semua nampak sama, tidak ada yang berbeda. Semakin Dewi berusaha memilih, semakin kebingungan melandanya. Dewi mengambil nafas panjang untuk menenangkan pikirannya.

Dokter Pam dan Dewi serentak menoleh ke arah pintu saat pintu diketuk dan mulai terbuka. Mbok Inah datang membawa baki dengan dua gelas, satu gelas berisi jahe hangat dan gelas satunya berisi air lemon hangat, dan sebuah lepek yang berisi irisan gula jawa. Mbok Inah menaruh baki beserta isinya di atas meja sofa, di depan Dewi.

“Silahkan diminum Non, semoga Non Dewi masih suka dengan minuman buatan Mbok Inah”, sapa Mbok Inah dengan pandangan mata berbinar kepada Dewi  sambil mempersilahkannya.

“Iya, terima kasih”, jawab Dewi memandang Mbok Inah dengan heran dan penuh kebingungan. Bagaimana Mbok Inah bisa mengenalnya dan kata-katanya seperti menunjukkan kedekatan mereka.

“Terima kasih Mbok”, kata dokter Pam sambil membukakan pintu untuk memberi isyarat kepada Mbok Inah agar segera keluar dari ruangan itu.

Mbok Inah segera beranjak dari hadapan Dewi menuju pintu keluar. “Masih cantik seperti dulu”, bisik Mbok Inah kepada dokter Pam saat menutup pintu.

“Diminum dulu, mumpung masih hangat”, kata dokter Pam memecah kebingungan Dewi sambil mendekat ke meja tempat minuman itu diletakkan. Dokter Pam mengambil sendok teh untuk mengambil gula jawa di lepek dan memasukkannya ke dalam gelas yang berisi jahe lalu mengaduknya. Selesai mengaduk, dokter Pam meletakkan gelas itu di tangan Dewi dan memaksanya untuk minum.

Setelah Dewi meminum seteguk jahe hangatnya. Raut muka Dewi mulai mengendur perlahan-lahan. Dewi menghabiskan minumannya hingga tetes terakhir. Dewi tampak lebih nyaman dan santai. Dewi meletakkan gelasnya di tempat semula

Melihat Dewi sudah lebih nyaman, dokter Pam melanjutkan sesi yang tertunda. Ia mengingatkan Dewi untuk memilih satu gambar dari beberapa gambar yang diberikannya. Dewi kembali melihat gambar-gambar bunga yang ada di meja, tiba-tiba matanya tertuju pada salah satu gambar yang diberikan dokter Pam. Tampak sekali matanya berbinar dengan senyum yang menghias di wajahnya.

“Ini Dok, ada sesuatu yang menggelitik di sini. Warnanya hanya guratan-guratan tipis, seharusnya warna unggu di mahkotanya lebih tebal supaya warna kuning pada putiknya kelihatan tajam. Dan itu membuat warna bunga ini jadi lebih cantik”, kata Dewi dengan penuh semangat.

Sementara itu dokter Pam hanya mengangguk-angguk dan tersenyum simpul mendengar penjelasan Dewi. Sorot matanya meneduh melihat antusias Dewi menjelaskan gambar yang dipilihnya. Senyampang mendengarkan penjelasan Dewi, dokter Pam mengambil gelas yang berisi air lemon, hanya dipegang saja sampai Dewi selesai bicara. Ia lalu memegang sendok dan mengambil irisan gula jawa lalu memasukkannya ke dalam gelas. Belum sempat diaduk, tiba-tiba Dewi merebut gelas itu dari tangan dokter Pam.

“Jangan, ini tdk enak diminum!”, kata Dewi.

“Dari mana Dewi tahu kalau rasanya tidak enak?”, sahut dokter Pam.

“Entahlah, tapi aku tahu itu pasti tdk enak. Bikin mual”, jelas Dewi dengan sedikit ragu lalu meletakkan gelas itu. “Maaf, aku terlalu defensive”, lanjutnya.

“Tidak apa-apa Dewi, aku tidak terkejut, hanya ingin tahu alasannya. Apakah Dewi pernah meminumnya?”, tanya dokter Pam.

“Mungkin, tapi aku tidak terlalu yakin. Rasanya aku pernah …”

Belum selesai Dewi menjelaskan kepada dokter Pam, tiba-tiba pintu terbuka dan masuklah seorang gadis kecil yang sangat cantik memakai kaos dan celana pendek berwarna biru dengan berlari memeluk dokter Pam dan menciumnya. Kehadirannya diikuti oleh dokter Lea dari belakang sambil menutup pintu.

“Terima kasih Pa, tante udah cerita soal ultahku besok Sabtu”, katanya merajuk.

“Iya sayang, Cinta masuk rumah dulu ya, papa masih ada tamu”, jawab dokter Pam.

“Maaf ko, turun dari mobil Cinta langsung ke sini. Maaf ya Dewi, Cinta udah mengganggu sesi kalian. Ayo Cinta, kita ke kamarmu. Kita coba bajunya dulu, biar dilihat opa dan oma”, kata dokter Lea sambil menggandeng Cinta ke luar ruangan.

“Da…. Papa, da…. Tante cantik. Datang ya ke ultah Cinta besok Sabtu”, kata Cinta di sela-sela langkahnya.

Dewi hanya tersenyum dan tertegun melihat Cinta. Wajah itu tak asing  baginya. Tapi entah siapa yang pernah ia temui sebelumnya. Wajahnya yang oval, rambutnya yang hitam bergelombang, dan senyum menawan yang memperlihatkan lesung pipinya. Entah mengapa, hati Dewi bergolak dan membuatnya kebingungan.

“Dewi…. Dewi….”, sapa dokter Pam.

“Iya”, jawab Dewi tergagap. Ia tersadar dari pemikirannya sendiri.

“Mau dilanjutkan sekarang atau minggu depan?”, tanya dokter Pam.

“Maaf, saya bingung. Tolong dijelaskan lagi!”, jawab Dewi.

“Dewi mau melanjutkan sesinya sekarang atau minggu depan?”, jelas dokter Pam.

“Menurut dokter bagaimana?”, tanya Dewi sedikit bimbang.

“Kalau Dewi masih bersemangat, kita lanjutkan saja. Masih ada waktu sekitar 20 menit lagi. Tapi kalau sudah agak lelah ya kita lanjutkan minggu depan saja”, jelas dokter Pam dengan hati-hati ketika melihat Dewi seperti kebingungan.

Dewi semakin bingung dan tidak dapat menjawab apapun. Wajahnya memucat, Dewi menutup matanya dan tangannya memegang kepalanya yang mulai berdenyut. Dewi merasakan pening yang semakin menajam. Lalu dokter Pam mendekatinya, duduk di depannya. Ia memegang kedua tangan Dewi dan di dekatkan ke wajah dokter Pam. Hal itu membuat Dewi membuka matanya dan berusaha menarik tangannya. Tetapi dokter Pam memegang tangan Dewi dengan erat

“Dewi… sayang, maafkan aku. Sabar ya, nanti sakitnya akan hilang”, bujuk dokter Pam dengan lembut. Dokter Pam terus menatap wajah Dewi yang menahan rasa sakit dengan sedikit cemas. Ia terus memegang tangan Dewi sampai tangan Dewi mulai mengendur. Dan berangsur-angsur rasa sakit yang mendera Dewi mulai menghilang.

“Sebaiknya Dewi pulang sekarang. Aku antar pulang ya”, kata dokter Pam.

“Tidak usah, ada Pak Dar kok”, jawab Dewi singkat.

Dokter Pam merapikan gambar-gambar yang ada di meja dan menatanya kembali ke dalam map. Ia menaruh map itu di atas meja kerjanya lalu menolong Dewi berdiri. Ia memapah Dewi keluar dari ruangan dan mengantarkannya sampai ke mobil.

“Untuk pertemuan berikutnya saya atur dulu ya. Oh ya, obatmu habis malam ini. Besok pagi setelah praktek aku antar ke kantor”, kata dokter Pam saat menutup pintu mobil Dewi. Ia juga berpesan kepada Pak Dar untuk mengantar Dewi sampai depan kamarnya. Dokter Pam menatap kepergian Dewi sampai mobil itu keluar dari gang rumahnya dengan sedikit cemas. Ia masuk ke rumah dengan lunglai.

Terpopuler

Comments

💐Novi_Naira💐

💐Novi_Naira💐

lanjut

2020-09-11

0

Farul Ayang

Farul Ayang

lanjut

2020-09-10

0

Sani D

Sani D

lanjut...

2020-09-09

0

lihat semua
Episodes
1 Episode 1
2 Episode 2
3 Episode 3
4 Episode 4
5 Episode 5
6 Episode 6
7 Episode 7
8 Episode 8
9 Episode 9
10 Episode 10
11 Episode 11
12 Episode 12
13 Episode 13
14 Episode 14
15 Episode 15
16 Episode 16
17 Episode 17
18 Episode 18
19 Episode 19
20 Episode 20
21 Episode 21
22 Episode 22
23 Episode 23
24 Episode 24
25 Episode 25
26 Episode 26
27 Episode 27
28 Episode 28
29 Episode 29
30 Episode 30
31 Episode 31
32 Episode 32
33 Episode 33
34 Episode 34
35 Episode 35
36 Episode 36
37 Episode 37
38 Episode 38
39 Episode 39
40 Episode 40
41 Episode 41
42 Episode 42
43 Episode 43
44 Episode 44
45 Episode 45
46 Episode 46
47 Episode 47
48 Episode 48
49 Episode 49
50 Episode 50
51 Episode 51
52 Episode 52
53 Episode 53
54 Episode 54
55 Episode 55
56 Episode 56
57 Episode 57
58 Episode 58
59 Episode 59
60 Episode 60
61 Episode 61
62 Episode 62
63 Episode 63
64 Episode 64
65 Episode 65
66 Episode 66
67 Episode 67
68 Episode 68
69 Episode 69
70 Episode 70
71 Episode 71
72 Episode 72
73 Episode 73
74 Episode 74
75 Episode 75
76 Episode 76
77 Episode 77
78 Episode 78
79 Episode 79
80 Episode 80
81 Episode 81
82 Episode 82
83 Episode 83
84 Episode 84
85 Episode 85
86 Episode 86
87 Episode 87
88 Episode 88
89 Episode 89
90 Episode 90
91 Episode 91
92 Episode 92
93 Episode 93
94 Episode 94
95 Episode 95
96 Episode 96
97 Episode 97
98 Episode 98
99 Episode 99
100 Episode 100
101 Episode 101
102 Episode 102
103 Episode 103
104 Episode 104
105 Episode 105
106 Episode 106
107 Episode 107
108 Episode 108
109 Episode 109
110 Episode 110
Episodes

Updated 110 Episodes

1
Episode 1
2
Episode 2
3
Episode 3
4
Episode 4
5
Episode 5
6
Episode 6
7
Episode 7
8
Episode 8
9
Episode 9
10
Episode 10
11
Episode 11
12
Episode 12
13
Episode 13
14
Episode 14
15
Episode 15
16
Episode 16
17
Episode 17
18
Episode 18
19
Episode 19
20
Episode 20
21
Episode 21
22
Episode 22
23
Episode 23
24
Episode 24
25
Episode 25
26
Episode 26
27
Episode 27
28
Episode 28
29
Episode 29
30
Episode 30
31
Episode 31
32
Episode 32
33
Episode 33
34
Episode 34
35
Episode 35
36
Episode 36
37
Episode 37
38
Episode 38
39
Episode 39
40
Episode 40
41
Episode 41
42
Episode 42
43
Episode 43
44
Episode 44
45
Episode 45
46
Episode 46
47
Episode 47
48
Episode 48
49
Episode 49
50
Episode 50
51
Episode 51
52
Episode 52
53
Episode 53
54
Episode 54
55
Episode 55
56
Episode 56
57
Episode 57
58
Episode 58
59
Episode 59
60
Episode 60
61
Episode 61
62
Episode 62
63
Episode 63
64
Episode 64
65
Episode 65
66
Episode 66
67
Episode 67
68
Episode 68
69
Episode 69
70
Episode 70
71
Episode 71
72
Episode 72
73
Episode 73
74
Episode 74
75
Episode 75
76
Episode 76
77
Episode 77
78
Episode 78
79
Episode 79
80
Episode 80
81
Episode 81
82
Episode 82
83
Episode 83
84
Episode 84
85
Episode 85
86
Episode 86
87
Episode 87
88
Episode 88
89
Episode 89
90
Episode 90
91
Episode 91
92
Episode 92
93
Episode 93
94
Episode 94
95
Episode 95
96
Episode 96
97
Episode 97
98
Episode 98
99
Episode 99
100
Episode 100
101
Episode 101
102
Episode 102
103
Episode 103
104
Episode 104
105
Episode 105
106
Episode 106
107
Episode 107
108
Episode 108
109
Episode 109
110
Episode 110

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!