Doker Pam menghentikan mobilnya di sebuah rumah makan. Rumah makan itu berbentuk rumah jawa yang sangat besar letaknya dekat dengan rumah sakit tempat ia bekerja. Ia membawa Dewi masuk ke sebuah ruangan yang agak besar yang berisi hanya satu meja panjang dengan banyak kursi.
“Mau ada pertemuan dengan siapa dok kok mejanya besar sekali?”, tanya Dewi.
“Tidak kok, hanya makan bersama beberapa teman. Sebentar lagi mereka datang”, jawab dokter Pam sambil duduk di samping Dewi.
“Tidak apa-apa kalau saya duduk di sini? Tidak mengganggukah?”, tanya Dewi.
“Tidak, hanya makan siang bersama saja”, kata dokter Pam menenangkan Dewi.
Dokter Pam menerima menu makanan yang diberikan pelayan rumah makan itu. Ia meminta Dewi untuk memilih menu makan siang setelah menjelaskan jumlah orang dan kesukaan mereka. Dengan cepat Dewi memilihkan menu makanan dan menyerahkan kepada dokter Pam. Dokter Pam melihat menu pilihan Dewi dan menganggukan kepalanya tanda setuju. Ia pun menyerahkan pesanan makanan itu kepada pelayan dan memintanya untuk segera menyiapkan. Mereka kembali berbincang agak lama, kemudian muncullah tamu pertama yang mereka tunggu.
“Papa”, seru gadis kecil itu berlari mendekati ayahnya. Dokter Pam segera berdiri dan memeluk anak gadisnya. Ia mencium kedua pipi anaknya.
“Maafkan papa tidak sempat menjemputmu sayang, Ini ada Ibu Dewi”, kata dokter Pam sambil memperkenalkan Dewi kepada Cinta, anaknya.
“Halo Ibu Dewi, aku Citra anaknya Papa Pram”, kata Cinta memperkenalkan diri.
“Halo Cinta yang sangat cantik. Tadi dijemput siapa?”, tanya Dewi sambil memandang lekat-lekat wajah Cinta. Wajah yang tampaknya tidak asing baginya. Bibirnya yang penuh, matanya yang bulat, dan rambutnya yang hitam bergelombang sangat indah.
“Cinta dijemput tante Lea. Dia masih di sana”, jawab Cinta sambil menunjuk pintu masuk ke restoran tadi.
“Tidak dengan mama?”, tanya Dewi.
Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya. “Mama masih sakit, kata papa Pam kalau mama sudah sembuh akan pulang ke rumah”, jelas Citra.
“Memang mama di mana?”, tanya Dewi dengan pebuh iba.
Cinta hanya menggeleng dan berlari keluar mencari tantenya. Dewi beranjak mau mengejar Cinta tetapi dicegah oleh dokter Pam. Dokter menjelaskan kalau Cinta terpisah dengan ibunya sejak bayi dan ia tidak pernah melihat mamanya. Dia agak sensitif saat ditanyai tentang ibunya. Dewi merasa tidak enak dengan dokter Pam dan memita maaf atas kelancangannya itu.
Cinta masuk kembali sambil memegang tangan tantenya dan duduk di hadapan dokter Pam dengan menundukkan kepala. Dokter Pam mengelus kepalanya dan mencubit hidungnya. Sedangkan dokter Lea mengalihkan perhatian Dewi yang gelisah melihat Cinta.
“Hai Wi, sudah hilang sakit kepalanya”, tanya dokter Lea.
“Sudah dok, sudah bisa tidur nyenyak juga kok?”, jawab Dewi.
“Diberi apa kok bisa tidur nyenyak?”, tanya dokter Lea. Dewi hanya mengangkat bahunya. Lalu pandangan mata dokter Lea beralih pada dokter Pam, “Kamu beri apa Dewi obat apa sampai tidur nyenyak? Awas ya kalau sampai Dewi ketagihan, aku akan memukul kamu sampai menangis”, ancam dokter Lea sambil menepuk tangan dokter Pam.
Reaksi dokter Pam yang terkejut karena ditepuk oleh dokter Lea, sampai melompat dari tempat duduknya membuat Dewi dan Citra kaget dan tertawa terbahak-bahak. Dokter Pam mengerutkan alisnya sambil mengelus tangannya yang ditepuk tadi.
“Sakit tahu, lihat kamu membuat aku malu di hadapan dua gadis cantikku”, kata dokter Pam. Sebetulnya tangannya tidak sakit, ia melakukan itu supaya suasana cair. Benar saja, mereka semua tertawa semakin keras mendengar protes dokter Pam.
“Hei, ada apa ini sampai tertawa begitu keras”, tegur laki-laki yang berumur lebih dari setengah abad itu. Semua menutup mulutnya dan mata mereka tertuju kepada laki-laki yang membuka suara itu. Mereka terkejut melihat empat orang yang datang itu.
“Opa, Oma”, seru Cinta beranjak dari tempt duduknya dan memeluk keduanya.
“Pa, Ma, Pakdhe, Budhe, silahkan duduk”, kata dokter Pam mempersilahkan mereka duduk. Mereka pun mengambil tempat duduk saling berhadapan. Papa dan Mama dokter Pam duduk di samping Cinta setelah dokter Lea menggeser duduknya. Sedangkan Pakdhe dan Budhe duduk di samping Dewi.
Dewi sedikit kebingungan dengan kehadiran Pakdh dan Budhe bersamaan dengan Papa dan Mama dokter Pam. Budhe melihat kebingungan Dewi dan menjelaskan kalau Mama dokter Pam adalah klien lama Pakdhe. Beliau memang tidak membuka toko, tapi menyalurkan produksi baju batik dalam jumlah besar ke luar Jawa
Tak lama setelah itu pelayan rumah makan menyedikan hidangan yang di pesan. Semua orang melihat hidangan itu dengan senang. Mereka menikmati semua hidangan sampai ludes. Merekapun bercengkrama agak lama setelah selesai makan.
“Nak Pam, biar bapak yang antar Dewi kembali ke kantornya. Sekalian ibunya mau ngobrol sama Dewi, lagi pula ini arah kami pulang”, kata Pakdhe setelah minta pamit.
“Iya Pakdhe, nanti biar Papa dan Mama pulang sama saya”, jawab dokter Pam.
Mereka pun beriringan meninggalkan ruangan itu. Setelah bersalaman, mereka masuk mobil masing-masing dan mengambil jalan pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
💐Novi_Naira💐
lanjut
2020-09-11
0
ikat rambut
semangat
2020-08-17
0