“Ngapain kamu senyum bodoh kayak gitu?” Kalimat yang tidak ramah terucap dari sosok yang melipat tangan di depan dada.
Yuki menolehkan kepala dengan tatapan kosong, seulas senyum tipis terbersit di bibirnya. Bukannya langsung menanggapi kalimat menohok yang membuyarkan lamunan, Yuki justru berjalan gontai, meraih segelas lemon tea penuh bongkahan es batu untuk mendinginkan pikirannya.
“Kenapa kamu manis banget saat pertemuan pertama kita?” Pertanyaan yang terlontar spontan dari bibir Yuki menimbulkan banyak tanda tanya.
“Aku jatuh cinta dari pertama kita bertemu, senyum dan sikap penyayang mu benar-benar membuat jantung ku berdegup kencang.” Lanjut Yuki berucap sambil membayangkan kenangan paling manis bersama sosok yang kini berstatus suaminya.
Merotasi bola matanya malas, ia mengacuhkan istrinya, memilih menatap pemandangan asri di luar yang terpampang nyata. Pintu terbuka yang terhubung dengan balkon memamerkan keindahan alam hijau yang disinari sang senja. “Sebenarnya kamu mau bilang apa?”
“Kenapa kamu berubah?” Tanya Yuki lirih, menatap lekat sosok yang enggan memandangnya.
“Semua orang berubah, kamu ngerti kan?” Kalimat itu terucap santai, namun masih juga tidak ingin menatap Yuki yang tersenyum kaku.
“Entahlah, aku hanya merasa sikap mu benar-benar berbeda.” Ucap Yuki lagi, berjalan ke balkon sambil mengunyah bongkahan kecil es batu dari segelas lemon tea miliknya. Minuman penuh kenangan yang sempat membuat Yuki tersenyum, namun juga memberikan nyeri di dada secara bersamaan.
“Kenapa kamu menikahi aku?” Tanya Yuki tanpa menatap lawan bicaranya.
“Karena aku tau kamu pasti mau nikah sama aku.”
“Kepedean sekali anda.” Cibir Yuki sambil tersenyum jengah.
“Kamu gak bisa menyangkal fakta itu Yuki.” Tersenyum miring, derap langkah terdengar mendekati Yuki, menyibak rambut tergerai yang menutupi telinga, sebuah bisikan halus menorehkan luka baru di hati Yuki.
“Bukannya kamu tipe perempuan yang akan melakukan segala cara agar dekat dengan aku? Aku yakin kamu hanya pura-pura marah dan menolak pernikahan kita. Jangan lupa bahwa kamu adalah perempuan yang pura-pura terluka demi mendapatkan perhatian aku dan tega menyakiti Alia, wanita yang aku cintai!!”
Deg!
Sekali lagi Yuki merasa direndahkan. Dirinya memang seorang istri, sudah bersanding dan diakui semua orang, namun itu hanya sebuah status yang legal.
“Aku gak pernah menyakiti Kak Alia. Salah aku apa sampai tertuduh menyakiti perempuan itu?” Ucap Yuki tenang seakan tidak terusik, beruntung gelas di tangan Yuki kokoh hingga tidak hancur lebur dalam genggamannya menguat.
“Masih menyangkal?”
“Lepas!” Tepis Yuki saat rambutnya dicengkeram erat. Tampak jelas beberapa helai yang patah dan terlilit di jemari kasar tidak bermoral.
“Jangan pernah kamu remas-remas atau bahkan berani jambak rambut ku!!” Dengus Yuki kesal, menatap nyalang suami menyebalkan nya. “Sampo ku gak semahal yang Kak Alia pakai. Aku juga gak pernah ke salon. Jadi jangan buat aku botak sebelum terlalu gila menghadapi sikap kamu yang perlu di kredit!!”
“Bilang aja kamu mau uang aku kan!? Butuh berapa? Apa jangan-jangan dari dulu kamu dekati aku demi uang?” Tuduhnya seenaknya.
“Ck! Kalau aku hanya perlu uang, aku gak akan dekati kamu. Di luar sana banyak sugar daddy yang lebih berduit dari kamu. Gak usah sombong!!” Memberikan tatapan remeh, Yuki mencibir santai sambil mendorong dada bidang sang suami.
‘Uang jajan dari orang tua ku juga lebih dari cukup. Aku aja yang ikutan hemat selama berteman dengan Dimas dan Ara.’ Lanjut Yuki berucap dalam hati. Memang uang jajan Yuki per bulan yang biasanya habis semasa sekolah menjadi terkumpul semenjak dirinya kuliah, semua itu tidak lain imbas dari hidup super perhitungan Dimas dan si irit jajan Ara, bukan pelit.
“Aku kenal siapa Alia, dia wanita terhormat yang gak merendahkan harga dirinya karena terpesona oleh laki-laki. Apa perlu aku carikan bukti kebusukan kamu sekali lagi?” Suara lantang bak portal udara menyekat rongga dada Yuki. Udara yang seakan menggumpal seperti batu mengganjal di tenggorokan enggan terpasok ke dalam paru-paru.
Meski begitu Yuki tetap tegar, memasang tampang acuh dan melengos tanpa menjawab. Membawa langkahnya semakin cepat masuk ke dalam kamar mandi, mengunci pintu rapat agar tidak ada penyusup.
“Kalian memang sudah bersama cukup lama, tapi kamu tetap terbodohi dan buta dengan sikap palsu dia.” Ucap Yuki dengan suara bergetar dan tangan terkepal.
“Berulang kali aku jelaskan juga percuma, aku hanya benalu buat kamu. Tapi kenapa aku tetap sayang sama kamu meski udah sesakit ini?” Akhirnya tubuh Yuki luruh ke lantai, menggigit bibir bawahnya menahan isak tangis, wajah yang berderai air mata tersembunyi di kedua lutut. Yuki mencengkeram kuat betisnya hingga meninggalkan bekas kuku, sesak dan sakit di dalam dirinya tidak bisa dideskripsikan lagi.
Cukup lama Yuki terdiam dalam posisi itu, ia tidak tertidur, hanya butuh menetralkan gemuruh mengusik. Nafas yang sempat tersengal juga mulai berhembus teratur. Mengangkat wajahnya dengan tengkuk yang terasa pegal, Yuki mengusap kasar sisa-sisa air mata di pipi nya, beranjak mengisi air di bathtub.
Sejurus kemudian dahinya mengernyit pada interior dinding kaca yang tampak aneh. Menekan sebuh tombol yang membuatnya penasaran, mata Yuki melotot lebar saat kaca itu menjadi transparan. Terlihat seorang laki-laki berkaos putih merebahkan tubuhnya dengan kaki menggantung dan mata terpejam di ranjang.
“Buat orang songong panas dingin dulu deh. Murahan? Big no!!” Berdialog dengan dirinya sendiri, Yuki kembali menekan tombol ajaib yang membuat kaca itu kembali menggelap. Menatap lekat tidak sabaran pada air di bathtub yang terus bergerak naik, ia buru-buru melucuti pakaiannya.
Ralat, tidak semuanya, Yuki hanya melepas baju atasnya. Menyisakan celana panjang semata kaki dan tank top yang sengaja diturunkan talinya, bersembunyi di bawah tebalnya buih agar terkesan sudah ‘polos’.
Jelas saja masih ada rasa malu yang tersisa saat membayangkan akan mempertontonkan ritual mandinya. Memakai bikini saja Yuki malu, apalagi harus bertingkah tanpa sehelai benang, sudah dipastikan Yuki akan kalah sebelum berperang.
“Kami udah menikah, jadi aku harus berjuang. Ibarat salah makan bakso punya Ara, pedas tapi coba aja dulu. Kalau gak kuat ya udah menyerah dari pada tersiksa. Aku bukan lemah, tapi harus realistis!” Ujar Yuki mantap menyemangati dirinya sendiri.
Jika tidak bisa dengan cara baik-baik dan manis seperti dahulu, maka sekarang Yuki akan bersikap berani dan tidak tau malu. Jika usahanya masih juga menemui kegagalan, maka Yuki bertekad akan memberikan perhatian maksimal dan bersikap acuh setelahnya. Mungkin saja memberi rasa kehilangan bisa membuat dirinya lebih berarti.
“Aku kan istri sah nya.” Terkikik geli, Yuki berucap lirih sambil menenggelamkan dirinya sebatas leher.
Plak.
“Ada istri sah bukan berarti ada istri gak sah. Hati-hati sama mulut mu Yuki!” Entah apa yang Yuki pikirkan, tiba-tiba ia memukul bibirnya. Berbicara seorang diri dengan raut wajah yang terus berubah-ubah secepat kilat.
“Mama buang-buang waktu aja suruh aku honeymoon. Gilanya sampai diancam gak diakui anak kalau berani pesan kamar terpisah.” Gumam seseorang yang rupanya tidak tidur.
“Ini lagi kenapa harus kirim foto setiap ikut paket jalan-jalan yang Mama ambil, udah kayak absen sekolah daring aj-.. Aaaarrgghh..!!!” Memekik histeris hingga terbangun dari posisinya, ia terperanjat mendapati Yuki membasuh lengannya sensual dengan tersenyum penuh arti.
Nyatanya Yuki hampir menyerah karena sosok yang dinantinya tidak juga menoleh ke arah kamar mandi. Beruntung Yuki bukan mie instan yang mungkin sudah mengembang dan memenuhi bathtub karena terlalu lama direndam.
“YAAAA PEREMPUAN GILA!!!” Teriaknya dengan mata melotot tajam.
‘Bodo amat kalang kabut aja sana. Ngatain aku murahan, padahal salahnya sendiri yang sok jual mahal banget!’ Ucap Yuki dalam hati, kembali membasuh lengannya yang berbusa dengan gerakan menggoda.
Yuki tergelak kencang menyaksikan wajah memerah yang berpaling darinya. Tampak semburat malu-malu itu menguasai telinga hingga ke tengkuk belakang sang suami.
“Padahal aku pakai ini.” Gumam Yuki sambil membenarkan posisi tali tank top ke bahunya. Mengambil ancang-ancang mencurigakan di saat sosok yang digoda masih membelakanginya sambil mengibaskan tangan ke wajah. “Nemplok di kaca kayak tokek dulu deh.”
Tok.
Tok.
Ketuk Yuki beberapa kali pada kaca pembatas transparan.
Memutar perlahan kepala nya dengan hati-hati, ia yang ingin melarikan diri justru menangkap penampakan Yuki dari sudut matanya sedang menempel pada kaca sambil menjulurkan lidah mengejek.
“F*CK!!” Terbelalak lebar, seperti kata-kata umpatan akan menjadi makanan harian.
“HAHAHAHAHA..” Tergelak kencang Yuki kembali menenggelamkan tubuhnya pada kehangatan air di bathtub. Kali ini dirinya akan benar-benar membersihkan diri alias mandi sungguhan.
“Sumpah lucu banget suami ku. Kenapa makin ke sini jadi dia yang terkesan dipaksa nikah sama aku? Padahal udah jelas yang mau pernikahan ini dia.”
Gelak tawa kencang, ringan dan riang yang memenuhi kamar mandi tiba-tiba lenyap. Senyum Yuki memudar, berganti ekspresi datar dan tatapan mata kosong. Yuki merebahkan kepala nya putus asa pada kisah rumah tangga yang tidak akan baik-baik saja.
...****************...
*
*
*
Terima kasih sudah menyempatkan waktunya untuk membaca kisah Yuki yang Hana tulis. Ayo kita doakan saja semoga kisah Yuki memiliki happy ending.😗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 192 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ Fiqrie Nafaz Cinta🦂
manis... emang tau ngemut
2023-01-08
1
@Ani Nur Meilan
Keven terus aza menyalahkan Yuki padahal Alia yg sebaik yg kamu kenal
2023-01-08
1
💜⃞⃟𝓛 ⏤͟͟͞R𝐙⃝🦜༄༅⃟𝐐ƙׁׅуα
tebakan benar ternyata saka bukan keven..sungguh di luar ekspektasi
2023-01-08
1