Flashback On.
Beberapa bulan yang lalu.
Rintik hujan yang berubah menjadi guyuran memerangkap 2 anak manusia yang menggigil kedinginan. Mesin dan knalpot motor yang panas tampak berasap tipis, basah kuyup akibat mandi hujan di parkiran terbuka.
JDEERR..!!
“Astaga halakalala!!” Dimas terperanjat, meloncat kecil dan menempelkan tubuh bagian depannya pada dinding dengan mata terpejam. Kilat yang disertai sambaran petir membuat jantungnya berdebar kencang. Beruntung Dimas tidak terjatuh setelah kaki nya sempat sedikit terpleset.
“Hahahaha.. Ngomong apaan kamu Dim??” Mengusap sudut mata yang berair, Yuki terpingkal pada tingkah absurd Dimas. Ia memang sempat terkejut, namun hanya sampai tersentak, berbeda dengan Dimas yang terlihat banyak tingkah.
“Hakalala? Hakakala? Sumpah bikin ngakak, hahaha..” Memukul asal lengan Dimas yang masih membelakangi jalanan, sebelah tangan Yuki memegangi perutnya.
“Gak usah ejek-mengejek deh, aku kaget tadi.” Dengus Dimas kesal, menoyor pelan dahi Yuki.
“Hahaha.. Ya salah mu latah aneh kayak gitu. Aduh, Haha.. Sakit perut ku kebanyakan ketawa.” Kini kedua tangan Yuki sudah memegangi perutnya yang terasa kram. Tertawaan hebohnya pada Dimas yang tanpa rem membuat perut Yuki sedikit mengeras.
“Kapok!!” Ucap Dimas ketus sambil melipat tangannya.
“Jadi gimana ini kita pulangnya? Terobos aja kali ya?” Meredakan tawanya, raut wajah Yuki berubah serius. Memandang jalanan yang basah, bunga-bunga yang menunduk dan dedaunan yang bergoyang tidak jelas akibat terhantam derasnya air dari langit.
Mengusap dagu nya gusar, dahi Dimas ikut berkerut. “Di motor cuma ada satu mantel baju, Ki. Kalau mau terobos kamu aja yang pakai.”
“Besok ada kuis, gila aja kalau aku pakai mantelnya sendiri terus besok kamu gak kuliah gara-gara demam.” Tolak Yuki tidak setuju pada usulan Dimas.
“Ya harus gimana lagi?” Mendesah pasrah dan kebingungan, Dimas mendekap tas ransel yang berpindah gendongan di depan. Hari sudah menjelang malam dan hujan semakin deras diikuti terpaan angin yang cukup kencang.
“Celananya aku pakai, terus bajunya kamu, gimana?” Usul Yuki tiba-tiba dengan mata berbinar. Pikirannya seketika terang benderang layaknya mendapat cahaya senter dari seluruh penjuru.
“Cih..” Dimas berdecih dengan senyum miring. “Pakai jas hujan model apa kita berbagi kayak gitu?”
“Itu baju pakai terbalik, Dim. Jadi nanti aku bisa, tau lah kayak gimana..”
“Paham-paham, ada yang mau modus meluk aku.”
Bugh.
Bersungut sambil mencebik, Yuki masih mengepalkan tangannya hendak memukul Dimas sekali lagi. Sedangkan Dimas dengan santai mengangkat jari simbol perdamaian.
“Maaf ya, gara-gara kejar Ibu ku, kita malah jadi kayak anak ayam kedinginan gini.” Ucap Dimas sambil menatap sendu sepatunya yang sudah basah. Ada rasa sesak di dada yang tiba-tiba membuatnya kesulitan memasok oksigen ke paru-paru.
“Santai aja kali. Moga besok kita bisa bertemu Ibu mu di tempat tadi.” Ucap Yuki diiringi tepukan lembut di bahu Dimas.
“Semoga aja, Ki. Aku cuma ingin menyapa dia. Aku cuma ingin tau gimana kehidupan dia setelah menelantarkan ketiga anaknya.” Ucapan itu terlontar lewat bibir yang bergetar tipis dan lidah kelu dihiasi oleh tatapan mata nanar penuh kerinduan.
“Aku hanya mau menunjukkan kondisi Ibu ke Nita yang suka diam-diam menangis. Aku hanya butuh tau kondisi dia untuk memberitahu Nita kalau Ibu yang dia tangisi hidup lebih baik atau bahkan terpuruk setelah meninggalkan kami.” Mengepalkan kedua tangan ke sisi tubuh, Dimas benar-benar merindukan sosok Ibu yang tidak pernah menunjukan kasih sayang kepada dirinya.
Hati Dimas bertambah pilu saat membayangkan sosok adiknya, Kanita Azalea yang mulai beranjak remaja sering diam-diam terpergok sedang menangis karena merindukan sosok Ibu.
Nita yang sempat merasakan gendongan dan hadirnya sosok sang Ibu jelas lebih memiliki sedikit kenangan yang membekas, berbeda dengan si bungsu yang sama sekali belum pernah merasakan dekapan, bahkan ASI juga tidak ada setetes pun yang terecap lidahnya.
“Sabar ya Dim. Jangan mellow deh, gak pantes banget muka mu dibuat mellow.” Tutur Yuki sambil menahan perasaan ingin menangis. Bibir yang tersenyum pada Dimas berusaha memberikan kekuatan.
“Terlalu tampan sampai mellow dikit langsung disayangkan.” Ucap Dimas dengan cengiran khas yang menyebalkan.
‘Dasar temen songong!!’ Umpat Yuki dalam hati sambil memutar bola mata nya malas.
“Bukan gitu..” Suara lembut nyaris mendayu Yuki membuat Dimas mendelik kaget, ia merinding. “Muka mu yang biasa aja itu gak usah tambah dibuat mellow kalau gak mau kelihatan lebih miris.”
“Dasar pemuja good looking!!” Ucap Dimas ketus dengan tatapan sinis.
“Bukan pemuja, tapi fakta yang harus diakui tampang mu itu bi-a-sa aja.” Ucap Yuki lagi sambil mengangguk mantap dan memasang ekspresi sok sedih, mengeja penuh tekanan pada kata ‘biasa’.
“Banyak yang bilang aku ini baby face ya! Imut, unyu, awet muda, terus dikira masih bocah padahal udah umur 21 tahun.” Tukas Dimas sewot, ia tidak terima ketampanannya diremehkan.
“Bukan muka mu, tapi otak mu yang kayak bocah.”
“Cih!!” Sekali lagi Dimas hanya mampu berdecih sebal.
“Ini jadi nggak kita pulang pakai mantel kayak yang aku bilang?” Tanya Yuki mengalihkan pembicaraan sambil menggosok lengan dan telapak tangan bergantian, uap dari mulut menjadi satu-satunya sumber kehangatan instan.
“Yakin kita nggak tambah basah kuyup barengan?” Tanya Dimas sepersekian detik setelah mulai membayangkan tampilan mereka yang nekat menerobos hujan.
“Daripada kita harus ngepet di sini.”
“Mepet Yuki..” Ucap Dimas dengan suara rendah, mengkoreksi perkataan yang seharusnya Yuki ucapkan.
“Tadi aku memang bilang mepet kan?” Tanya Yuki memasang raut wajah heran.
“Bukan mepet, tadi kamu bilang ngepet.”
“Nggak kok, mepet, bukan ngepet. Telinga mu aja kali tuh yang tersumbat petir tadi.” Ucap Yuki sewot tanpa sadar bahwa memang dirinya yang salah berucap.
Wahai tuan jin, tolong munculkan Ara di tengah Yuki dan Dimas. Perdebatan itu akan terus berlanjut hingga bumi berhenti berotasi bila tidak disela oleh Ara.
Cling..
Bunyi lonceng di pintu membuat Yuki dan Dimas menoleh ke belakang, tampak ada 2 sosok menjulang tinggi yang baru saja keluar dari bangunan restoran yang sedari tadi tidak berani Yuki dan Dimas masuki. Tampak gemerlap interior mewah dan mahal hingga membuat kantong tipis kedua mahasiswa itu menjerit sebelum sempat di bawa melangkah masuk.
“Kevin…!!”
“KEVEN!! K-E-V-E-N, KEVEN!!” Suara meninggi Keven menanggapi geram panggilan salah nama itu. Bukan sekali atau sesekali lagi orang-orang sering salah memanggilnya, namun sejak kecil sudah banyak orang salah mengira namanya ‘Kevin’, meski jika ditelusuri baik ‘Kevin’ atau ‘Keven’ sekalipun memiliki makna yang cukup mirip, yaitu bisa yang terlahir mulia dan bisa pula berarti tampan.
Keven Ezequiel (Jackson Wang)
“Iya-iya, Keven. Lagian Mama lo bikin nama antimainstream juga, bikin lidah suka keseleo.” Gerutunya
“Pfft.” Yuki dan Dimas menahan semburan tawa dengan canggung. Melirik sekilas pada sosok bernama Keven yang memberi tatapan sinis tidak suka.
Secara reflek Yuki membuat bulatan dengan kelima jarinya di depan bibir, mulai berakting dengan deheman salah tingkah yang kemudian dibumbui batuk lebay abal-abal. “Khem! Uhuk..Uhuk.. Khem!!”
“Gak masuk aja Mas, Mbak? Di luar dingin loh..” Sapa sosok yang tidak diketahui namanya.
“Di sini saja Bang, kayaknya sebentar lagi teduh.” Jawab Dimas sopan sambil mengangguk sekilas dan tersenyum ramah.
BREESS..!!
Senyum canggung yang sempat merekah di bibir Dimas langsung sirna kala guyuran air hujan seakan menertawakannya. Bukannya berkurang, justru langit bertambah gelap pekat dengan selimut kabut air hujan yang memutih. Jalanan dan suara lain tampak tersamarkan oleh derasnya hujan, hanya bias cahaya lampu kendaraan yang menjadi tanda adanya keramaian.
“Yaah.. Makin deras..” Keluh Yuki sedih, bibir nya tampak memucat dengan tubuh bergetar.
“Masuk aja, di dalam hangat.” Sosok ramah itu kembali menyarankan Dimas dan Yuki untuk masuk ke dalam restoran.
Jika saja bangunan yang melindungi keduanya dari terpaan air hujan hanya sebuah rumah makan biasa, mungkin lambung Yuki dan Dimas sudah menyerah karena kekenyangan. Dompet yang hanya didominasi lembaran hijau jelas merasa minder untuk sekedar mencicipi segelas air putih, tidak mungkin juga restoran itu mau menerima gadai kartu identitas jika uang mereka kurang.
...****************...
*
*
*
Terima kasih sudah menyempatkan waktunya untuk mendukung kisah Yuki. 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 192 Episodes
Comments
𝓐𝔂⃝❥🍁●⑅⃝ᷟ◌ͩṠᷦụᷴfᷞi ⍣⃝కꫝ🎸❣️
Kayaknya cuman ara yg bisa hentikan perdebatan mereka ya 🤭
2023-01-07
1
@Ani Nur Meilan
Kaya.. keven dech yg jadisuami nya Yuki..
2023-01-07
1
💜⃞⃟𝓛 ⏤͟͟͞R𝐙⃝🦜༄༅⃟𝐐ƙׁׅуα
keven ini suami yuki bukan?
2023-01-07
1