Keysa terkekeh kecil, ia senang bisa berinteraksi dengan Verrel. Benarkan? Hanya berbicara saja ia sudah sebahagia ini, apalagi saat dirinya didekap, digendong dan kedua pipinya ditepuk.
Namun, semua itu berakhir saat Verrel sudah sampai di depan pintu rumahnya. Dan malam ini Keysa menyesal, kenapa pagar rumah dan pintu rumahnya berjarak sangat dekat, seharusnya beratus-ratus meter agar ia bisa berlama-lama dengan lelaki itu.
"Keysa, sudahlah lupakan. Jangan sampai lo gila malam ini dan nggak bisa ketemu dengannya besok di studio." Menghentikan khayalan, Keysa sampai lupa bahwa ia masih berdiri di depan pintu rumahnya yang terkunci.
####
Malam ini sangat tenang, bintang pun mulai nampak walau hanya sendikit. Tidak seperti malam sebelumnya, dimana bintang tak terlihat apalagi bercahaya.
Jika ada yang bertanya, kemana perginya bintang, maka Verrel dengan lantang akan menjawab. "Bintang pergi, karena bosan menemani bulan." Apalagi saat Verrel di tanya tentang bintang yang memiliki sinar paling terang, maka ia akan menjawab. "Bintang itu tidak ada, ia pergi karena tahu ada bintang yang lain yang dapat menggantikan posisinya bersinar."
"Verrel, apa kabar?"
Verrel tidak langsung menjawab, ia hanya berjalan cepat ke arah sofa tanpa tahu malu dengan mengabaikan sang pemilik rumah.
"Lo nggak pernah berubah." Lelaki lain ikut bergabung, ia duduk di sofa depan Verrel. Ia sedikit ingin tertawa saat melihat wajah adiknya yang nampak masih sama dari hari-hari sebelumnya.
Yah! Lelaki lain itu tak lain adalah Farhan.
"Gue akan tetap seperti ini," jawab Verrel, mantap. Kakinya ia angkat dan ia taruh di atas meja. Kedua tangannya bahkan sudah terlipat untuk menjadi bantal kepalanya.
"Apa lo masih---"
"Sudah tidak! Dan jangan bahas hal itu lagi." Verrel dengan cepat menyela ucapan Farhan. Ia sudah tahu kalimat apa yang akan keluar dari mulut kakaknya itu, maka dari itu sebelum terlontar lebih baik ia mencegah.
"Banyak gadis di luar sana Verrel, untuk apa lo nunggu dia?" Farhan terlihat tertawa kecil, yang hanya dibalas penyatuan alis oleh Verrel.
"Siapa bilang gue nunggu dia?" Tawa Farhan terhenti, beralih dengan sorot mata menantang dan meremehkan.
"Gue nggak sebodoh itu tuan Farhan, gue bisa mencari gadis yang sempurna, bahkan melebihi istri anda!"
"Sialan!" Umpatan Farhan sudah tak dapat di elakkan lagi.
Verrel tersenyum miring. Ia tidak sebodoh itu, waktu tiga tahun bukanlah waktu yang singkat sehingga ia tidak bisa melupakan gadis itu. Verrel bisa, perlahan namun pasti perasaan yang bersemayam di hatinya akan hilang tak tersisa, dari seratus persen perasaan itu yang tertinggal sisa sepuluh persen.
Sisa satu kenangan yang sangat susah ia lupakan walau ia sangat ingin. Kenangan itu saat hari pertama ia berurusan dengan gadis itu. Saat tidurnya terganggu oleh pekikan konyol hanya untuk berterimakasih.
"Bagaimana keadaan papa?" Dengan mata terpejam Verrel melontarkan pertanyaan.
Farhan yang duduk sambil menonton televisi sekilas menoleh ke arah Verrel. "Alhamdulillah, semakin membaik," sahutnya tanpa mengalihkan pandangan dari televisi.
Verrel bernafas lega. Cukup sudah ia membuat Martin marah dan kecewa karena dirinya yang selalu membangkang.
Verrel sudah banyak berubah, lelaki itu kini menjadi seorang mahasiswa di universitas Indonesia. Sekarang ia adalah mahasiswa semester enam dengan prestasi yang lumayan mencolok di kalangan mahasiswa dan dosen.
Bukannya ia tidak mau menempuh pendidikan di luar negeri seperti saran Martin dan Widya. Tapi ia ingin berbakti dan melakukan hal yang jarang sekali ia lakukan saat menempuh pendidikan sekolah menengah atas. Berkumpul dengan keluarga.
"Gimana studio, lo?" Farhan mengalihkan atensinya ke arah Verrel saat pertanyaan yang ia ajukan tak kunjung mendapat sahutan. Lelaki itu terkekeh kecil, tangannya meraih bantal sofa dan memukulkannya ke wajah Verrel beberapa kali.
Buk!
Buk!
"Apaan, sih, lo!" Verrel menepis dengan keras bantal sofa yang hampir saja kembali mendarat di wajahnya. Lelaki itu memperbaiki posisi duduknya dan menyorot Farhan dengan tatapan penuh kekesalan.
Farhan lagi-lagi tertawa kecil. Sudah lama sekali ia tidak melihat ekspresi lain dari wajah adiknya itu. Selain wajah raut datar dan dingin, sekarang sudah ter-install raut wajah kesal.
"Guratan di wajah lo keliatan!" ledek Farhan.
Verrel menghembuskan nafas panjang. Sebelum pandangannya ia alihkan ke arah lain, mencari seseorang di rumah besar ini, di dapur, di ruang tengah, dan di manapun ia tidak menemukan seseorang itu.
Verrel kembali menatap ke arah Farhan. Lelaki itu tampak tenang dengan mata yang menyorot ke arah layar televisi dengan siaran sepak bola.
"Bini lo kemana?" tanyanya lempeng sambil kembali menaikkan kaki panjangnya ke atas meja.
"Tidur," sahut Farhan, santai.
"Lo?"
"Belum ngantuk!"
Verrel mengangguk singkat. "Tumben, nggak n4ena?"
"MULUT LO!" geram Farhan melempar bantal sofa ke arah Verrel secara brutal. Lelaki itu sedikit tersulut mendengar kalimat Verrel yang frontal, namun meluncur dengan sangat santai.
Verrel menjauhkan dirinya dan menghentakkan kaki panjangnya untuk menapak lantai. Lelaki itu kemudian bangkit dan berjalan ke arah pintu utama yang sedikit terbuka.
"Gue mau pulang! Habis gue di sini!" gerutunya sebelum hilang di ambang pintu.
Farhan tertawa kecil.
🌻
🌻
🌻
DUKUNGAN VOTE\=-O
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Nacita
zahra how are you 😔
2022-01-28
0
🍭ͪ ͩSIT SUM❤❤
masih setia menantikan zahra kah varel ??
2021-05-02
0
Erni Fitriana
alhamdulillah... komunikasinya sudah bagus sama farhan.... istri farhan audy y thor?.... ohhh martin masih hidup... kirain udah dihapus sama author🤭🤭🤭🤭..... masih dengkul gak yah sama keluarga rulen?..... asik nih udah pada tumbuh dewasa.. n nanti pasti seru klo cerita ketemuan ya😊😊😊😊😊
2021-03-31
0