Lelaki itu sedang sibuk dengan laptop di depannya, tangan kanannya sekali-kali bergerak untuk menyanggah kepala, hanya sebentar. Setelah itu ia kembali mengetik sesuatu di benda yang layarnya terlihat menyala.
Sedangkan ketiga temannya yang lain, mereka berada di ruangan yang sama. Hanya berbeda kesibukan yang menyita perhatian mereka.
Tetapi berbeda dengan seorang lelaki yang duduk sambil menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, memposisikan duduknya yang suka berubah-ubah, kadang kaki kanan berada di atas paha kiri, kadang wajahnya memiring menoleh dengan malas ke arah teman-temannya yang lain, kadang juga tubuhnya merosot hingga posisinya menjadi berbaring.
Daniel. Lelaki itulah yang paling sibuk bergerak kesana kemari tanpa kepastian. Melihat semua teman-temannya masih saja terlihat sibuk, membuat ia bosan berada di ruangan ini.
"Masih lama, kah?" Suaranya terdengar jengah, bahkan bernafas pun terasa bosan untuk ia lakukan sekarang. Ruangan ini benar-benar pengap, hingga oksigen pun ikut bosan berada di sini.
"Lo masih disini?"
Jawaban dari Daniz berhasil membuat mata Daniel sedikit membulat. Jadi, selama dua jam ia berada di ruangan ini kehadirannya sama sekali tidak di anggap? Atau bahkan tidak terlihat.
"Menurut lo? Apa tubuh gue yang segede petinju ini tidak terlihat?"
Daniz menyengir lebar mendengar jawaban Daniel.
"Gue kesini karena bosan berurusan dengan lembaran-lembaran putih yang harus di tanda tangani." Kalimat Daniel mewakili perasaannya saat ini. Ia kemudian menoleh ke arah Rangga yang masih saja sibuk dengan ponsel yang menyala.
"Cuman tanda tangan? Enak dong," seru Rangga sembari meletakkan ponselnya di atas meja.
"Gak cukup semenit pasti udah selesai," timpal Daniz.
Jawaban mereka berdua berhasil membuat Daniel shock. Cuman tanda tangan, katanya? Daniel yakin, jika Rangga dan Daniz yang memimpin perusahaan besar maka tidak lama lagi perusahaan besar itu akan berakhir dan gulung tikar.
"Cuman tanda tangan? Tidak semudah itu wahai kawula muda!" kata Daniel. Ia menegakkan tubuhnya saat melihat Daniz dan Rangga nampak tertarik dengan topik 'kertas putih membosankan'.
"Jadi CEO itu tidak semudah yang kalian pikir, kalian harus memikirkan manajemen kedepannya untuk perusahaan yang kalian handel itu bagaimana. Dan masalah tanda tangan kalian perlu membaca apa saja yang ada di kertas itu, sesuai kah? Tidak, kah?" Daniel menjelaskan panjang lebar.
Rangga dan Daniz hanya dapat mengangguk-angguk, mereka juga mengerti akan hal itu. Tetapi mereka sengaja terlihat tertarik untuk menghargai kehadiran jomblo akut satu ini.
"Dan--"
"Sudah! Sudah! Gue nggak tertarik lagi," potong Rangga cepat saat ia melihat Daniel masih ingin melanjutkan kalimatnya.
Daniel mendengus seraya membuang muka ke arah samping. Tak sengaja penglihatannya jatuh pada Verrel yang tengah tersenyum samar dengan mata yang fokus ke arah laptop.
"Rel, lo kenapa? Kesambet?"
"Hah?" Kaget. Verrel kaget dan langsung menetralkan kembali mimik wajahnya.
"Jangan-jangan, lo udah punya pacar? Udah gak jadi jomblo jamuran lagi?" pekiknya heboh.
"Yang bener, Bos?"
"Keysa sama Jess, pasti mogok kerja setelah tahu ini."
Kehebohan teman-temannya semakin bersahutan. Verrel sedikit merutuki Daniel yang memergokinya tersenyum samar, dan ia juga menyesal telah tertarik melihat konten yang baru saja di unggah gadis itu di channel YouTube yang beberapa hari ini ia subscribe.
"Gue nggak punya pacar," ujarnya tegas, Verrel kemudian menutup laptop saat ia rasa pekerjaannya telah selesai.
"Terus? Kenapa-napa senyum-senyum?" Rupanya Daniel ingin memperpanjang masalah ini.
"Kenapa? Tidak boleh? Bukankah senyum itu ibadah?" Verrel berkata dengan nada yang sedikit sarkas.
"Yah, itu benar. Tapi jika lo yang tersenyum terkesan sangat menyeramkan." Daniel sedikit tergelak setelah mengucapkan kalimatnya.
Verrel mendelik, ia lantas bangkit dari kursi putar dan berjalan ke arah sofa panjang yang Daniel tempati.
"Minggir! Gue mau duduk," ketusnya sambil melempar bantal sofa ke wajah Daniel. Mau tidak mau, Daniel mengalah dan menggeser tubuhnya ke samping. Memberi ruang untuk bos pemilik studio pemotretan ini.
"Deon kemana?" Pertanyaan Verrel mengundang dengusan kasar dari Daniel.
"Kayak gak tau dia aja, Rel," jawab Daniel. Ia mengingat-ngingat kapan terakhir kali ia bertemu dengan Deon. Sahabatnya yang satu itu benar-benar sibuk mengurus perusahaan Denandhra company yang seutuhnya sudah dia ambil kendali.
Berbeda dengan Daniel, lelaki itu masih suka kabur-kaburan. Bahkan, Restu --- papa Daniel --- sudah cukup lelah membimbing Daniel agar dapat menjadi pemimpin yang baik.
Yah, Deon dan Daniel tidak melanjutkan pendidikan mereka. Mereka berhenti saat menginjak semester dua dan memilih belajar mengurus perusahaan saja, itu untuk Deon. Sedangkan Daniel berhenti karena paksaan dari Restu yang mengancamnya akan menyita semua fasilitas Daniel.
"Deon profesional, nggak seperti lo!" Dengan kejam Verrel mengucapkan itu, Daniel yang mendengarnya mengelus dada dan beristighfar.
"Setiap hari nongkrong disini mulu, mana bisa lo dapat pasangan." Daniz ikut menimpali. Ia dan Daniel sudah cukup akrab. Mengingat lelaki itu sering sekali datang ke sini. Tapi, tidak ada yang tahu apa tujuan ia datang kesini. Karena kerjaannya hanya duduk dan sesekali ke ruang rias untuk cuci mata dengan melihat model-model di studio.
🌻
🌻
🌻
LIKE!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Nacita
aaaa daniel deon gue kgn somplaknya kaliaaannn 😢
2022-01-28
0
Erni Fitriana
🤣🤣🤣🤣akhirnya nonggol juga sahabat sengklek
2021-03-31
1
anotherbyl
Dari LAA TAHZAN langsung ke sini setelah tamat baca👍 👍 Suka bgtt sama ceritanya:)
2021-02-14
2