TTM 02

"Eh, katanya hari ini ada ujian matematika, ya?" Desi memulai pembicaraan saat kami berjalan menuju pasar.

"Masa, sih? Kok gak ada yang bilang? Kemarin gurunya juga gak bilang apa-apa." Yanah penasaran juga resah. Yang lain pun ikut resah.

"Beneran. Yanto yang bilang."

Mereka semakin resah dengan aduha-an masing-masing yang terlihat kesal dan juga panik. Aku sih santai aja.

Udah belajar?

Bukan.

Terus?

Mereka yang bicara tadi, itu tuh kelas dua SMP. Hahayyy.

Dari jauh, suara motor Arhsa sudah terdengar. Aku menyusup di antara anak-anak, berharap Arhsa tidak akan melihatku.

"Percuma, Teh. Yang pake rok abu-abu kan cuma Teteh."

Ucapan Sandra membuatku melirik ke semua rok yang ada di sini. Benar, cuma aku yang pake rok berbeda. Yang lain ke mana?

Bingung, dong pastinya.

Benar saja. Arsha berhenti saat ada di samping rombongan kami.

"Teh Zahira nya gak ada." Sandra mencoba menggoda Arsha.

"Kecil-kecil dah pada bohong. Yang bohong aku doain bisulan di pantatnya."

Mereka cekikikan sambil berjalan lebih cepat dariku. Otomatis, aku tertinggal dan terlihat jelas oleh Arsha.

"Norak amat."

Aku hanya bisa manyun dan manut untuk naik ke motor dia.

Sandra dan teman-temannya bersorak saat kami lewat. Tidak ketinggalan dengan kata, "Cieeee ...."

"Tuh, kan!"

"Apaan?"

"Mereka."

"Biarin aja. Kaya gitu dipikirin. Rugi beuddd."

Aku memasang beberapa wajah jelek dan paling jelek pokoknya. Mengulurkan lidah. Ngata-ngatain dia tanpa ada suara.

"Pegangan." Dia sedikit berteriak karena motornya berjalan sedikit lebih cepat.

Ogah! Tar orang nyangka yang macem-macem pula.

Kesal karena aku tidak mau pegangan. Dia menancap gas secara mendadak. Hampir saja aku terjatuh ke belakang.

"Makanya pegangan!"

Baiklah. Aku tidak ingin terjatuh dari motor dia. Maka, aku pun pegangan.

"Kamu itu kaya nenek lagi naik ojek, tau!"

"Yang penting pegangan, kan? Kamu macem-macem, biar gampangnya aku cekek!"

"Dasar sahabat laknat!"

Rasanya menyenangkan jika membuat dia kesal. Rasain!

Coba aja tar sampe sekolah, dijamin dia bakalan di ledek sama teman-teman satu geng-nya.

Eh, maksudku di tempat parkir. Di sekolah para siswanya dilarang membawa kendaraan. Hal itu dijadikan ladang usaha untuk beberapa orang cerdas dan tanggap.

Mereka membuat parkiran dengan baiya sewa sebesar dua ribu rupiah. Kecil, sih. Tapi motor yang diparkir dia ini bisa ratusan.

"Gitu aja kagak bisa. Ogeb banget, sih!"

Arsha itu bener-bener nyebelin. Mulutnya itu gak pernah dijaga. Ucapannya selalu saja asal bunyi.

Aku yang kesusahan membuka helm, semakin kesal mendengar ucapannya barusa.

Putus asa!

Akhirnya aku menyerah. Menghempas tangan dengan kaki menghentak tanah.

Arsha yang masih berkaca pada spion, menoleh padaku. Tangannya yang panjang karena memang dia tinggi, menarik kepalaku dengan helm yang menempel. Sungguh kasar!

"Gini, nih." Dia membantuku membukanya. "Gampang, kan?"

"Mendingan naik angkot," ujarku kesal. "Bisa ngobrol sama temen-temen. Gak kena debu juga."

Aku nyelonong begitu saja. Empet banget lama-lama berada dekat sama dia. Masa iya, aku harus menderita darah tinggi di usia muda.

"Woiii, tunggu!"

Bodo amatlah dia mau manggil berap ratus kali pun. Udah di ubun-ubun ini lahar.

"Heh, Unyil!"

Ya, ya, ya. Kakiku yang imut ini hanya bisa melangsungkan kecil sesuai ukuran kakinya. Sudah pasti kalah dengan Arsha si tiang listrik itu. Dia bisa menyusul langkahku dengan cepat. Padahal, dia jalan biasa sementara aku sedikit berlarian kecil.

Dia menghadang jalanku.

"Kalau sekolah itu harus rapi. Jangan kek gembel."

Kata-kata nya itu, loh. Nyesek!

"Rambut kamu acak-acakan."

Dia merapikan rambutku.

Beberapa teman yang kebetulan ada di sana, saking berdehem ria. Harusnya mereka minum obat kalau tenggorokannya gatel. Iya kan?

Arsha memang baik memperlakukan aku. Namun, itu tidak membuatku merasakan sesuatu.

"Beneran? Ah, elu mah pura-pura kali." Cindy tidak percaya pada pernyataan yang aku ucapkan. "Bolos banget!"

Cindy pindahan dari Betawi. Makanya, gaya bicaranya pun masih sedikit berlogat sana.

"Eh, Ra. Kalau yang lain diperhatikan dan diperlakukan kaya gitu, itu tuh udah pasti kelepek-kelepek. Aku aja pasti gitu, tau. Arsha gitu loh." Irma tampak takjub.

"Ah, aku mah malah sering membayangkan jika ada di posisi kamu." Mata Ira kedip-kedip manja. Dagu yang ditopang dengan tangan, serta wajah menatap langit-langit.

Tidak ada yang salah dengan mereka. Di sekolah ini, Arsha adalah salah satu laki-laki yang diidolakan.

Tubuhnya tinggi, karena itulah dia ada di tim basket andalan sekolah. Dia juga anak orang kaya, lihat saja diparkiran. Hanya ada lima motor yang sama dengan yang Arsha pake. Mereka semua adalah anak-anak orang kaya.

Namun, keistimewaan Arsha dari cowok-cowok kaya lainnya adalah Arsha itu tidak sombong.

Teman-teman di sekolah mengira kami ini pacaran. Gak salah juga kenapa mereka bisa mengira seperti itu. Sikap Arsha memang bikin gedek!

Hanya tiga orang sahabatku yang tahu seperti apa hubungan kami yang sebenarnya.

Sebuah air mineral dingin jatuh dipangkuanku. Botol itu kemudian terjatuh karena aku yang terkejut dan tidak siap, tidak bisa menangkapnya.

Seorang laki-laki kurus tinggi, baru saja lewat sambil menenggak minuman yang sama. Cih!

Dia berjalan dengan menenggak air tapi matanya terus melirik ke arahku.

Menyebalkan!

Tak pelak teman-teman yang ada di sana langsung menyoraki kami. Wajahku memanas. Bukan karena geer tapi karena kesal. Juga karena panas dan gerah. Kami baru saja lari keliling lapangan basket. Sekarang adalah jam olah raga.

Kebetulan, pelajar olah raga tepat sebelum jam istirahat. Makanya, saat pelajar berkahir. Teman-teman cowok memilih untuk tanding basket.

Sementara aku dan sahabatku yang lain, memilih untuk pergi ke kantin belakang.

Di kantin itu, aku dan mereka yang memiliki uang jajan pas-pasan, bisa jajan. Berbeda dengan mereka yang uang jajannya lebih besar. Jajannya di kantin depan ruang guru. Ber-AC.

Selain itu, jajannya pun beraneka ragam. Ada burger (yang harga sepulu rebuan), sosis bakar, jasuke, sostel, kebab dan aneka jajanan yang harganya di atas lima ribu.

Kalau di kantin belakang, sebenarnya bukan kantin. Kami jajan pada mereka penjual yang mangkal di luar pagar. Kami duduk di bangku-bangku yang sudah dianggap rusak. Yaaa, kalian tau lah ya, jajanan kami apa. Pokoknya jenis makanan yang bisa kami beli dengan uang dua ribu. Rata-rata yang mengandung aci. Ada cilok, cilor, cimin, cireng, cimol dan ci ci ci lainnya.

"Aku tanding, kamu ngapain malah ke sini?"

Suara yang membuat aku merasa bahwa tukang cimol ini mengganti cimolnya dengan kerikil.

Cindy caper banget, pengen gitu dianggap temen sama Arsha ketimbang aku. Dia beralih tempat duduk dan mempersilakan Arhsa duduk di samping.

"Hubungannya apa coba? Tanding mah tanding aja. Bukan pertandingan beneran ini," ujarku kesal.

"Heh!" Arsha menoyor kepalaku. Jarinya masih menempel di kepala saat dia bilang, "kamu itu temen aku. Harusnya ... Kamu itu menyemangati. Ngerti?" Lalu dia mengetuk-ngetuk kepalaku dengan jarinya.

Karena kesal. Aku menendang bangku reot yang sesang dia duduki.

Krakkk!

Kursi itu patah dan Arsha ikut jatuh. Teman-teman yang lain kaget dan mungkin berpikir, kok aku berani banget kasar sama dia. Ah, bodo amat. Cuekin aja. Habiskan saja dulu cimolnya.

Namun, suara mereka yang berbisik-bisik terdengar aneh.

"Unyil!" Arsha kesal. Bomat, deh! Bodo amat.

Ira menyenggol sikutku. Cimol yang terakhir yang hendak mendarat cantik di mulutku, terpaksa pergi. Dia meloncati jauh ke tanah.

Amsyonggg.

"Ra, itu Arhsa." Irma berkomentar.

Sebenarnya aku sendiri bertanya-tanya, setelah dia terjatuh, Arsha tidak kunjung bangun.

"Ya Allah, Arsha," pekikku.

Aku memintal ujung kaos olah raga. Merasa bersalah atas apa yang aku lakukan pada Arsha.

Di sini, di ruang UKS sekolah, lengan Arsha sedang diobati. Hanya pertolongan pertama karena setelah ini dia harus segera ke puskemas atau rumah sakit terdekat.

Takut kena tetanus katanya. Lengan Arsha kena goresan paku berkarat yang cukup panjang.

Duh! Nyesel banget, sumpah!

Terpopuler

Comments

yunan

yunan

Bahasanya asik thor, serasa jd anak SMA lagi

2022-08-16

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!