Gelap kembali menyelimuti bumi, setelah senja meredup bersama datangnya gelap, bulan, dan juga bintang.
Hampa, begitu terasa dalam gadis berambut panjang itu, hingga membuat dirinya tak mampu meredupkan matanya, walaupun rasa kantuk sudah melanda.
"Aku sangat merindukannya. Bahkan sangat-sangat, merindukan dia. Ada apa denganku? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa tiba-tiba aku merindukan, pria itu?" Jelas-jelas kutau! kalau dia sangat mencintai mendiang Dokter Rani." gumam Kiran, saat meratapi rasa yang tiba-tiba saja hadir.
Tiba-tiba saja denyut jantungnya kembali berdebar.Dag, dig, dug. Kedua tanganya menyentuh dada itu, mesarakan getaran cinta yang semakin kuat pada seorang Rangga Wijaya.
"Ohh Tuhan... ada apa denganku? Kenapa aku harus mencintai, pria itu? Dan kenapa tiba-tiba saja, aku mencintainya?" menerawangkan tatapan jauh ke depan, kala cinta, dan rindu begitu menyiksa bathinnya.
Pintu terbuka lebar, dan menampilkan sosok Dian yang menatap aneh pada Kiran, kala mendapati sahabatnya larut dalam dunianya sendiri, hinga tidak menyadari kehadirannya.
"Kau kenapa, Kiran? Apa hal apa yang tengah kau pikirkan?" sebuah pertanyaan yang mengejutkan Kiran dari dunianya, dengan kedua kakinya melangkah masuk ke ruang rawat sahabatnya.
Mengalihkan tatapan mata itu pada Dian, dengan tatapan hampanya.
"Aku..." jawabnya yang terlihat ragu, dengan melukis senyum palsu di sana.
Menautkan kedua alisnya, dengan raut wajah tiba-tiba serius menatap pada Kiran, yang raut wajahnya terlihat mendung.
"Aku merindukan, dia!"
Keningnya mengkerut, dengan bolamata semakin intens saat menatap pada Kiran sahabatnya.
"Merindukan, dia! memang siapa yang kau rindukan, Kiran?"
Wajahnya menunduk, bercampur dengan kesedihan yang sudah menyelimuti wajah cantiknya.
"Aku malu mengatakan ini, Dian!"
Dian seketika tertawa kecil, kala mendengar jawaban Kiran, yang sedikit menggelitik perutnya.
"Ayolah! bua apa kau harus malu? Bukankah aku ini sahabat, baikmu!"
Menegakkan kembali kepalanya, dengan raut wajah tiba-tiba berubah serius, saat sudah bertatapan mata dengan teman baiknya itu.
"Kau pasti akan mengatakan, kalau aku ini perempuan tidak tau diri! dan tidak punya malu."
Menghembuskan napas kasarnya, mendengar jawaban sahabatanya yang menurutnya sangat berbelit-belit.
"Ayolah! aku pasti tidak akan mengatakan apa- apa tentangmu. Memang apa yang kau lakukan? hingga membuat aku harus mengatakan, kalau kau perempuan tidak tau diri, dan tidak punya malu."
Hening sesaat, dengan kedua mata semakin dalam saat menatap pada Dian, yang tengah menantikan jawaban darinya.
"Aku...aku merindukan, Tuan rangga!" jawabnya pelan.
Mulut yang tadi terkatub, seketika terbuka lebar, kala mendengar jawaban sahabat baiknya, yang sangat membuatnya begitu terkejut.
"Ka..kau! merindukan Tuan Rangga, Kiran!" dengan nada sedikit meninggi.
Menunduk malu, dengan sendu sudah menyelimuti wajah cantiknya.
"Iya. Bahkan sangat-sangat merindukannya." airmata itu seketika menetes dari kedua sudut matanya, kala rasa rindu begitu menyiksa.
Masih dengan raut wajah tidak percayanya, dengan kedua mata yang memandang lurus pada Kiran.
"Apakah kau tidak salah berbicara, Kiran? kau merindukan suami, Dokter Rani! jangan katakan, kalau kau sudah menyimpan perasaan pada Tuan Rangga, saat Dokter Rani masih hidup."
"Tidak!" Kiran menjawab cepat, akan apa yang di tanyakan Dian padanya. "Ini tidak seperti yang kau pikirkan." serunya tegas.
"Terus! kalau ini tidak seperti yang aku pikirkan! terus apa, Kiran?" Dian semakin menatap penuh pada Kiran, untuk menjawab apa yang dia tanyakan.
"Aku juga Bingung, Dian! aku juga bingung, kenapa tiba-tiba aku merindukannya, dan juga tiba-tiba mencintainya."
"Wah...!" dengan menggeleng-gelengkan kepalanya, karena merasa tidak percaya."Kau benar-benar membuatku, gila! kau bukan saja hanya merindukan Tuan Rangga, tapi kau juga sudah mencintainya. Dan mana bisa! kau tiba-tiba mencintainya, dan juga merindukannya. Bahkan aku lihat! perasaanmu itu sangat dalam, pada Tuan Rangga. Padahal! kau baru saja bertemu dengan Tuan Rangga, saat Dokter Rani memperkenalkan kau sebagai salahsatu pasiennya. Dan seperti yang kau tau, kalau Tuan Rangga begitu mencintai Dokter Rani. Dan begitupun sebaliknya, Dokter Rani sangat mencintai suaminya. Dan kaupun bisa menyaksikan sendiri bagaimana kemesraan, yang selalu mereka tunjukkan di depan kita."
Airmata bercucuran membasahi kedua pipinya, detakan jantung yang kembali berdebar, yang membuat Kiran semakin menderita dengan perasaan yang tiba-tiba hadir itu.
"Jangan katakan itu, Dian! jangan katakan. Karena akupun tak tau! semuanya terjadi begitu saja. Dan itu membuatku bingung!" serunya menundukan, dengan buliran bening yang terus menetes.
****
KEDIAMAN ANDI HERMAN
Gelisah, terlihat jelas di wajah tua itu, setelah dia menonton tayangan pada salahsatu chanel televisi, kalau polisi mencurigai kematian Dokter Rani, yang merupakan Dokter spesialis jantung, bukan sepenuhnya kecelakaan. Dan pihak kepolisian, berusaha untuk menyelediki kasus ini.
"Tidak! aku tidak mau, masuk penjara." gumamnya dengan menekan kata- katanya.
Jemarinya menelusup ke dalam, menggapai ponsel yang tersimpan pada saku celananya. Dan memutuskan untuk menghubungi seseorang.
"Hallo, Sayang! ada kau apa kau menghubungiku malam-malam begini?"
Mendengar suara musik yang begitu menggema, dan suara wanita yang begitu manja, membuatnya begitu yakin kalau kekasihnya tengah berada di tempat hiburan malam, dan itu membuatnya marah.
"Apa yang kau lakukan? Apakah kau sedang bersenang-senang dengan wanita lain?"
"Ayolah, Sayang! bukankah tidak selamanya kau harus, menemaniku!"
"Kau benar-benar menyebalkan, Jack!" dengan sedikit teriakan, akibat amarah yang kian membuncah dalam diri.
Tawa menggema seketika terdengar di seberang sana, kala mendengar apa yang di katakan kekasih gelapnya.
"Aku memang sangat menyebalkan. Tapi kau selalu saja mencari kehangatanku, jika kau kurang mendapatkan kepuasan dari suamimu."
Menghembuskan napas tegasnya, berusaha meredam emosi yang sudah membuncah. Dan kembali pada tujuan awalnya, untuk menghubungi pria itu.
"Apakah kau sudah menonton berita, yang menayangkan tentang kematian, Dokter Rani?" tanyanya, dengan mulai memelankan nada suaranya.
"Tidak penting bagiku, untuk menonton itu. Bukankah aku sudah menjalankan, apa yang kau pinta!"
"Kenapa kau begitu bodoh, Jack! apakah kau tidak tau, kalau polisi akan menyelidiki kasus ini?"
"Apa? Apa kau serius, Sayang?" dengan nada yang begitu terkejut, kala mendengar apa yang baru saja di sampaikan wanita itu.
"Ya, karena kau adalah laki-laki yang bodoh! dan aku ingin, jangan sampai polisi mengetahui kalau kita berdua pelakunya."
'Terus! apa yang harus aku lakukan?" dengan nada yang terdengar tegas, di seberang sana.
"Aku ingin kau membunuh pelayan, itu!"
"Apa kau sudah gila! kau meminta aku membunuh Dokter Rani, dan sekarang kau meminta aku membunuh pelayannya juga."
"Apa kau masuk penjara, bodoh! karena bisa saja, polisi mengetahui lewat pelayan itu! kalau mereka menyelidikinya nanti."
"Baiklah. Katakan, apa yang kau ingin aku lakukan? saat ini." dengan menekan kata-katanya saat bertanya.
"Kau bunuh pelayan itu! agar kita berdua tidak di tangkap."
"Baiklah! tapi dengan syarat, kau harus menemuiku setelah nanti. Dan pasti kau sudah taukan, selanjutnya!" dengan tawa kecil yang terdengar di seberang sana.
"Baiklah. Dan kalau begitu aku tutup teleponenya! dan kabari aku, setelah kerjamu beres!"
"Tentu, Sayang!" dengan mengakhiri panggilan telepone itu.
Kembali menelusupkan tangannya ke dalam saku celana, untuk menyimpan benda pipih itu. Dan saat membalikkan badannya betapa terkejutnya dia, kala mendapati sosok laki-laki paruhbaya, yang tak lain adalah suaminya.
"Sa..sayang! kapan kau datang? Kenapa tidak mengabari padaku?" dengan raut wajah pucat, dan gugupnya.
Rangga Wijaya, dan Kiran Larasati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
uma_bhie
lanjut and💪💪💪💪💪
2021-09-12
0
Arif Muzakki
ternyata emak tiri Kiara toh biang keroknya,mungkin karena anaknya terobsesi sama Rangga manggkanya dia bunuh dokter Rani,
2021-09-12
1
Neni Suhandi
hmmmm penasaran
2021-09-11
0