Stevani selalu dijemput oleh abunemen, ia harus menyewa jasa ojek bulanan tersebut untuk mempermudah ia pulang dan pergi bekerja. Tempat tinggalnya begitu jauh dari kata elite. Pemukiman itu bisa dibilang sangat kumuh. Rumah kontrakan yang ia tinggali sangat kecil dan berada di pemukiman yang padat.
Jika orang di sekitarnya baru berangkat bekerja, ia justru baru pulang. Itulah yang membuatnya jadi cemoohan di sana. Kerap kali ia mendengar warga saling berbisik dan memanggilnya wanita murahan. Tapi Stevani hanya bisa tersenyum dan tetap ramah di depan mereka.
Ia sudah sampai di gang sempit itu. Ia turun dari ojek langganannya lalu menelusuri jalan menuju kontrakannya. Stevani menyapa beberapa orang yang melintas disana.
"Van... berapa orang yang dilayani malam ini?" ejek seorang wanita yang selalu menjelekkannya disana.
Stevani tersenyum. "Sangat banyak, aku sampai lelah." jawabnya acuh.
"Wah...wah... kalau kena penyakit menular segera pergi dari sini. Kami tidak ingin dekat dekat dengan wanita sepertimu." teriaknya.
Stevani menghela nafasnya lalu melanjutkan langkahnya. Kerap kali ia diperlakukan seperti itu, tapi ia tak bisa marah. Karena pekerjaannya memang akan di pandang sebelah mata. Ia akhirnya sampai di kontrakan. Perlahan ia membuka pintu agar tidak membangunkan Zaline. Tapi seketika ia terkesiap saat Zaline berdiri disana dengan wajah penuh amarah.
"Ya Tuhan...kau mengejutkan aku." ujar Stevani. "Mengapa kau sudah bangun?" tanyanya.
"Tak bisakah aku ikut dengan kakak bekerja. Aku bosan berada di rumah sendirian." ujar Zaline.
Stevani menyeringai. "Apa kau takut sendirian?" tanyanya.
"Aku mana ada takut. Aku paling berani." jawab Zaline.
"Lalu kenapa kau mau ikut bekerja nona cantik. Kau harus fokus belajar."
Zaline menundukkan kepalanya sedih. Stevani menatapnya lalu sedikit menunduk untuk melihat wajah adiknya. "Ada apa?" tanyanya.
"Mereka menghina kakak. Mereka bilang kakak menjual tubuh kakak buat cari uang. Apa itu benar?" ujar Zaline seraya terisak.
Stevani menghela nafas panjang, ia menarik Zaline ke dalam pelukannya. "Apa kau lebih percaya pada ucapan mereka? Apa kakak terlihat seperti wanita murahan?" tanyanya.
Zaline menggelengkan kepalanya. "Aku percaya pada kakak, aku sudah mengatakannya pada mereka kalau kakak bukan wanita murahan. Tapi mereka tidak percaya padaku."
"Zaline... dengarkan kakak. Kau tidak perlu menjelaskan apapun pada mereka. Tidak ada gunanya membuat mereka percaya pada kita. Dan kau harus memikirkan kesehatanmu, tolong jaga diri karena kakak tidak ingin terjadi apapun padamu. Kakak mencari uang memang di tempat yang tidak baik, tapi kakak punya harga diri. Kakak berjanji tidak akan melakukan hal kotor seperti itu." ujar Stevani.
"Kakak... Zaline menyayangi kakak." katanya.
"Tentu saja aku tahu karena aku juga menyayangimu." jawab Stevani. "Ini masih jam 4 pagi, tidurlah lagi." pintanya.
Zaline menganggukkan kepalanya seraya naik ke ranjang kecilnya. Stevani menepuk pundaknya perlahan agar adiknya bisa tertidur kembali. Ia menahan air matanya karena terlalu sedih dengan keadaan mereka saat ini.
"Maafkan aku Zaline, seharusnya kau diasuh oleh wanita baik baik dan lebih kaya dariku. Kita bahkan harus tidur berdesakan seperti ini. Kau bahkan harus menerima cacian setiap hari karena aku. Tapi ketahuilah, aku sangat menyayangimu. Hanya kau yang bisa membuatku bertahan sampai sekarang. Kehadiranmu membuatku ingin cepat cepat pulang ke rumah." pikir Stevani.
Setelah ia yakin adiknya terlelap, Stevani segera masuk ke kamar mandi. Disanalah ia selalu menangis. Ia tak bisa membendung air matanya lagi.
"Ya Tuhan... lindungilah Zaline. Aku rela disakiti tapi jangan membuatnya sakit. Aku bukan wanita murahan, sampai saat ini aku masih menjaga kesucianku. Tapi aku menjelaskan apapun pada semua orang akan sia sia, karena pekerjaanku memang seperti ini. Aku berusaha acuh dan tak perduli, tapi saat Zaline yang harus menerima hinaan seperti itu, aku tidak sanggup Tuhan." gumam Stevani disela tangisannya.
Stevani terus berusaha menenangkan dirinya. Setelah ia sudah bisa tenang lagi, ia keluar dari kamar mandi. Ia mengatur alarm di ponselnya agar Zaline tidak bangun kesiangan untuk ke sekolah. Ia pun ikut merebahkan tubuhnya di samping Zaline. Matanya mulai terpejam karena lelah. Ia pun akhirnya terlelap.
*****
Alarm berbunyi memekakkan telinga, tapi Stevani sama sekali tidak terbangun karena ia tertidur dengan nyenyak. Zaline meraih ponsel yang terus berbunyi dengan mata yang masih berat untuk terbuka.
Zaline memaksakan diri untuk bangun lalu menatap Stevani yang terlelap. Ia tersenyum lalu mencium pipi wanita cantik itu. Perlahan ia turun dari ranjangnya menuju dapur yang sangat sempit.
"Apa yang harus aku masak buat kakak?" gumam Zaline. "Kalau aku berisik di dapur, pasti kakak terbangun." gumamnya lagi.
Zaline kembali keluar dari dapur. Ia mengambil tas sekolahnya lalu mulai merogoh tas tersebut untuk mencari uang sakunya.
"Ah... ternyata aku masih punya uang. Lebih baik aku belikan saja sarapan buat kakak." ujar Zaline.
Ia beranjak dari sana lalu keluar mencari pedagang sarapan di sekitar kontrakan. Zaline menemukan warung nasi yang sudah buka.
"Bu..." panggil Zaline.
"Iya neng." jawab pedagang tersebut.
"Kalau buat sarapan itu nasi apa?" tanya Zaline.
"Loh, neng Zaline kan?" tanya pedagang lagi.
Zaline menganggukkan kepalanya.
"Biasanya kak Vani yang buat sarapan kan?"
"Iya... tapi kak Vani masih tidur sekarang. Kelihatannya kelelahan." jawab Zaline.
"Baru pulang subuh ya."
Zaline kembali mengangguk.
"Biasanya kalau sarapan itu bisa nasi uduk, nasi goreng atau nasi sayur. Neng biasa sarapan apa di rumah?"
"Aku tidak mau sarapan, tapi ini buat kakak." jawab Zaline.
"Kalau begitu nasi sayur saja. Mungkin neng Vani bangun siang. Nasi ma sayurnya ibu pisah ya."
Zaline menganggukkan kepalanya lalu menunggu pedagang tersebut menyiapkan makanannya. Zaline menatap beberapa orang yang sedang sarapan disana. Mereka semua menatap Zaline penuh cemoohan.
"Bu...apa orang di sekitar sini cuma bisa menilai orang dari luarnya saja?" tanya Zaline pada pedagang itu.
"Apa maksud neng?" tanya pedagang bingung.
"Kak Vani itu wanita baik baik, ia tidak menjual diri untuk mencari uang, tapi kenapa banyak orang yang menghinanya?"
"Aduh neng, jangan dipikirkan. Ibu tahu neng Vani wanita baik. Ini makanannya." jawab pedagang tersebut lalu menyerahkan makanannya pada Zaline.
"Berapa bu?" tanya Zaline.
"Tidak usah neng, neng Vani nanti yang bayar. Udah sana siap siap ke sekolah."
"Tapi..."
"Tidak apa apa...neng Vani sering beli nasi disini. Uangnya simpan saja buat jajan di sekolah."
"Seandainya semua orang baik seperti ibu." ujar Zaline.
Pedagang tersebut tertawa. "Neng jaga kesehatan biar neng Vani tidak sedih lagi."
Zaline mengangguk. "Iya bu... terima kasih." jawabnya seraya meninggalkan warung nasi tersebut.
Bu Yoyoh menggelengkan kepalanya saat Zaline sudah meninggalkan warungnya. Ia sangat iba dengan Stevani dan Zaline. Semua orang menghina mereka, padahal bu Yoyoh sangat tahu seperti apa Stevani. Wanita itu juga sering curhat dengan bu Yoyoh.
"Bukannya tadi itu adiknya Vani?" tanya salah satu pelanggan.
"Iya..."
"Cantik juga seperti kakaknya. Sayang sekali..."
"Sayang sekali apa? Jangan menilai orang kalau tidak ada bukti."
"Lah harus bukti apalagi, orang kerjanya berangkat sore pulang subuh."
"Walaupun seperti itu belum tentu jual diri. Sudahlah jangan nambahin dosa pagi pagi." ujar bu Yoyoh.
"Ibu memang selalu membela si Vani itu." ujar pembeli itu kesal.
Bu Yoyoh hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
*****
Happy Reading All...😘😘😘
Ilustrasi Zaline...👇🏻👇🏻👇🏻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
༄༅⃟𝐐MoyMoy𝕸y💞
cantik & imut 😍
2023-06-30
1
༄༅⃟𝐐MoyMoy𝕸y💞
jd ikut nyesek 😭
2023-06-30
1
༄༅⃟𝐐MoyMoy𝕸y💞
yg sabar ya Vani 🥺, kamu gadis yg kuat 💪 semangat trs ya 🤗
2023-06-30
1