Perlahan, sosok itu melepaskan tangannya dari mulutku. Dia duduk sangat dekat denganku, bahkan kaki kami saling bersentuhan. Tapi aku sudah terlalu lemah untuk sekedar bergeser.
Kuberanikan untuk menatap matanya yang ternyata sedang menatapku. Ada sedikit desiran di dadaku saat menatap wajahnya yang ternyata begitu tampan. Warna matanya coklat terang, hidungnya mancung, bibirnya merah merekah. Astaga Mia, apa yang kau pikirkan? bisa-bisanya kau mengagumi wajah hantu ini. Ya, hantu. Memang apalagi sebutan untuk sosok yang mirip manusia tapi tembus dengan segala benda, bahkan dia masuk ke kamar dengan menembus dinding.
"Aku mau nanya sama kamu," ucapannya membuyarkan lamunanku.
"Kenapa aku bisa ada di sini?"
Apa? dia menanyakan pertanyaan yang sangat ingin aku tanyakan.
"Justru aku yang harusnya bertanya seperti itu, kenapa kau bisa ada di rumahku?"
"Ini rumahmu? Lalu rumahku di mana?"
"Mana aku tau," perlahan rasa takutku mulai hilang.
"Kukira saat aku tiba-tiba tertarik ke sini, ini adalah rumahku." Wajahnya berubah sendu.
"Tertarik?" aku tidak mengerti dengan ucapannya.
"Tadinya aku sedang berada di tempat yang serba putih, tapi tiba-tiba muncul cahaya terang dan cahaya itu seolah menelanku lalu saat aku membuka mata aku sudah berada di sini."
"Awalnya kukira kau tidak melihatku karena kau melewatiku begitu saja di sana tapi ternyata saat aku bicara kau mendengarnya."
"Dimana?"
"Apa?"
"Di mana pertama kali kau muncul?"
"Di dekat mesin cuci,"
"Ohhh," jadi dari tadi dia sudah ada, tapi kenapa aku tidak menyadarinya.
"Maaf, aku tidak bermaksud menakutimu."
Aku menatap wajahnya yang berubah sendu.
"Sudahlah. Siapa namamu?"
Dia tampak berpikir lalu menggeleng.
"Aku tidak tau,"
"Lalu apa kau sudah meninggal?"
"Aku juga tidak tau,"
Aku bingung harus bicara apa lagi.
"Pergilah!" ucapku akhirnya.
"Ke mana?"
"Terserah," aku mengendikan bahuku.
"Aku gak tau mau kemana karena ditarik ke sini tiba-tiba, jadi aku akan tinggal di sini," dengan santai dia berbaring di depanku.
"Enak saja, pergi sana!" aku menarik tangannya agar dia bangun, tapi tenagaku tidak membuatnya bergeming sedikitpun.
Aku terus menariknya dengan sekuat tenaga. Tapi, tba-tiba dia menarik balik tanganku dan aku jatuh di atas tubuhnya. Deg deg deg jantungku berdetak kencang lagi. Sudah berapa kali aku dibuat begini oleh hantu ini.
Kalau dipikir-pikir kenapa aku tidak jatuh ke kasur? Bukankan tembok saja dia tembus tapi kenapa dia tidak menembusku? Bahkan sejak tadi dia bisa menyentuhku. Benar, kenapa aku baru sadar?
"Ekhemm."
Aku bangkit dari tubuhnya, kugaruk tengkukku yang tak gatal. Rasanya tetap canggung walau dia hantu.
"Kasurnya masih luas, aku gak keberatan berbagi sama kamu." Dia menepuk-nepuk lahan di sampingya.
"Enak aja, ini kasurku harusnya aku yang bilang begitu," protesku tak terima.
"Jadi aku boleh tidur di sini? makasih."
Aku menganga melihat dia yang berguling-guling di depanku.
"Bukan begitu, maksudku,"
"Lalu bagaimna maksudmu?" dia memiringkan tubuhnya ke arahku dengan tangan sebagai penyangga kepalanya.
Dia tampan sekali.
"Ka,, kau harus pergi dari sini," aku mengalihkan pandanganku.
"Kau tau sendiri aku tidak bisa kemana-mana,"
"Kau belum mencobanya,"
"Aku sudah tau, karna aku merasakannya. Seperti ada magnet yang menarikku di rumah ini."
"Cih, alasan." Aku mencebik.
"Terserah," dia kembali berbaring.
Hening beberapa saat, aku terus menatapnya sambil memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa aku tiba-tiba bisa melihat hantu? Dari mana dia datang? Lalu siapa dia? Apa dia arwah gentayangan yang dibunuh dan tubuhnya belum ditemukan? Lalu nanti aku harus membantunya menemukan jasadnya dan menangkap pembunuhnya?Aku bergidik ngeri memikirkan kemungkinan yang terjadi.
"Apa aku setampan itu?" tiba-tiba saja dia bicara.
Aku mendelik.
"Gak usah pe de ya, tuan hantu."
"Kau menatapku sejak begitu lama, kenapa lagi kalu bukan karna aku tampan,"
"Aku tuh lagi mikirin gimana cara nyingkirin kamu," ucapku ketus.
"Jahat," wajahnya berubah sedih yang dibuat-buat, sudut bibirnya turun ke bawah.
"Gak usah drama," aku bangkit dari dudukku.
"Bangun, ikut aku!" aku berjalan menuju ruang tengah. Saat aku baru saja menutup pintu kamar kulihat dia sudah duduk di sofa depan tv. Cih, dasar hantu.
Aku duduk di ujung sofa, menghadap ke arahnya.
Tangan ku silangkan di dada.
"Yakin mau tinggal di sini?"
Dia mengangguk-anggukan kepalanya sldengan mata yang membulat lucu. Aku berdehem.
"Kalo gitu kamu harus ikutin semua aturan aku."
"Aturan?"
"Ya, aku pemilik rumahnya jadi kamu harus nurut kata aku."
"Apa aja?"
"Satu, kamar adalah wilayah pribadi aku jadi kamu ga boleh masuk ke sana."
"Oke,"
"Dua, jangan pernah sentuh apapun!"
"Kayak aku bisa nyentuh barang aja,"
Benar juga.
"Terus apa lagi?"
Aku mengerutkan keningku, berpikir.
"Aturan lainnya nanti nyusul."
"Huh dasar," dia menyandarkan tubuhnya di sofa. Aku heran, kenapa dia bisa duduk di sofa itu sedangkan dinding saja dia tembus. Ah, sudahlah masa bodo.
"Kamu gak mau kasih aku nama?"
"Nama?"
Dia mengangguk.
"Emmmm, apa ya?"
"Hantu?" aku menatap ke arahnya tapi dia menatapku dengan tajam.
"A,,aku becanda, hehe."
"Arka. Gimana?"
Matanya membesar. "Aku suka,"
"Udah namaku Arka aja," dia tersenyum lebar dan bertepuk tangan seperti anak kecil yang di kasih mainan.
"Oke, Arka sekarang udah malem, aku mau tidur. Kamu jangan bikin ulah."
"Oke, tidur aja. Aku bakal jagain kamu."
Aku mendengus, "aku bukan anak kecil yang harus dijagain."
Akhirnya aku merebahkan diriku di kasur. Perutku lapar, tapi aku malas untuk keluar kamar lagi dan bertemu Arka. "Gara-gara dia aku jadi gak makan malam." Aku memilih untuk mulai memejamkan mataku dengan harapan kalau yang terjadi barusan adalah mimpi.
***
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Tiara Mutia
wah mau dog tiba2 ad hantu tampan...apa kyak lee min ho
2022-10-01
0
Desmar Sagitarius Chiputry Thanjung
janganw otu cincin ny devan yg sdng koma.itu arwahnya devan
2022-04-17
1
🌺sahaja🌺
gara2 cincin
2021-12-24
0