Pertemuan Kembali

Zian Lu menginjakkan kakinya di bandara Incheon, ini pertama kalinya ia menginjakkan kakinya di negeri asal ibunya tersebut setelah kepergiannya satu tahun yang lalu.

Zian melepaskan kaca mata hitamnya yang sedari tadi bertengger di hidung mancungnya. Pandangannya menyapu, bandara itu masih terlihat sama seperti saat dirinya meninggalkan negara tempat ia dibesarkan tersebut.

Pemuda berwajah tampan nan cantik itu menyeret kopernya menuju pintu keluar bandara. Rasanya dia sudah sangat tidak sabar untuk bisa segera bertemu dengan kakak tercintanya itu.

"Kita berpisah di sini, ada sesuatu yang harus aku urus. Bawa koperku dan aku akan mengambilnya nanti!!" Zian menepuk bahu Andrew dan pergi begitu saja.

Zian menghentikan taxi dan memberikan alamat tujuannya. Dan setelah tiga puluh menit, Zian tiba di tujuan. Pemuda itu segera turun dari taxi yang dia tumpangi dan berjalan tenang memasuki sebuah perusahaan yang memiliki puluhan lantai.

Kedatangannya di sana langsung menyita banyak pasang mata. Tanpa banyak bertanya pun, tentu para karyawan maupun staf yang bekerja di perusahaan itu sudah mengenalnya. Pemuda itu merupakan putra bungsu dari pendiri perusahaan tempat mereka bekerja dan mencari nafkah.

Zian terus berjalan tanpa peduli dengan tatapan memuja para karyawan wanita yang seolah-olah ingin menerkamnya. Zian memasuki ruang kerja Marcell dan mendapati ruangan itu kosong.

Pemuda itu melangkahkan kaki panjangnya memasuki ruangan lalu mendaratkan pantatnya di kursi kerja Marcell. Zian tidak sabar melihat bagaimana reaksi kakaknya itu ketika melihat keberadaannya di dalam ruangannya.

"Lakukan dengan segera, aku ingin mereka berdiri di pihak kita. Bagaimana pun caranya kita harus mendapatkan tender itu."

"Baik, Tuan."

Samar-samar Zian mendengar perbincangan dua orang di luar ruangan, dan dia sangat mengenali suara salah satu dari kedua orang tersebut. Kembali, sudut bibirnya tertarik ke atas. Zian menghitung mundur, dan tepat pada hitungan kesatu pintu ruangan itu terbuka dan persis seperti dugaannya, Marcell terkejut melihat keberadaannya.

"Zian?! Sedang apa kau di ruanganku? Dan kapan kau kembali?" tanya Marcell to the poin.

Zian bangkit dari duduknya lalu berjalan menghampiri Marcell. Seringai meremehkan tampak tersungging di sudut bibirnya.

"Kenapa, Kakak? Sepertinya kau tidak menyukai kedatanganku? Atau mungkin kau merasa cemas karena posisimu sebagai CEO di perusahaan ini bisa terancam setelah aku kembali, atau mungkin karena hal lain?"

"Apa maksudmu bicara seperti itu?"

"Dibandingkan diriku, tentu kau yang lebih tau. Sepertinya aku terlalu banyak membuang banyak waktuku di sini. Oya, jangan lupa bawa calon istrimu makan malam di rumah, setidaknya kau harus memperkenalkan dia pada adikmu.Terus terang aku sangat penasaran padanya. Baiklah, aku pergi dulu!!" Zian menepuk bahu Marcell dan pergi begitu saja.

Pemuda itu menyeringai di tengah langkahnya. Dia merasa sangat puas melihat wajah memerah Marcell karena menahan amarah.

Zian tidak akan membiarkan Marcell hidup dengan tenang, ia tidak akan mengalah lagi dan membiarkan Marcell terus menginjak-injak dirinya, kali ini dia akan merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya.

-

Napasnya terengah. Ia berlari mencari tempat untuk menghindari tetesan air hujan yang tiba-tiba membasahi bumi. Beruntung ia tidak memakai heels saat ini. Pasti tinggi tumit pada sepatunya akan mempersulit dirinya.

Sherly Davis mendesah lega ketika melihat sebuah halte bus yang sepi penunggu, ia berlari ke sana, berdiam diri seraya menepuk-tepuk kain bajunya yang basah tanpa menyadari seseorang yang berada di sampingnya.

Ia sungguh merutuki kesialannya hari ini. Mobil yang tiba-tiba mogok, ponsel ketinggalan. Dan sekarang hujan malah turun dengan derasnya.

"Sial!" ia mengumpat pelan, menyadari bahwa kain blus berenda putihnya menjadi tembus pandang, membuat akses mata bebas untuk melihat bra hitam yang tercetak jelas di sana.

Pandangan Sherly bergulir, melihat sekelilingnya yang benar-benar seperti pemakaman. Sampai akhirnya ia menyadari bahwa di sini ia tidaklah sendiri. Ada seorang pria di sana. Tepat di ujung halte yang cukup jauh dari tempatnya berdiri saat ini.

Sherly kembali mengumpat, menutupi area permukaan dadanya agar tidak terlihat oleh pria asing tersebut dengan tasnya. Namun sampai beberapa waktu lamanya, hanya keheningan, terlalu hening hingga rasanya ia dapat mendengar deru napasnya dan suara air hujan yang semakin deras.

Sherly kembali menoleh pada samping kanan tubuhnya. Pria itu masih di sana, masih dengan posisi yang sama. Dahi Sherly menyernyit, melihat dari postur tubuhnya sepertinya ia mengenali sosok itu. Tapi Sherly tak yakin jika itu memang dia karena sebagai wajahnya tertutup oleh tudung rompi hitamnya.

Ia menghela napas, kemudian menggeleng kecil. Pria itu tidak mungkin dia. Jika memang dia pasti dia sudah menyapanya dari tadi. Tapi orang itu hanya diam dalam posisinya berdiri.

Arah jarum jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul empat sore. Hujan deras dan ia sama sekali tidak bisa menghubungi siapapun untuk diminta jemputan, karena ponselnya tertinggal dan tidak ada telfon umum di sekitar sini.

Sherly mengentak-entakkan kedua kakinya di atas keramik halte, merasa sangat sial dan luar biasa kesal. Jika saja ia bisa memprediksikan cuaca dan tidak melakukan kecerobohan. Pasti kini ia tidak akan terkurung di dalam halte sampai entah kapan langit akan berhenti menangis.

Orang yang sedari tadi berdiri di samping kanan Sherly tiba-tiba menolehkan kepala ke arah gadis itu.

Pandangannya bergulir, sepasang binernya menatap sosok gadis yang duduk dengan mimik muka di tekuk, kesal. Berbagai ekspresi tersirat dari tatapannya yang dingin dan datar.

Pemuda itu mendesah berat. Ia terlihat beranjak kemudian berjalan mendekati Sherly dan berhenti tepat di depan ia duduk.

Sherly terkejut, gadis itu mengangkat wajahnya dan betapa terkejutnya dia saat melihat siapa yang saat ini berdiri menjulang di hadapannya. Sherly segera berdiri sambil membekap mulutnya dengan kedua tangannya.

"ZIAN!!"

.

.

Di sini mereka sekarang. Duduk di sebuah cafe yang letaknya tak terlalu jauh dari halte tempat mereka berteduh tadi. Sepuluh menit telah berlalu, namun tidak ada perbincangan diantara mereka, keduanya saling diam dalam keheningan.

Sherly mengambil nafas panjang dan menghelanya. Kembali ia menatap Zian. "Kapan kau kembali?" tanya Sherly mengakhiri keheningan.

"Pagi ini. Bagaimana kabarmu?"

"Seperti yang kau lihat, aku baik." Sherly tersenyum.

Zian menggulirkan pandangannya pada cincin yang melingkari jari manis Sherly. "Sepertinya kau sangat bahagia dengan pertunangan mu," Sherly tersenyum miris mendengar ucapan Ken.

Sherly mendesah berat. "Bahagia, aku rasa tidak. Aku hanya bisa menunjukkan kebahagiaan di depan orang lain, tersenyum seolah aku baik-baik saja. Tapi di balik itu aku hancur dan rapuh. Bertunangan dengan orang yang tidak aku cintai rasanya begitu menyiksa, tapi aku tidak memiliki pilihan." Tuturnya panjang lebar.

"Apa yang membuatmu tidak bahagia? Bukankah calon suamiku adalah pria yang sudah mapan dan bisa menjamin masa depanmu? Hidupmu akan enak jika menikah dengannya." Zian memicingkan matanya.

Sherly menggelengkan kepala. "Kau salah. Kebahagiaan tak bisa di ukur dengan manteri dan kekayaan. Lagipula untuk apa semua itu, jika aku harus kehilangan orang yang paling aku cintai dan paling berarti dalam hidupku." Jawab Sherly tanpa mengakhiri kontak matanya.

Kedua mata gadis itu tampak berkaca-kaca, yang kemudian dia seka sebelum jatuh membasahi wajah cantiknya. "Sepertinya hujan sudah mulai reda. Aku harus pulang sekarang." Zian menahan pergelangan tangan Sherly ketika gadis itu hendak melangkah pergi.

Sherly menoleh pada Zian, lalu menatap pergelangan tangannya yang digenggam oleh pemuda itu. "Aku akan mengantarmu." Sherly tersenyum dan kemudian mengangguk.

-

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Fhatt Trah (fb : Fhatt Trah)

Fhatt Trah (fb : Fhatt Trah)

bakalan ada banjir air mata nih kyknya...

2021-09-30

0

🌹Dina Yomaliana🌹

🌹Dina Yomaliana🌹

panas banget perdebatan adik kakak satu ini😌😌😌😌 masa adik kakak gitu sih we, kalian harus akur dong, jangan perang dingin kek gini, sedih aku loh😭😭😭😭😭

apa Zian ngak tau ya kalau Sherly mencintainya?😌😌😌

2021-09-08

2

eryuta

eryuta

udh Thor SMA Zian saja

2021-09-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!