Kekasihku Adik Iparku
'Ckiiiiittt...!'
'BRAAAAKK...! BRAAAK...!'
'DUAAAARRR...!'
Suara ledakan yang cukup keras itu terdengar disepanjang jalanan kota yang sangat sepi. Udara malam yang dingin seketika berubah menjadi hangat karena kobaran api yang berasal dari sebuah mobil yang baru saja meledak karena menabrak sebuah pohon besar di tepi jalan.
Seorang gadis berambut coklat panjang yang baru saja selamat dari maut itu hanya bisa tertegun memandang mobil yang dikendarainya beberapa saat lalu kini di penuhi kobaran api.
Gadis itu termangu, dia membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya jika saja ia tidak segera melompat keluar sesaat sebelum mobilnya yang mengalami rem blong menabrak pohon.
Tidak ada luka berarti. Hanya luka kecil pada lutut, siku dan keningnya. Luka yang dia peroleh ketika melompat keluar dan terguling di atas aspal. Dengan langkah sedikit tertatih. Gadis itu meninggalkan lokasi kecelakaan.
-"-
"Sherly?!"
Gadis itu 'Sherly' yang sedang berbaring di kamarnya tampak sedikit terkejut dengan kemunculan pria yang sangat dia kenali tiba-tiba saja muncul di kamarnya dengan mimik wajah cemasnya.
Sherly merubah posisinya menjadi duduk dan bersandar. "Marcell, apa yang sedang kau lakukan di sini? Maksudku, bagaimana kau bisa ada di sini?" tanya Sherly terheran-heran.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Marcell memastikan. Alih-alih menjawab pertanyaan Sherly dia malah balik bertanya.
Sherly mengangguk. "Ya, aku baik-baik saja. Dan hanya mengalami luka ringan saja, tapi dari mana kau tau jika aku baru saja mengalami kecelakaan?" tanya Sherly terheran-heran.
"Mamimu yang memberitahuku. Dan aku langsung kemari setelah mendengar kau mengalami kecelakaan." Tuturnya.
Sherly menarik napas panjang dan menghelanya. "Tidak usah berlebihan, aku baik-baik saja, sungguh. Jadi sebaiknya kau pulang saja," pinta Sherly pada pria dihadapannya.
"Sherly, jangan kurang ajar kamu!! Marcell, dia adalah calon suamimu, seharusnya kau bisa bersikap lebih sopan padanya," tegur Maria melihat sikap kurang ajar putrinya.
Sherly memutar matanya jengah. "Sudahlah, Mi. Jangan bersikap berlebihan. Lagipula siapa yang menyuruh, Mami menghubunginya? Ini sudah hampir tengah malam, Mi. Dan aku butuh waktu untuk istirahat. Kepalaku juga sangat pusing. Jadi mengertilah!! Dan jika, Mami tidak ingin dia pulang. Tinggal meminta pelayan menyiapkan kamar tamu untuknya, gampang 'kan!!"
"Sherly?!"
"Besok saja ceramahnya, aku benar-benar lelah dan kepalaku sangat pusing. Jadi bisakah kalian keluar sekarang?" Sherly menatap ibu dan calon suaminya itu bergantian.
Maria mendesah berat. "Cell, ayo kita keluar dan biarkan dia istirahat." Ucapnya.
Akhirnya Maria pun mengajak Marcell keluar, sedangkan Sherly langsung berbaring kembali. Kepalanya benar-benar sangat pusing dan dia ingin segera tidur.
-"-
Seorang pemuda baru saja meninggalkan sebuah club malam yang berada di jantung kota London. Aroma alkohol yang begitu menyengat menguar dari tubuhnya yang dalam balutan kemeja tanpa lengan dan jeans belel hitam.
Dari penampilannya saja sudah jelas terlihat jika pemuda itu bukanlah pemuda baik-baik dengan titlle brandal yang melekat kuat pada dirinya.
"Yakkk!! Where are your eyes when you walk?" bentak pemuda itu pada orang yang tidak sengaja bertabrakan dengannya.
Tak ingin mendapatkan masalah, pria setengah baya itu buru-buru pergi sebelum pemuda brandalan itu semakin marah dan kemudian menghajarnya. Pemuda berdarah China itu mendecih dan menatap tidak suka pada pria itu.
"Dasar merepotkan." Desisnya tajam. Pemuda itu kembali melanjutkan langkahnya dan dia akan mengikuti kemana kedua kakinya akan membawanya melangkah.
Ketika malam menyingsing, udara malam terasa membekukan kulit.
Bulan tampak berkuasa dengan awan-awan yang bergerak. Kegelapan muncul seiring gemerlap lampu yang berpendar dengan begitu gagah, menyusul sekelompok burung yang terbang membentuk pola unik di atas langit tanpa halangan.
Desir angin malam terlihat mengudara, mengabaikan suara kendaraan yang terlihat tidak sabar akibat macet yang membuat penduduk merasa kesal tanpa alasan. Walau waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari, kota yang merupakan sebuah jantung dari negara adidaya adalah tempat yang memiliki siklus sosial yang tak terhentikan.
Pemuda itu menghentikan langkahnya dan bersandar pada pinggir jembatan yang menjadi salah satu objek wisata untuk mereka yang datang dalam rangka menghiburkan diri. Ia terdiam di sana, memikirkan berbagai hal yang membuat hatinya menjadi panas.
Iris coklatnya yang biasanya terlihat tajam kini tampak meredup. Ia membiarkan Surai keperakannya mengikuti udara, teralun pelan akibat angin tampak pergi menuju barat. Bibirnya menghisap batang rokok yang di apit oleh kedua jarinya. Asap putih yang keluar dari sela-sela bibirnya membumbung tinggi dan kemudian menghilang tersapu angin.
Pemuda itu 'Zian' melirik ke bawah, di mana jalanan besar di kota London tampak terisi penuh oleh kendaraan roda empat yang saling berdempetan. Ia dapat mendengar suara protes dari sebagian pria maupun wanita, mengintip dari kaca mobil untuk melayangkan kekesalan akibat mereka yang belum juga bergerak.
Zian mendecih sinis. Pemuda itu menarik napas panjang dan menghelanya, ia mulai berpikir akan konflik yang sedang terjadi berkaitan dengan kehidupan yang dia jalani saat ini. Mulai dari pasangan, masa depan, pernikahan.
Pemuda itu mendengus samar, merasa konyol tanpa sebab. Ia tidak peduli dengan desauan angin yang semakin kencang, jeritan para gadis akibat tak sadar bahwa waktu sudah menunjukkan tengah malam, getaran protes oleh para pengendara, atau kekesalan yang perlahan berubah menjadi kesan emosional.
Perhatiannya sedikit teralihkan oleh getaran pada ponselnya. Alih-alih menerimanya, Zian malah mematikan ponselnya. Dia terlalu malas jika harus mendengar ocehan panjang dari orang yang menghubunginya.
Zian membuang puntung rokoknya yang hanya tinggal setengah. Kemudian dia beranjak dan melenggang pergi meninggalkan tempatnya berdiri.
-"-
"Kau masih di sini? Aku pikir kau sudah pulang."
Sherly menatap terkejut pada sosok pria yang masuk ke dalam kamarnya sambil membawa nampan berisi makanan untuknya. Sherly tidak bisa ikut sarapan bersama kedua orang tuanya karena luka di lututnya.
"Ibumu melarangku untuk pulang semalam. Jadinya aku menginap." Jelasnya.
Sherly menganggukkan kepala tanda jika dia sudah paham.Tidak mengherankan jika kedua orang tuanya meminta Marcell untuk menginap mengingat jika semalam sudah sangat larut ditambah hujan lebat yang tiba-tiba mengguyur kota.
"Sebaiknya kau tetap di rumah sampai luka di lututmu benar-benar membaik. Aku akan kembali setelah pulang kerja. Aku menyayangimu." Marcell mengusap kepala Sherly lalu mengecup keningnya. Tak ada respon dari gadis itu atas pernyataan sayang dari tunangannya itu.
"Hm, hati-hati." Pesan Sherly yang kemudian di balas anggukan oleh Marcell.
Selepas kepergian Marcell di dalam ruangan itu hanya menyisahkan Serly seorang diri. Sherly beranjak dari duduknya, dengan langkah tertatih Sherly berjalan menuju jendela yang ada di samping kamarnya.
Jari-jari lentiknya mendorong daun jendela dan membukanya lebar-lebar. Semilir angin pagi yang berhembus lirih menerpa wajah cantiknya. Sherly menutup rapat-rapat kedua matanya dan membiarkan angin pagi membelainya.
Dan kenangan masalah lalu yang begitu ingin dia lupakan kembali melintas dan mengusik pikirannya.
-
Di pagi yang cerah. Seorang gadis terlihat berdiri di halte bus seorang diri. Jika saja dia tidak mengalami kesialan, pasti saat ini ia sudah tiba di kampusnya. Ban mobilnya tiba-tiba kempes padahal dia sedang terburu-buru.
Satu jam berdiri di sana. Namun tak ada satupun bus maupun taxi yang melintas, dan hal itu membuatnya sangat frustasi. Sampai sebuah motor sport merah yang di kendarai oleh seorang pemuda dengan style serampangan nya tiba-tiba berhenti di hadapannya.
"Kau butuh tumpangan, Nona?" tanya si pemuda pada gadis itu.
"Pria cantik?!" pekik si gadis yang pastinya adalah Sherly.
"Ck, berhentilah menyebutku pria cantik, Nona Davis. Itu sama sekali tidak cocok dengan diriku," sinis pemuda itu menegaskan.
Sherly berdecak sebal. "Ck, terima saja kenyataan jika kau itu menang cantik, Zian!! Dan asal kau tau saja, baru kali ini aku melihat ada brandalan secantik dirimu!!"
"Kau sudah bosan hidup ya?!"
"Kau mengerikan." Ucap Sherly yang hanya disikapi putaran mata jengah oleh Zian.
"Naik sekarang atau aku akan meninggalkanmu di sini?!" tegas Zian dengan nada mengancam.
Sherly menggembungkan pipinya, kebiasaan yang sering dia lakukan ketika sedang kesal. Dengan kesal Sherly baik ke atas motor besar Zian. Dan dalam hitungan detik motor sport merah itu melaju kencang membela jalanan kota yang padat kendaraan.
Sherly melingkarkan kedua tangannya pada perut Zian dan memeluknya dengan erat. Tak ada penolakan dari pemuda itu. Zian membiarkan Sherly memeluknya. "Zian, pernahkan kau jatuh cinta?" tanya Sherly tiba-tiba.
Zian sedikit menoleh dan melirik gadis yang tengah di boncengnya. "Kenapa kau tiba-tiba tanya begitu?" tanya Zian kebingungan.
Sherly menggeleng. "Tidak apa-apa, hanya ingin bertanya saja." Jawabnya.
Dan setelah perbincangan singkat itu tak ada lagi perbincangan diantara mereka berdua. Keduanya sama-sama diam dalam keheningan. Sesekali Zian menoleh ke belakang, melirik Sherly dari ekor matanya. Andaikan saja dia bisa mengatakan yang sebenarnya. Tapi dia terlalu takut untuk mengakui perasaannya.
-
Sherly membuka kembali matanya yang sebelumnya tertutup rapat. Bibirnya mengurai senyum simpul. Gadis itu mendesah berat.
"Si bodoh itu, sebenarnya apa yang telah dia lakukan padaku? Kenapa aku tidak bisa membuang perasaan ini dari hatiku? Zian, aku merindukanmu."
-
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Kok CANTIK?? Harusnya tampan kan sebutannya??🤣🤣
2024-12-28
0
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya Caraku Menemukanmu
2023-04-25
0
Fhatt Trah (fb : Fhatt Trah)
datang berkunjung ...
lanjut👍👍👍
2021-09-30
0