"Jemput adikmu pulang!!"
Marcell meletakkan ponselnya setelah mendengar permintaan ayahnya. Pria setengah baya itu memintanya untuk menjemput sang adik yang sudah satu tahun minggat dari rumahnya.
"Untuk apa, Pa? Jika dia ingin pulang, pasti dia akan pulang. Lagipula dia minggat dari rumah bukan atas kemauan kita, tapi karena kemauannya sendiri!!"
"Marcell!! Bagaimana pun juga, Zian adalah adikmu, tidak seharusnya kau bersikap seperti ini padanya."
Marcell mendesah berat. Pria itu bangkit dari duduknya dan berdiri menghadap sang ayah yang kini tengah menatap serius padanya.
"Aku tau, Pa!! Dan aku sadar akan hal itu. Dia bukan anak kecil lagi, seharusnya dia bisa mengerti mana yang baik dan mana yang buruk."
"Dia hanya terlalu kekanak-kanakan. Jadi biarkan saja, sebaiknya Papa tidak usah terlalu mencemaskannya!! Dia akan baik-baik saja meskipun hidup tanpa kita."
Marcell mengambil jasnya yang dia sampaikan di sandaran kursi kerjanya lalu memakainya."Aku harus pergi sekarang, ada rapat sepuluh menit lagi." Marcell beranjak dari hadapan ayahnya dan pergi begitu saja.
Tuan Lu mendesah berat. Dia tidak tau sampai kapan konflik diantara kedua putranya akan terus berlanjut.
Dan sebagai seorang ayah, tentu saja dia mengharapkan supaya Marcell dan Zian bisa akur dan saling menyayangi. Bukannya saling membenci seperti saat ini.
-
Zian Lu, dia adalah seorang pemuda berusia 25 tahun. Memiliki pola pikir yang sulit di mengerti oleh orang lain.
Bahkan dia di cap sebagai pemuda berandalan hanya karena dia tidak bersedia patuh pada aturan-aturan yang menurut nya tidak lah penting untuk di patuhi.
Zian adalah pemuda berjiwa bebas yang enggan dikekang, ia benci hidup dalam sebuah aturan yang rumit. Berakhir memutuskan kabur dari rumahnya.
"Kau terlihat buruk, Kawan!!"
Zian menangkap minuman bersoda yang di lemparkan padanya. Tanpa mengucapkan terimakasih Zian membuka kaleng minumannya lalu meneguk setengah dari isinya.
"Kapan kau kembali? Aku pikir kau akan lama di Korea."
"Awalnya sih begitu, tapi aku terlalu muak dengan aturan-aturan tidak penting dalam keluargaku. Dan benar apa yang kau katakan, Kawan."
"Hidup adalah pilihan, ini adalah hidupku dan orang lain tidak berhak mencampurinya. Dan mulai sekarang aku akan mengikuti apa kata hatiku."
"Bagus, akhirnya kau bisa berpikir terbuka."
Pemuda itu 'Andrew' menatap lengan kanan sahabatnya dan menemukan sebuah tribal baru yang terlukis di sana. Dan hal itu membuat Andrew tidak tahan untuk tidak bertanya.
"Kau menambah tatto lagi?" pemuda itu menatap Zian tak percaya. Itu adalah tatto ketika yang Zian miliki selain tatto di punggung dan dada kirinya.
"Hn,"
Lalu pandangan Andrew bergulir pada koper yang ada di samping tempat tidur Zian. "Untuk apa koper itu?" tunjuk Andrew pada koper hitam tersebut.
"Jangan bilang jika kau?!" Andrew tidak melanjutkan ucapannya dan menatap Zian dengan serius.
"Aku akan kembali ke Korea. Ada sesuatu yang harus aku selesaikan di sana."
"Berapa lama?"
Zian mengangkat bahunya. "Aku tidak tau, tergantung situasi."
"Jika kau pergi, lalu aku dengan siapa? Oh, ayolah Zian. Kau jangan berlaku kejam padaku. Jika tau begini aku tidak akan kembali ke mari." Ujar Andrew setengah memelas.
Zian mendengus berat. "Kau terlalu berlebihan. Kau akan baik-baik saja meskipun aku tidak ada di sini."
"Tapi tetap saja rasanya akan sangat berbeda. Kau adalah sahabat terbaikku dan sekarang aku harus menjalani hidup tanpa dirimu. Aku pasti akan sangat merindukanmu." Andrew memeluk Zian dan merengek seperti bayi.
Zian mendengus berat. Sahabat jangkungnya ini memang sangat melankolis, dan Zian tidak merasa heran lagi dengan sikap Andrew.
-
Marcell duduk di ruang kerjanya. Memandangi berkas-berkas yang menumpuk dengan tatapan kosong. Hatinya terasa sedikit pilu ketika dia mencoba menerima kenyataan jika Sherly tidak pernah mencintainya.
Satu tahun telah berlalu, tapi sedikit pun Sherly belum bisa membuka hati untuknya. Ada orang lain di hati Sherly, tapi sayangnya Marcell tidak tau siapa orang itu. Dia hanya tau jika pemuda itu adalah cinta pertama dari tunangannya.
Sherly begitu istimewa di hatinya. Dia adalah gadis pertama yang berhasil mengetuk pintu hatinya setelah sekian lama tertutup setelah penghianatan yang dilakukan oleh mantan tunangannya. Wanita yang meninggalkannya di hari pernikahan mereka.
Sudah sejak satu tahun yang lalu Sherly telah menempati ruang kosong dalam hatinya, memenuhi pikirannya dan mengacaukan khayalannya.
Marcell mendesah berat. Pria itu meraih ponselnya yang ada di atas meja lalu mencari kontak nama Sherly, Marcell menekan tombol memanggil dan panggilannya tersambung.
Tutt... Tutt... Tutt...
Panggilan tersambung namun tidak ada jawaban. Dan ini sudah yang ketiga kalinya tapi Sherly tak mengangkat telfon darinya.
Tapi Marcell tak ingin berpikir negatif, mungkin saja dia sedang beristirahat. Marcell mengakhiri panggilannya lalu meletakkan ponsel itu di atas meja.
"Presdir, ini beberapa dokumen yang harus Anda periksa dan Anda tandatangani,"
"Letakkan saja di atas meja, aku akan memeriksanya nanti."
"Baik, Presdir. Kalau begitu saya permisi," wanita berpakaian minim itu membungkuk dan pergi begitu saja.
Perhatian Marcell sedikit teralihkan oleh dering pada ponselnya dan nomor asing tertera, menghiasi layar ponselnya yang menyala terang.
Penasaran siapa yang menghubunginya, Marcell segera menerima panggilan itu.
"Halo,"
"Apa kabar, Kakakku sayang. Bagaimana kabarmu? Kau, apa kau tidak merindukanku?" tanya seseorang yang menghubunginya.
Kedua mata Marcell lantas membelalak. Itu adalah suara seseorang yang selama satu tahun terakhir ini tak pernah dia dengar, suara orang yang sangat dia benci.
Ya, itu adalah suara adiknya, orang yang dia anggap sebagai pemicu kematian ibunya.
"Zian!!"
~o~
"Zian!!"
Zian meneguk minumannya dan menyeringai sinis mendengar keterkejutan seseorang yang dihubunginya itu. "Kenapa? Kau terdengar tidak suka aku menghubungimu."
"Jadi kau masih hidup, aku pikir kau sudah mati!!"
"Oh, jadi kau mengharapkan kematianku? Aku tidak akan mati semudah itu. Aku hanya ingin memberitahumu jika aku akan kembali ke Korea dalam waktu dekat. Aku akan mengambil apa yang telah kau rebut dariku. Jadi persiapkan dirimu!!"
Zian memutuskan sambungan telfonnya begitu saja lalu melemparkan ponsel itu ke atas tempat tidurnya.
Pemuda itu menyeringai lebar, Zian sudah tidak sabar untuk segera bertemu kembali dengan kakak tercintanya itu. Dan kali ini dia tidak akan melepaskannya, dan dia akan merebut apa yang seharusnya menjadi miliknya.
"Kau akan berangkat hari ini?" Andrew menatap Zian dengan mata berkaca-kaca. Dia sungguh berat untuk melepaskan sahabatnya itu.
"Ck, jika kau tidak siap dalam waktu lima belas menit aku akan meninggalkanmu dan membatalkan keberangkatanmu!!"
Sontak saja kedua mata Andrew membelalak setelah mendengar apa yang Zian katakan.
"Zi, jangan bilang jika kau?! Kyyyaa!!! Kau memang sahabat terbaikku, baiklah berikan aku waktu untuk bersiap-siap." Zian mendengus geli, menggelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya.
-
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
CINTA ITU TIDAK BISA DIPAKSA,KALO DIPAKSA KAMU SENDIRI YG TERLUKA,
Dulu di khianatin tunangan, Sekarang juga Tunangan masih bergelung dengan masa lalu,Apa bedanya Mantan tunangan dengan Tunangan yg sekarang, Hujung2 nya juga pasti akan pergi dari sisi mu..Ckk miris banget..
2024-12-28
0
Fhatt Trah (fb : Fhatt Trah)
omegat 😱 bakalan berantem gak tuh
2021-09-30
0
Vina Pembriyani
nah2 perang sodara akan dimulai
2021-09-30
0