*Sebelum membaca jangan lupa untuk like, vote, dan comment ya*
Happy reading.
Simbokku kemudian berjanji yang disaksikan orang banyak "Sedulurku kabeh warga Desa Tambakan.
"Aku Sanikem, jika anakku Sri Slamet bangun dari tidurnya, maka aku berjanji akan menggelar pertunjukan Wayang Kulit semalam suntuk dan biayanya Aku akan ngemis di seluruh warga dan desa sekitar." ucap Simbok.
Setelah mengucapkan janji itu, simbokku kemudian berlari menghampiri mamaku dan berkata lirih "Bangun, nduk, Sri. Apa kamu nggak kasian sama simbok dan bapak?"
Melihat Mamaku tak bergerak, simbok akhirnya keluar ruangan.
---
Kakungku telah keluar dari kamar sucinya kemudian menuju ke tempat jenazah mamaku. Kakung berkata "Tangi, Nduk, Sri.. tugasmu neng alam donya isih akeh".
Tak lama kemudian perlahan mamaku membuka mata dan bergerak serta memanggil nama Simbokku.
"Simbok, simbok, simbok" begitu teriakan Mamaku.
Simbok kemudian berlari ke dalam ruang tamu dan melihat mamaku terbangun dan langsung dipeluk diiringi dengan uraian air mata.
"Koe bali, Nduk (Kamu kembali, Nduk)"
"Aku ngelih, Mbok (Aku Lapar, Mbok).
Tak lama kemudian budeku datang dan membawakan nasi untuk mamaku.
Orang-orang yang melayat yang pada awalnya terkejut karena mamaku bangun lagi, pun akhirnya ada yang menanggis karena haru.
"Lho, anakku wes tangi, mung turu jebule, Mo (Lho, Anakku sudah bangun, ternyata cuma tidur, Mo)" kata Simbokku girang kepada Pademo. Dia budeku yang juga dengan telaten merawat mama ketika sakit.
Kabar tentang mati suri mamaku pun cepat sekali menyebar kemana-mana, hingga pada waktunya tiba, Simbok harus menepati janjinya tempo hari untuk menggelar pertunjukan Wayang Kulit.
Bagi Simbok dan Kakungku untuk mengelar wayang kulit bukan perkara mudah. Keluarga ini sangat miskin. Simbokku pun setiap hari meminta-minta belas kasihan tetangga dan warga sekitar dengan cara 'ngemis'. Uang itu kemudian digunakan untuk membayar dalang.
Simbok kemudian meminta belas kasihan dari warga sekitar untuk menggelar pertunjukan wayang kulit. Dari satu rumah ke rumah lainnya, simbok datangi. Masyarakat sekitarpun kemudian memberikan sedekah berupa uang, beras, lauk pauk.
"Gimana, mbok apa sudah cukup uang kita untuk menggelar wayang kulit?" tanya mbah kakung
"Belum pak, besok simbok mau ke desa sebelah. Semoga masih ada yang mau memberikan sedekah untuk kita." kata Simbok
Tak berapa lama pakdhe ulu - ulu datang ke rumah. Dia menyarankan kepada kakung dan simbok untuk datang ke rumah kepala desa.
"Mbok, Pak ... Bagaimana kalau besok siang kita datang ke kelurahan." kata Pakdhe Ulu
"Ngapain ke kelurahan, Lu?" tanya kakung
"Coba minta bantuan kepada kelurahan untuk menggelar wayang kulit. Pasti kan nanti akan menjadi sebuah hiburan bagi masyarakat Desa Tambakan." kata Pakdhe Ulu
"Enggak usah, Lu. Aku sudah terlanjur sakit hati jika harus ke kelurahan. Biarkan Simbok besok mengemis saja ke desa sebelah." kata Kakung.
---
Malam datang, Simbok dan Kakung istirahat. Sementara mama tidur bersama Mbok Temu dan Simbok. Mama memang harus dijaga setiap malam. Takutnya Dewa Kala Pati (Yamadipati) akan datang dan benar - benar mengambil sukma mama.
"Mu, Temu tolong nyalakan sentir (lampu minyak) di setiap penjuru mata angin." perintah Kakung
"Ya pak" kata Mbok Temu
Mbok Temu tidak perlu bertanya kenapa harus menyalakan sentir dan disetiap penjuru mata angin. Bagi orang Jawa yang percaya, api yang menyala di setiap penjuru mata angin akan mampu menerangi kegelapan.
Api juga merupakan simbol dari kesucian dan penolak bala. Kakung masih menyakini jika sukma mama ku belum kembali secara sempurna. Sehingga harus benar - benar dijaga dan setiap malam harus didoakan.
--
Pagi - pagi sebelum Surya menyingsing. Simbok sudah berangkat ke pasar untuk kulakan.
"Mu, Temu ... Aku mau ke pasar dulu. Titip Sri ya," kata Simbok.
"Ya, Mbok hati - hati di jalan." kata Mbok Temu.
Simbok kemudian berangkat ke pasar dan setelah berbelanja, Simbok menjajakan jualannya ke desa sebelah.
Simbok sangat ramah kepada semua orang. Bahkan orang yang sedang bekerja di sawah pun, Simbok memberikan makan dan minum secara gratis. Tapi orang- orang tersebut tidak tega jika tidak membayar.
"Mbok, ini untuk sekedar tambahan menggelar wayang kulit." kata pekerja sawah
"Matur nuwun nggih mas, semoga rejeki nya lancar dan hasil panennya melimpah." kata Simbok.
Masyarakat desa sebelah begitu mengetahui Simbok datang datang mengerumuni dan membeli barang dagangannya. Uang yang mereka berikan kepada Simbok semuanya berlebih. Itu semua karena mereka sudah mendapatkan kabar dari mulut ke mulut tentang janji Simbokku.
"Mbok, ini sekedar untuk beli bakmi dan bubur ya. Semoga uangnya segera terkumpul dan nanti kami dapat menyaksikan pertunjukan wayang kulit di rumah Simbok." kata seorang pembeli
"Terimakasih ya nak, untuk bantuannya kepada Simbok. Semoga sukma anakku sempurna di badan kasarnya lagi. Semoga dia panjang umur sampai tua nanti." kata Simbok
Sore hari sekitar pukul 15.00, Simbok kembali pulang. Kakung, Mbok Temu, dan Pakdhe Ulu sudah menunggu kedatangan Simbok dengan senyuman hangat.
"Mbok, duduk dulu tak buatkan teh anget pakai gula jawa." kata Mbok Temu
"Makasih ya Mu" kata Simbok
Simbok kemudian duduk di kursi kesayangannya. Peluh yang membasahi Simbok membuat Kakung merasa kasian.
"Mbok, besok aku tak ke kelurahan." kata Kakung
"Tidak usah saja kung, aku masih sanggup. Aku nggak mau Kakung nanti berantem sama pihak kelurahan." kata Simbok
Kakung hanya diam membisu. Tak berapa lama Mbok Temu membawakan 3 gelar air teh anget dan gula jawa untuk Simbok, Kakung, dan Pakdhe Ulu.
...
Dalangpun begitu tahu maksud dari undangan itu merasa kasihan. Akhirnya Pak dalang dengan suka rela mengelar pertunjukan secara gratis. Ia mengetahui niat dan perjuangan Simbok dan Kakungku demi mempertahankan nyawa anak semata wayangnya.
Warga Desa Tambakan, juga sangat senang, karena pagelaran wayang biasanya hanya digelar oleh orang kaya.
----
Kembali ke masa sekarang.
"Begitulah, Sri kisah hidupmu, suatu saat nanti jika Nara sudah besar dan siyap mendengarkan cerita maka kamu harus menceritakan perjuangan Simbok. " kata Simbokku.
"Jadi, Mbok, aku pernah mati suri?" tanya mamaku pada Simbok.
Sambil menarik nafas panjang, simbok menjawab pertanyaan mamaku dengan cekatan.
"Opo koe ra kelingan? (apa kamu nggak ingat?)" tanya Simbok balik.
Tiba-tiba mamaku memikirkan kejadian di saat usia 8 tahun dan kemudian berbinar mama mamaku.
"Aku ingat, mbok" kata mamaku singkat.
Simbok kemudian tersenyum dan berkata "Apa yang kamu ingat?"
"Mbok, pada waktu itu ak seperti disambut oleh Mas Lulu (Sebutan untuk kakak sepupu Maka karrna bertugas sebagai Ulu-ulu desa). Aku kemudian dimandikan oleh seseorang tapi orang itu aku pandangin dengan tatapan marah, kemudian muncul seseorang yang berkata "Bocah iki durung wancine mrene, balio ngger, bali neng asal usulmu, balio koe ndue tugas le hurung rampung (Anak ini belum saatnya ke sini, kembalilah, Nduk, kembali ke asal usulmu, kembali karena kamu punya tugas yang belum selesai). Itu Mbok yang Aku ingat." kata mamaku menjelaskan kepada Simbok.
Simbok pun kemudian mengangukan kepala dan bertanya, "Apa kamu ngerti apa tugasmu?"
"Belum, Mbok" jawab mama singkat.
Simbok kemudian mengelus kepala Mama dan berkata "Tugasmu itu berkaitan sama cucuku, Nara"
-------
dilanjut besok lagi ya,. Nur mau persiapan hari raya dulu..
jangan lupa like dan coment ya.
With love
Citralekha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 265 Episodes
Comments
ardan
🙏👍
2023-12-31
0
Ikha Rachma
suamiku orang gunung kidul. tiap pulkam aku lewat candi prambanan. dari bahasa novelnya sedikit familiar sama bahasa disana. jadi tertarik pengen baca meski telat.
2022-11-02
0
Kristi Yani
ternyata ga ngemis seperti yang kubayangkan,, kalo orang sekarang ngemis buat makan minum sendiri malah kadang² hasil ngemis buat mabuk²an tapi disini ngemis buat nyelametin anak sama sekalian memberikan hiburan bagi warga, pada akhirnya banyak yang kasihan sehingga nazarnya terwujud , kehidupan orang Jawa kuno itu kalau didalemin benar² menakjubkan
2022-09-25
1