“Yah! Ayah!” Lena menghamipiri tubuh ayahnya yang tergeletak tak sadarkan diri di lantai ruang keluarga. Lena panik mengambil ponselnya dan berusaha menghubungi dokter keluarga, “Ayah aku mohon...”
Lena baru saja pulang dari tempat ia mengajar les. Biasanya ketika ia pulang ke rumah, rumahnya masih kosong. Ayahnya belum pulang. Lena tidak menyangka ketika ia menyalakan lampu rumahnya yang ia dapati adalah tubuh ayahnya yang tak sadarkan diri seperti itu. Dada Lena bergemuruh. Rasa takut merembes ke dalam hatinya perlahan. Membuat air mata Lena mengalir dari sudut matanya. Kumohon...
Lena berlari keluar rumah dan mencari siapa saja yang bisa membantunya memindahkan tubuh ayahnya. Badan Lena terlalu kecil untuk memindahkan beliau ke tempat yang lebih nyaman.
“Pak Deni!” Lena melihat tukang kebun tetangganya hendak mengunci pintu gerbang. Ia buru-buru menarik laki-laki itu sambil beruraian air mata. Pak Deni ikut panik melihat Lena yang biasanya begitu tenang menjadi sepanik itu. Lena menjelaskan apa yang sedang terjadi di sela isak tangisnya.
“Kau sudah panggil dokter, Len?” tanya Pak Deni sambil membenahi posisi Ayah. Ia melirik ke arah Lena yang masih bergerak-gerak cemas.
“Sudah, Pak. Tapi Dokter Ryan belum juga kelihatan...” jawab Lena sambil mengusap air matanya.
“Tunggu sebentar lagi, mungkin jalanan macet. Bapak tinggal sebentar ya, pintu rumah majikan bapak belum bapak kunci tadi...” Pak Deni sekali lagi melihat Pak Sahid, ayah Lena sebelum berpamitan.
“Terima kasih ya, Pak...”
“Iya, kalau ada apa-apa jangan sungkan buat panggil bapak ya?”, pesan Pak Deni sebelum keluar rumah. Lena mengantarkan beliau sampai ke depan dan melihat mobil Dokter Ryan sudah terparkir di depan rumahnya.
“Dokter...” melihat Dokter Ryan muncul dengan tergesa-gesa membuat Lena kembali menngis.
“Lena, apa yang terjadi?” dokter itu sambil bergegas menghampirinya, “bagaimana Ayahmu?”
Lena hanya menggeleng dan membimbing Dokter Ryan masuk ke dalam rumahnya. Dokter itu menyuruh Lena menunggu di luar. Hal yang aneh, biasanya Dokter Ryan membiarkannya menemani ayah atau sebaliknya. Jika Lena sakit, Ayah akan duduk di samping Lena sambil menunggu pemeriksaan dari dokter. Apa yang disembunyikan oleh ayahnya? Cepat-cepat Lena mengusir pikiran negatifnya dan beranjak menuju dapur untuk membuatkan Dokter Ryan dan ayahnya minuman. Ia menyakinkan dirinya sendiri bahwa semua akan baik-baik saja.
Dokter Ryan melirik ke arah pintu dan memastikan jika Lena sudah tidak bisa mendengar pembicaraan mereka berdua. Ayah Lena sudah sadar. Ia terkejut mendapati Dokter Ryan yang sedang duduk di hadapannya.
“Apa tidak sebaiknya Anda memberitahu Lena tentang keadaan anda sebenarnya, Pak Sahid? Akan lebih baik kalau Anda segera mendapatkan perawatan di rumah sakit”, Ayah Lena menggeleng tegas menanggapi saran dokternya. Tidak sekarang, masih banyak yang harus dikerjakannya.
“Jangan, tolong rahasiakan semua ini dari Lena...” Ayah Lena memohon pada Dokter Ryan dengan tatapan putus asa.
“Tapi Pak...” Dokter Ryan mencoba membujuknya.
“Kumohon, aku akan sering datang ke rumah sakit untuk chek up...” Dokter Ryan terpaksa terpaksa permohonan Pak Sahid.
***
Renov melihat Renatta yang termangu di perpusatkaan. Wajahnya terlihat begitu kelelahan. Gadis itu berulang kali mengusap matanya yang berulang kali menutup tanpa di sadarinya. Renatta juga berulang kali menepuk pipinya agar kembali fokus dengan tugas yang sedang dikerjakannya.
“Den...” Renov terkejut saat dipanggil oleh Pak Wahyu.
“Iya Pak...” Renov lalu mengikuti PaK Wahyu sambil menenteng peralatan perangnya seperti biasa. Setelah menyimpan sapu dan alat pel di dalam gudang, Renov berjalan ke arah rumah tinggal Pak Wahyu.
“Makasih ya, Den. Sudah membantu Bapak selama ini. Kami sangat berterima kasih dengan bantuan Aden. Tidak seharusnya Aden seperti ini pada kami...” Bu Wahyu meletakkan secangkir teh di atas meja dan memandang anak muda di depannya dengan penuh haru.
“Tidak Bu, saya yang justu minta maaf pada Ibu dan Bapak, selama saya sekolah di sini banyak merepotkan. Ini bukan apa-apa...” Renov sama tulusnya dengan Bu Wahyu saat mengucapkannya.
“Nggak Den, kami justru senang saat Aden mau main ke gubuk kami...” Pak Wahyu yang baru selesai membersihkan diri menimpali dari belakang.
“Gubuk yang nanti bakalan Renov rindukan Pak...” Renov menatap setiap sudut rumah dengan sendu. Ia tidak akan sesering dulu main ke rumah ini setelah lulus sekolah.
“Terima kasih ya Den sekali lagi...” Pak Wahyu menggerakan kakinya, “berkat Aden, saya sembuh lebih cepat...”
“Saya jadi nggak punya alesan dateng ke sekolah lagi Pak...” jawab Renov sedih.
“Boleh kok Aden main ke sini kapan pun...” Bu Wahyu mengusap bahu Renov, tiba-tiba ia merasa akan merindukan celotehan Renov.
“Ah, saya boleh bawa temen ke sini, Pak, Bu?” Renov teringat seseorang ketika melihat kucing peliharaan Pak Wahyu menghampirinya.
“Siapa Den?” tanya Bu Wahyu penasaran.
“Orang yang selalu kesepian Pak. Saya yakin dia akan menyukai tempat ini...” Renov tersenyum penuh makna. Sepasang suami istri itu hanya ikut tersenyum melihat wajah Renov yang tiba-tiba sumringah.
“Bukan orang yang mencuri hati Aden kan?” goda Ibu Wahyu.
“Woh! Ibu bisa saja!” Renov mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Ia tiba-tiba merasa malu mengakuinya, “besok kalau udah Renov kenalin ke Bapak dan Ibu tolong dijagain ya...”pesan Renov.
“Kan udah gede, Den...”
“Saya kan bakalan kuliah di Bandung, jadi jauh Bu...” Renov teringat akan rencana masa depannya yang jauh dari Jakarta. Hal ini membuatnya tiba-tiba merasa sedih.
“Aden jadi kuliah di Bandung?” Pak Wahyu senang mendengar kabar dari Renov.
“Belum ada pengumumannya sih Pak, tapi saya udah daftar di sana...”
“Semoga lancar ya Den. Orang baik kayak Aden gini biasanya dimudahkan urusannya”, doa Pak Wahyu tulus.
“Amiin, Pak...” Renov melihat jam tangannya, “saya pamit pulang ya Pak, besok main ke sini lagi...” Renov undur diri dan berjalan meninggalkan rumah Pak Wahyu. Ia kembali menelusuri lorong di dekat perpustakaan, berharap bisa melihat Renatta sebelum pulang.
Saat melewati kamar mandi, Renov terhenti dan mendengar suara tangis dari kamar mandi. Ia menoleh ke kanan kiri, memastikan apakah ada orang di sekitar situ. Karena penasaran dia memutuskan untuk mendekati sumber suara. Suara itu berasal dari salah satu pintu kamar mandi perempuan yang tertutup. Walau gadis di dalam kamar mandi itu menyalakan keran air, suaranya tak mampu meredam suara tangisnya. Renov menghela nafas dan memutuskan untuk pergi, ia tidak seharusnya ikut campur dengan urusan orang lain.
Akan tetapi mata Renov menangkap sesuatu di atas meja yang sengaja di tumpuk asal di samping gudang karena sudah tak terpakai. Terdapat tumpukan buku pelajaran di sana, sudut mata Renov ajaibnya bisa melihat nama Renatta di samping buku itu. Renov berbalik menghadap pintu kamar mandi dengan hati yang berdebar. Hatinya tiba-tiba dilanda kekhawatiran.
Renov mondar-mandir di depan kamar mandi sambil terus berpikir apa yang harus di lakukannya. Mengetuk pintu, menunggu, atau pergi dari sana? Tapi kenapa Renatta menangis sepert itu?
Akhirnya Renov menunggu, ia akan menunggu sekaligus memastikan tidak ada yang mendekat dan mengganggu Renatta. Hati Renov terasa teriris mendengar suara isakan tangis Renatta. Ingin sekali ia merengkuh gadis itu dalam pelukkannya. Menenangkannya.
“Mas Renov...” gadis itu terkejut melihat Renov berdiri tak jauh dari tempatnya meletakkan buku. Ia termangu menatap Renov.
Renov menghampiri Renatta dan memberikan sapu tangannya tanpa mengatakan apapun. Wajah Renatta basah, ia pasti mencuci wajahnya untuk menghindari kecurigaan teman-temannya. Tapi astaga lihatlah matanya, merah matanya tidak dapat menyembunyikan kenyataan bahwa ia baru saja menangis.
“Mas...denger...” tanya Renatta ragu. Ia menerima sapu tangan itu sambil melirik ke arah Renov takut-takut.
“Gue pikir penunggu sekolahan ini... serem...” Renov mengendikkan kepalanya, berpura-pura ngeri membayangkan hal lain.
Renatta menunduk sambil menggigit bibir bawahnya. Ia tak berani menatap Renov. Lagi-lagi ia bertemu di waktu-waktu seperti ini, waktu yang menyedihkan baginya.
Renov menghembuskan nafasnya pelan, “menangis tidak akan membuatmu lemah Re, lo justru akan semakin kuat melalui segalanya...” kata Renov sambil meletakkan tangannya di atas kepala Renatta. Renatta terkejut saat merasakan tangan Renov yang perlahan mulai mengusap kepalanya. Tiba-tiba air matanya kembali ingin mengalir saat mendengar ucapan Renov.
“Aduh, kini gue yang bikin anak orang nangis...” Renov maju selangkah dan memberikan bahunya untuk Renatta. Ia mengusap kepala Renatta dan menunggunya meluapkan segala kesediahannya dalam keheningan.
“Mau gue anter pulang?” tanya Renov begitu Renatta tenang.
“Aku masih ngajar nanti, Mas. Tidak usah...” Renatta memeluk bukunya dengan perasaan yang kacau.
“Baiklah, gue tinggal ya. Jangan nangis sendiri lagi. Serem...” Renov tersenyum sambil menggoda Renatta. Ia sekali lagi mengusap kepala Renatta. Tanpa ia sadari, ia meninggalkan kehangatan dalam hati gadis itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
IntanhayadiPutri
Aku mampir nih kak, udah 5 like dan 5 rate juga.. jangan lupa mampir ya ke ceritaku
TERJEBAK PERNIKAHAN SMA
makasih 🙏🙏
2020-12-25
1
Panah Aksara🌼
Lena kenapa selalu seperti banyak beban ya kak? kemarin ketiduran dan tampak lelah, terus sekarang nangis. Apakah karena alasan keluarga kah kak?
Dan aku semakin suka lagi sama karakter si Renov kak. sesuai namanya, ia mampu mereno-vasi hati yang tengah berantakan, sedih dan terluka.. eaeaea😁
2020-12-25
0
Mega
"Kumohon, aku akan sering datang ke rumah sakit untuk check up..." Dokter Ryan terpaksa terpaksa permohonan Pak Sahid.
gak paham yang ini thor 😁
2020-12-25
1