Episode 2 ; Si Bodoh Baik Hati

“Sudah beres kan Len?” tanya Tami, rekan satu tim jurnalistik. Sore itu mereka semua sibuk mengecek ulang semua tulisan dan layout buletin sekolah sebelum naik cetak.

“Sudah...” Lena mengusap peluh di lehernya dan tersenyum pada semua rekan-rekannya. Lena melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul lima. Pekerjaan ini akhirnya selesai juga.

Lena membereskan semua barangnya dan bergegas pulang ke rumah. Ia masih harus berbelanja untuk kebutuhan dapur untuk makan malamnya. Ia berpamitan dan berlari meninggalkan ruang jurnalistik.

“Semoga tidak terlambat...” doa Lena sepanjang perjalanannya.

Sampai di rumah, Lena tidak mendapati siapapun. Sepi, hal yang lumrah mengingat Lena hanya tinggal dengan Ayahnya. Ia menyalakan semua lampu dan memulai aktifitasnya di dapur setelah mengganti pakaiannya. Menyiapkan makan malam untuk dirinya sendiri dan Ayahnya.

“Ayah? Kenapa belum pulang?” tanya Lena saat jam di ruang tengahnya sudah  menunjukkan

angka delapan.

“Ayah harus lembur Nak...” jawaban sang Ayah hanya ditanggapi dengan helaan nafas pasrah dari Lena.

“Lagi?”

“Kamu makan duluan dan istirahat, Sayang...”

“Jangan lupa makan Yah dan hati-hati pulangnya...” Lena mengakhiri panggilan telponnya. Ia lalu berpindah ke ruang makan dan berusaha menikmati makan malamnya. Kapan terakhir kali ia makan bersama keluarganya? Entahlah... Lena terlalu takut untuk kecewa jika ia tahu jawabannya.

***

“Len?” Kenny menyentuh lengan Lena yang tertidur saat membaca bab kedua naskah Kenny.

“Maafkan aku, Kak...” Lena cepat-cepat meminta maaf dan kembali fokus ke naskah itu.

“Lo baik-baik saja?” tanya Kenny khawatir.

“Ya aku baik-baik saja. Hanya sedikit kurang tidur...” Lena mengusir rasa kantuknya. Ia juga heran dengan dirinya sendiri. Akhir-akhir ini ia sering sekali merasa kelelahan dan tertidur di kelas. Hal yang tidak wajar untuk seoang Lena.

“Kita lanjutkan besok saja gimana?” usul Kenny, “lo boleh bawa naskah ini dan membacanya ketika luang, gue masih bisa baca softfile-nya...”

“Beneran Kak?”

“Iya, kita ketemu lagi besok ya?”

Lena menjawab dengan anggukan mantap. Ia bisa lebih berkonsentrasi kalau membaca naskah itu sendiri daripada di perpustakaan yang justru rame setelah pulang sekolah seperti ini. Lena membereskan alat tulisnya dan menyimpan naskah itu dengan hati-hati.

“Langsung pulang?” tanya Kenny yang berjalan di samping.

“Tidak, aku masih ngajar les bimbel di Jl. Pahlawan...” Lena melihat jamnya, masih banyak waktu yang sebelum kelasnya dimulai.

“Lo ngajar juga?” Kenny terkejut dengan pekerjaan Lena.

“Iya... buat tambahan uang jajan”, Lena tersenyum karena tidak sengaja berbohong. Itu untuk uang keperluan sekolahnya. Ia tidak mau memberatkan ayahnya lagi sehingga ia memutuskan untuk mencari pekerjaan sampingan.

“Elo gila...”

“Mungkin?” Lena berfikir jika ia tidak melakukannya ia justru akan lebih gila. Ia sangat membenci kesendiriannya di rumah sehingga ia memutuskan untuk meluangkan waktu sebanyak mungkin di luar.

“Gue anterin lo, mau?” tawar Kenny.

“Beneran?” Lena tersenyum senang. Ia akan memiliki lebih banyak waktu untuk menulis ceritanya sambil menunggu waktunya bekerja.

“Tentu saja, lets go!”

***

“Len, lo pacaran sama Mas Kenny?” tanya Chery setelah berusaha keras menahan rasa penasarannya. Kebersamaan mereka ama–lama  menjadi buah bibir di sekolahnya. Banyak yang patah hati, banyak juga yang merasa iri atau bahkan cemburu. Rumor ini membuat Chery mengkhawatirkan sahabatnya itu.

“Heh! Gosip dari mana itu? Gue cuma bantuin Mas Kenny aja buat koreksi beberapa tulisannya kok...” Lena ikut terkejut dengan berita itu.

“Beritanya sudah menyebar ya Len, elo kurang peka sih...”

“Serius? Nggak ada apa-apa antara gue dan Mas Kenny, kami temenan kok...”  Lena akhirnya menyadari bahwa kedekatan mereka dapat membuat orang lain salah paham.

“Ada apa-apa juga nggak apa-apa kok, kan dari temen jadi demen...”

“Hush apaan sih...” Lena dan Chery tertawasambil bercanda melewati lapangan menuju kantin. Tiba-tiba saja terik cahaya matahari yang menyengat Jakarta terhalang oleh ratusan kertas yang melayang-layang dari atap sekolah. Lena berhenti dan mendongak ke atas, menghalangi cahaya yang menyilaukan mata dengan tangannya. Ada apa ini? Lena mengambil selembar kertas yang jatuh paling dekat dengan kakinya dan tertegun.

“I..i..ini…” Lena tergagap sambil memandang sekeliling, ia lantas mengambil kertas-kertas yang berjatuhan itu satu persatu. Semua murid yang kebetulan melihat fenomena hujan kertas itu ikut penasaran dan bergerombol ingin tahu apa yang sedang terjadi.

Tangan Lena gemetar mengambil lembaran-lembaran naskah novel Kenny yang sedang dalam proses koreksi. Jelas-jelas ia menyimpannya dalam tas, lalu siapa yang mengambil dan melemparkannya begitu saja dari atap gedung?

Melihat tingkah Lena yang panik membuat Chery ikut berjongkok dan mengambil kertas-kertas yang berserakan di lapangan. Ia tak mengerti tapi melihat sikap Lena yang panik, instingnya memberi tahukalau kertas-kertas itu penting untuk Lena.

“Kenapa bisa seperti ini?” tanya Kenny pias.

“Aku…aku…” Lena tak ingin membela dirinya sendiri. Tak ada yang berubah hanya karena ia membuat alasan. Kenyataan yang ada di hadapannyalah yang berbicara. Lena tahu bagi penulis, naskah adalah segala-galanya. Sudah sepantasnya Kenny marah jika naskahnya berantakan seperti ini.

“Padahal aku percaya padamu, kenapa bisa begitu ceroboh begini? Aku benar-benar kecewa!” Kenny melimpahkan kekesalannya pada Lena. Gadis itu menunduk tanpa berniat menghentikan usahanya untuk memungut kertas-kertas yang tersisa.Ia tak ingin menyalahkan siapa-siapa, terlebih kesalahpahaman yang menimpa dirinya saat ini

****

Renov menghela nafas melihat pemandangan di hadapannya. Ia benar-benar kesal terharap dua hal. Pertama, ia baru saja selesai membantu Pak Wahyu menyapu lapangan sekolah. Penjaga sekolah itu masih sakit dan Renov membantunya karena ia tak memiliki kerjaan apapun di rumah. Kedua, ia benar-benar kesal melihat anak-anak di sekolahannya hanya memandang Renatta tanpa berniat membantunya. Kenapa semua orang di sekolahan ini begitu egois sih?

Renov sebenarnya tak ingin ikut campur. Toh semua yang terbang dari atap sekolah itu hanya kertas. Kertas yang terlihat begitu penting sehingga Renatta buru-buru mengumpulkannya. Renov membalikkan badannya, sesegera mungkin pergi dari sana. Ia juga tidak mau terlibat lagi dengan Renatta. Aura gadis itu terlihat begitu mendung sejak ia bertemu dengannya.

“Lo lihat mukanya tadi?” tak sengaja Renov mendengar sesuatu yang menarik perhatiannya saat ia sedang mengembalikan sapu di gudang.

“Benar-benar terlihat sangat bodoh! Siapa namanya? Renatta?” Renov semakin penasaran saat ia mendengar nama Renatta disebut. Pasti kejadian tadi berhubungan dengan mereka.

“Iya! Biar tahu rasa dia! Siapa suruh deket-deket sama Kenny. Dia nggak tahu ya kalau Kenny itu pacar lo? Mentang-mentang dia populer, dia bisa seenakknya ngerebut Kenny dari lo?” mendengarnya membuat Renov mengerti sekarang. Jadi semua yang terjadi pada Renatta adalah ulah mereka?

BRAAAK!

Sengaja Renov mengambil kembali sapunya dengan kasar agar menimbulkan suara gaduh. Perempuan-perempuan itu menoleh kaget. Mereka hendak menutup mulut siapa yang mencuri dengar pembicaraan mereka namun urung saat melihat Renov yang ada di hadapan mereka. Kenapa kakak kelasnya ada di sini?

“Apa lo? Mau gantiin gue nyapu?” Renov mengacungkan ujung sapunya ke arah salah satu perempuan yang ada di hadapannya, “kalau lo pengen cari ribut, cari dong lawan yang sejajar. Gara-gara lo semua gue harus nyapu lagi tuh lapangan, sialan!”

“Ki...ki...ta...”

“Nggak usah ngeles, gue denger semuanya!” desis Renov sambil mengayunkan sapunya ke tembok dan membuat mereka bergidik ngeri. Renov lantas menyeret sapunya kembali ke lapangan, “sialan!” desesinya pelan.

***

“Hey!” teriak Renov membuat semua yang ada di lapanganmenoleh ke sumber suara itu, Renov berdiri sambil membawa sapu di tangannya.

“Apa-apaan ini? Gue udah susah payah nyapu dari pagi! Mau berurusan sama gue? Kalau nggak niat bersihin ini minggir sana! Kurang ajar!” teriak Renov lagi, membuat kerumunan itu terurai satu persatu. Tidak ada yang mau mengambil resiko berdebat dengan Renov. Kenny hanya memandang Renov sekilas sebelum ikut meninggalkan Lena yang menunduk dalam.

“Elo lagi…” desis Renov, “nggak bisa ya buat hidup lo normal? Segitu inginkah eksis di sini?” Renov menyapu beberapa kertas yang berserakan di hadapannya.

“Jangan, Mas…” Lenamenghentikan tangan Renov, “ah maaf” ucap Lena sambil menarik kembali tangannya yang memegang pergelangan tangan Renov.

“Kali ini lo nggak bakal lolos, lo harus bantuin gue nyelesain kekacauan ini...” Renov hanya menghela nafas saat melihat Lena mengangguk dan langsung meneruskan perkerjaanya. Memunguti kertas-kertas itu.

“Mas maafin saya...” Lena mendekati Renov yang dari tadi mengawasi dengan mata elangnya. Sangat menakutkan.

“Len...” Chery menarik lengan Lena. Ia tidak ingin memperpanjang urusan ini. Melihat raut wajah Renov saja sudah membuat ngeri. Apalagi kalau harus menganjaknya beramah tamah. Ogah.

“Cher lo duluan gih...makasih ya?” Chery masih tidak ingin meninggalkan Lena namun urung saat Lena berhasil meyakinkannya.

“Mas.... dihukum lagi?” tanya Lena ragu setelah ia Chery meninggalkannya.

“Kenapa? Lo mau gantiin gue dihukum?” Renov meletakkan sapunya dan bersandar di dinding gedung, menghindari panas matahari.

“Tidak seperti itu, hanya saja...” Lena ikut bersandar di dinding, “kita selalu bertemu di waktu yang tidak tepat...”

“Lalu lo pikir waktu yang tepat itu seperti apa?” Lena menatap Renov yang sedang melihat ke arah langit. Lena tak mampu menjawab pertanyaan Renov, ia juga tidak tahu waktu yang tepat itu seperti apa, baginya waktu tidaklah selalu tepat seperti apa yang dia inginkan. Mereka berdua melihat langit dalam diam sampai bel terakhir pelajaran berbunyi. Lena tersadar, ini pertama kalinya ia membolos pelajaran.

“Gue menyukainya...” bisik Renov yang membuat Lena menoleh kaget, menyukai apa? Hatinya berdebar, debaran yang sama seperti saat melihat senyum lelaki itu untuk pertama kalinya.

“Buku, lo...” Renov memperjelas maksud ucapannya saat melihat wajah Lena yang memerah, “lo inget kan? Bahwa lo sendiri yang berhak atas sekenario hidup lo, jadi lo juga harus yakin kalau pilihan lo pasti hasilnya yang terbaik...” Renov mengutip salah satu kalimat dalam novel yang ditulis Lena. Renov tersenyum sambil mengusap ujung kepala Lena lembut, “lo udah berusaha keras...”

Lena tertegun, tidak hanya karena kelembutan Renov tapi juga karena Renov seolah mengetahui kalau novel yang ia tulis merupakan pelarian dari kisah hidupnya selama ini.

“Mas...” Lena hendak mengatakan sesuatu namun Renov memotongnya.

“Gue nggak dihukum, gue kan udah nggak wajib dateng ke sekolah. Ngapain juga gue dihukum?” Renov berbalik dan meninggalkan Lena yang mulai menyadari kebodohannya. Ia baru sadar kalau Renov sudah tidak wajib ke sekolah. Tapi apa yang dilakukannya di sini?

Lena menatap punggung Renov yang menjauh, meninggalkan hati Lena yang mulai bergetar aneh  dan membuat tubuhnya meremang. Laki-laki itu menyentuh ujung kesadaran Lena. Lelaki itu seolah bisa membaca isi pikiran dan hatinya. Ia takut Renov dapat melihat kelemahannya. Kelemahan yang harus Lena sembunyikan. Ini bukan waktu yang tepat untuk Lena marasa lemah. Ia harus kuat. Benar, ia tidak boleh berurusan dengan Renov

***

Terpopuler

Comments

Mega

Mega

teka-teki?

2020-12-25

1

Wati_esha

Wati_esha

Ini... cerita gita cinta Renata dengan Renov.
Tapi kenapa bisa Renov sudah tudak punya kewajiban hadir di sekolah? Dapat skorsing?

2020-09-27

1

Bunga Jasmine

Bunga Jasmine

Kita bertemu diwaktu yang salah..😔

2020-08-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!