003. Episode 03

Bimo memandang ke luar kelas sambil bertopang dagu melalui jendela. Tatapannya tampak tak bersemangat. Ia seperti tidak peduli akan pelajaran yang tengah dijelaskan oleh Pak Madi. Kejadian di Sanggar Pramuka terlintas di pikirannya. Seketika dirinya tersipu sendiri.

 

Pak Madi yang menyadari anak didiknya bersikap tidak menghargai beliau sontak melemparkan penghapus papan tulis ke arahnya. Bimo baru tersadar tatkala benda kotak-debu hitam itu mendarat di kepala indahnya.

“Bimo, kalau kamu tidak bisa fokus, lebih baik keluar dan tidak perlu mengikuti kelas saya lagi!” bentak Pak Madi lantang dan disambut dengan sorotan tajam dari seluruh anak di kelas tersebut. Bimo merasa salah tingkah yang tentunya didampingi rasa sangat malu juga.

“Ma-maaf, pak.”

Pak Madi tampak tidak peduli dan meneruskan kegiatan mengajarnya. Bimo memandang Pak Madi dengan tatapan was-was. Dia bersandar di kursinya dan memejamkan mata dengan sangat dalam.

“Argh, bodoh, bodoh, bodohnya kau, Bimo!” ujar Bimo kesal sambil memukul-mukul kepalanya. Surya yang duduk sebangku dengan Bimo spontan menegur tingkah kekanak-kanakan temannya tersebut.

“Jangan kau buat dirimu tambah terlihat seperti orang bodoh dengan bertingkah begitu. Ayolah kawan, ini hanya hal sepele, jangan terlalu diambil hati,” ujar Surya bijaksana layaknya Sang Surya yang menyinari dunia.

“Aku tidak menyalahkan kejadian barusan. Jangan ikut campur urusanku, orang awam!” sahut Bimo ketus.

Surya yang menyadari temannya masih dalam pengaruh emosi berusaha memahaminya. Ia hanya mengelus tabah dadanya dan kembali memfokuskan diri ke pelajaran Pak Madi.

Bel istirahat berbunyi. Surya mengajak Bimo yang sudah agak mereda menuju kantin untuk mengisi perut dan menjernihkan pikiran dengan manis-gurih keripik singkong Mbak Anjar, serta lembutnya pudot talas yang berbau semerbak sewangi kasur UKS.

Dengan langkah lunglai tapi mata berbinar, kedua teman sebangku itu meninggalkan kelas dan menuju markas besar para anak kelas XII tersebut. Tak diramal sebelumnya, Abdul, teman sekelas Bimo, dan kawan-kawannya muncul di ambang pintu kelas sambil menyilangkan tangan di dada dan mengulum permen loli.

“Wah, wah, lihat siapa ini. Pemuda bertampang sangar yang mengaku jantan. Tapi, dibentak sedikit saja, langsung ciut. Hahaha …,” ujar Abdul menyindir dengan terkekeh sambil berkacak pinggang disusul tawa menggelegar dari ‘anak buahnya’.

Bimo yang tak terima langsung merenggut bahu Abdul dan menekannya pada tembok. Dengan napas menderu dan tangan mengepal, ia meluncurkan ultimatum pedas yang sudah dipersiapkannya semenit lalu.

 

“Jangan kira jika aku diam berarti aku bodoh. Aku tidak mau memicu permasalahan denganmu. Lebih baik aku pergi dengan urusanku yang lebih penting daripada memilih untuk meladenimu di sini. Kau tahu? Itu hanya buang-buang waktu.” Bimo mengancam dengan nada datar tetapi terdengar sangat serius. Dengan kasar, Abdul menghempaskan tangan Bimo. Dia berdecak sambil membuang permen yang diulumnya tadi.

“Cih. Anak bawang berani melawan, ya? Mari kita layani.” Abdul menjentikkan jari, memberi kode pada anak buahnya. Mereka yang langsung paham spontan menggeret Bimo dan Surya ke depan kelas dengan sangat tidak sopan. Sekuat apapun mereka meronta dan melawan, mereka tak berdaya di hadapan para anak buah kekar ini. Bimo dan Surya dilemparkannya ke arah selokan. Tubuh mereka terpanting-panting tak seimbang.

“Mereka meminta ini. Mari kita terima,” ujar Bimo dengan geram.

“Kau tak takut dengan aroma ruang konseling?” tanya Surya keheranan.

“Untuk apa takut? Lagipula di sana, kan, nyaman dan sejuk. Banyak kudapan pula!” jawab Bimo yang masih sempatnya bercanda di situasi genting seperti sekarang ini. Surya hanya geleng kepala melihat tingkah kekanakan temannya tersebut.

 

“Ayo maju, pria jantan!” tantang Abdul bergaya sok di depan anak buahnya. Dengan sekejap, area pertempuran langsung dikerumuni siswa-siswi penasaran sambil membawa jajan yang sukses membuat perut Bimo konser kelaparan.

Dengan gaya paling mengesankannya, Bimo berujar dengan penuh wibawa. “Kumohon, selesaikan permasalahan ini dengan cara damai. Aku sudah bilang, ini hanya akan buang-buang waktu saja. Lagipula, hal ini juga tidak terlalu bermanfaat, bukan? Aku benar-benar tidak ingin kita berakhir di Ruang Konseling, apalagi pengadilan. Lebih tidak sanggup lagi melihat para gadis ini menyaksikan kita berkelahi secara tidak manusiawi.”

“Tentu. Mari kita selesaikan seperti cara para pria jantan, dan tanpa kekerasan.” Surya menimpali dengan gaya yang dibuat-buat serta mukanya yang mendadak tampan. Sedetik kemudian, air muka Surya berubah. “Tunggu. Bukankah kau tadi meminta dengan cara kekerasan?”

“Dih, bacot kamu somay.”

Terdengar sorak-sorai genit dari sekumpulan siswi.

“Kyaaaa! Oppa!”

“Ahjussi, oppa!”

Bimo dan Surya tersentak. Mereka dibuat bingung oleh kerumunan siswi yang semakin banyak.

“Mereka lengah, sikat!” teriak Abdul memberi aba-aba kepada anak buahnya yang bertubuh paling besar. Bimo dan Surya terhempas ke arah pot bunga. Dengan sigap mereka meloncat dan mendarat tepat satu senti sebelum menghamtam deretan rapi pot indah peliharaan Guru Konseling.

“Kumohon, kita selesaikan dengan baik-baik saja,” bujuk Bimo masih dengan sabar. Ia tetap tak mau melawan meskipun telah dihantam dan diseret oleh kawanan itu. “Ini sungguh hal yang tak berguna.”

“Begitu, ya. Jadi pria jantan, seperti inikah sifat aslimu, huh? Dasar lemah!” hardik Abdul kasar. Sorak-sorai semakin menjadi-jadi.

Bimo yang merasa tertekan meremas tangannya membentuk sebuah kepalan. Tangan diremasnya sampai berwarna merah-kebiruan. Beberapa anak memilih mundur, termasuk Surya yang ada di sampingnya sedari tadi. Mereka tahu kalau anak ini marah, dunia bisa jungkir balik.

 

“Berengsek! Aku sudah bilang jangan membuat masalah denganku!” teriak Bimo berang sambil melayangkan pukulan ke arah Abdul. Sesaat sebelum pukulan itu menghantam wajah Abdul, sebuah sinar menyilaukan mengurungkan perbuatan Bimo.

“Kak Bimo? K-kau, bertengkar?” sebuah suara kecil terngiang di telinga Bimo membuat seluruh tubuhnya merinding. Ia palingkan kepalanya dengan cepat menuju ke sumber suara. Ia dapati Adeth berdiri berjajar dengan seorang gadis lain berambut sebahu yang lebih tinggi dari Adeth dan Bu Rofa, Guru BK di samping kanan-kirinya. Ia hanya berdiri mematung sambil menatap pemandangan langka ini.

Adeth dengan takut-takut bersembunyi di balik tubuh tinggi temannya, Via, sementara Bu Rofa tengah sibuk meringkus ‘buronan’ BP tersebut. Abdul dan kawan-kawan lari terbirit-birit, sementara Bimo dan Surya menjelaskan perihal salah paham yang baru saja terjadi. Setelah Bu Rofa pergi, kedua teman itu menghampiri Adeth dan Via. Adeth yang tersentak langsung melarikan diri ke arah sebuah pilar penyangga gedung sekolah. Bimo yang penasaran dengan gerik-gerik Adeth lantas menghampiri Via yang meringis seperti kuda karena malu dengan ulah temannya tersebut, sementara Surya berjalan mendekati Adeth yang bersembunyi dengan hati-hati.

“Temanmu kenapa, sih? Apa ada yang salah denganku?” tanya Bimo keheranan sambil menunjuk-nunjuk dirinya.

“Entahlah. Aku juga tak tahu. Dia kadang juga suka seperti itu, kok,” tukas Via.

“Oh.”

“Iya.”

Sementara itu, Surya mendekati Adeth yang ketakutan setengah mati sambil memegang pudot talas. Adeth yang menyadari kehadirannya langsung menoleh dan membetulkan posisi.

“Eh, Kak Surya,”

“Halo, kenapa kamu sendirian di sini?”

“Tidak ada apa-apa, sih, sebenarnya. Entah mengapa aku merasa takut pada Kak Bimo sekarang ini. Bahkan selalu.”

Surya tertawa kecil mendengar curahan hati seorang gadis kecil. Hati Surya menghangat dan dia membuat posisi duduk di sebelah Adeth.

“Dengar, tak perlu takut lagi padanya. Dia hanya manusia sama seperti dirimu. Lalu, apanya yang kau takuti? Tidak ada, kan. Jadi ubah pola pemikiran negatifmu apapun tentangnya. Aku sudah bersahabat dengannya selama tiga tahun, bosan, sih, dan dia tidak sekaku dan semenakutkan bayanganmu. Nah, kau ubah, ya?” ujar Surya bijaksana sambil memandang sepasang mata besar indah milik lawan bicaranya itu.

“Hm, begitu, ya,” ucap Adeth sambil menunduk. Lalu ia tatap lagi wajah Surya dengan muka memelas. “Tapi aku akan tetap takut.”

Surya menghela nafas sambil menggelengkan kepala.

“Begini saja. Kita buat kesepakatan. Akan kubantu kau menyelesaikan ketakutanmu, dan akan kuberitahu semua hal, bahkan yang detail sekalipun tentang Bimo—” Surya menjeda perkataannya melihat air muka Adeth yang tampak berseri-seri, “—tapi dengan satu syarat,”

“Apapun syaratnya, akan kusanggupi, kak!” jawab Adeth dengan mantap sambil mengacungkan jempol. “Apapun, asal aku tidak merasa takut tanpa alasan lagi pada Kak Bimo.”

“Syaratnya, kenalkan aku dengan temanmu yang itu, dong, hehe,” kata Surya malu-malu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Adeth menepukkan tangannya ke jidatnya.

“Baiklah, setuju.”

Bel tanda masuk berbunyi. Mereka berpisah untuk melanjutkan pelajaran mereka masing-masing. Via mengucapkan selamat tinggal pada Bimo.

“Ingat, jangan lupa apa yang telah kita bicarakan tadi!” teriak Surya sebelum berpisah.

“Pastinya!” balas Adeth tak kalah kerasnya.

“Ngomong apa, sih, kalian berdua?” sewot Via penasaran yang merasa dirinya disembunyikan dari sesuatu.

“Nggak, bukan apa-apa, kok.”

“Dih.”

“Sudah, lupakan saja. Lagipula tidak terlalu penting, kok. Yuk kembali ke kelas.” Sahut Adeth penuh bujuk rayu.

Adeth memandang sekali lagi ke arah Bimo sebelum mereka berpisah. Ia agak bimbang menjalankan rencana yang tadi dibahasnya bersama Surya. Namun hatinya telah mantap. Dengan semangat ia berlari kencang dengan senyuman yang ia sunggingkan sambil menggeret sahabatnya.

“Eh, mau ke mana?” pekik Via karena kaget.

“Ke suatu tempat.”

___________________________________

Kalian pernah nggak, sih, berantem sama teman sendiri? Masuk BK nggak? Hehe.

Hai, terima kasih sudah mampir! Bagikan ke teman-teman kalian, ya, siapa tahu suka. Karena, dukungan dari kalian semua sangat warbyasah!

Find me on social media

IG: @dernatasw or @dahelart

FB: Derna Taswara

Terpopuler

Comments

Rahma Husnul

Rahma Husnul

suka dg pemilihan katanya. terus semangat berkarya ya 💪💪💪

2023-10-05

1

momi 2F

momi 2F

bagus bahasanya, enak di baca...
semangat Author

2020-05-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!