Derap langkah kaki Adeth menggema di lorong sekolah. Ia sudah hampir kehabisan tenaga berlari menuju kelasnya setelah dari Sanggar Pramuka yang berjarak setara empat kali putaran lapangan basket tersebut. Ia pelankan langkahnya yang semakin pegal. Ia berhenti sejenak untuk mengambil nafas. Ia tersentak karena teringat bahwa hari ini adalah jadwal kelas Bu Rahayu. Ia kembali lari terbirit-birit sambil merinding. “Hiyyy … Ya Tuhan, tolongah aku.”
Adeth berlari kencang menuju pintu kelas yang tinggal berjarak beberapa ruangan dari tempat ia memacu tenaga yang hampir habis itu. Dengan harap-harap cemas, ia tetap berlari dengan kecepatan yang kian menurun tiap detiknya. “Ya Tuhan, semoga Bu Rahayu belum masuk ruangan.”
Namun, takdir berkata lain. Bu Rahayu telah siap menyiduk Adeth di ambang pintu kelas dengan tatapan tajam dibalik kacamatanya dan wajah dingin sekaligus datar khas beliau.
Oh, sial sekali diriku, umpat Adeth dalam hati sambil berhenti mendadak. Segera, tatapan Bu Rahayu bagai radar yang mendeteksi adanya musuh. Gerak-gerik Adeth ditangkapnya secara detail. Adeth seketika menciut. Sambil menundukkan kepala, Bu Rahayu memulai fase awal untuk menceramahinya habis-habisan.
“Ke mana saja kamu?” tanya Bu Rahayu dengan nada yang tajam bagai pedang yang dengan sigap ditangkis oleh Adeth. Seluruh tubuh Adeth bergetar. Ia tak berani melihat tampang ‘horor’ gurunya sendiri. Sambil berkacak pinggang Bu Rahayu berujar dengan nada tinggi, “Sekarang masuk ke kelas!”
Matilah aku, ucap Adeth dalam hati sambil menggeretukkan gigi. Puluhan pasang mata menatap anak perempuan berambut sepinggang yang sedang berjalan masuk dan disuruh berdiri di depan kelas tersebut. Ada yang memandang dengan senang, geli, heran dan ada pula yang menatap dengan puas sambil mengangkat kepala.
“Kemana saja kamu?” tanya Bu Rahayu yang diulang dengan intonasi datar.
Adeth menjawab sambil meremas-remas jari lentiknya. “S-saya dari Sanggar Pramuka, bu.”
“Bohong!” sambar Bu Rahayu dengan cepat sambil memandang seluruh penjuru kelas yang ketakutan setengah mati. “Anak-anak, mohon jangan dicontoh perbuatan seperti ini. Kita ini Sekolah Rujukan. Masuk kelas saja terlambat, berbohong pula. Bagaimana mau memberi contoh apalagi menjadi panutan sekolah lain?”
“Saya tidak pernah bohong, Bu!” sahut Adeth cepat dan tegas. Ia angkat kepalanya dengan ragu-ragu.
Aduh, aku tadi titip surat sama Reyza, dibaca nggak ya? Terus gimana, dong, protes Adeth dalam hati. Ia gigiti bibirnya pertanda bahwa ia sedang cemas. Matanya menatap Reyza, gadis Jawa berkulit kuning langsat berhijab dengan kacamata yang sering dianggap laki-laki karena keambiguan namanya, sedang suntuk menonton pertunjukkan itu untuk memberi kode. Reyza mengangguk.
“Oh, benarkah itu?” ujar Bu Rahayu dengan nada bicara yang terkesan menyindir.
“Adeth benar, Bu!” teriak Reyza tiba-tiba sambil berdiri mendadak diikuti tatapan tajam seluruh penghuni kelas. Termasuk Mbak Kunti yang sedang dipojok yang membuat Reyza merinding. “Saya mempunyai bukti!”
Reyza berjalan dengan mantap menuju depan kelas yang tanpa sengaja menginjak kaki Mbak Kunti yang ada di pojokan tadi. Dia pun mengerang kesakitan. “Aduh, duh! Maaf, mbak! Beneran nggak sengaja. Nanti Reyza pijitin, yah?”
Mbak Kunti hanya mengangguk, lalu pergi bersama angin. Kembali ke topik. Reyza menyerahkan satu lembar kertas berwarna biru dengan tinta merah dan terdapat tiga baris kata di atasnya. Bu Rahayu langsung menyambar kertas tersebut.
Hai Rey, tolong nanti izinkan ke guru kelas, ya. Aku izin masuk kelas agak terlambat, ada urusan mendadak. Jika ada perlu, cari aku di Sanggar Pramuka. Thanks a lot, hihi! :)
Adeth
Bu Rahayu mengangguk-angguk. “Begitu, ya? Sekarang silahkan duduk dan camkan ini. Jangan pernah membuat apalagi mengulang kesalahan yang sama lagi. Oh, ya, siapa nama kalian?”
“A-anu, Bu. Reyza. Arthawidya Reyzani.”
“Kamu?” tunjuk Bu Rahayu ke arah Adeth dengan pulpen.
“W-Widasari Adetha.”
“Baik, Adeth. Kau dalam masa percobaan saya. Dan kau, Reyza, jadi perantara saya dalam mengawasi dia, ya. Kalian boleh duduk.” Bu Rahayu berujar dengan intonasi tetap datar.
Reyza dan Adeth bagai tersambar petir. Mereka menelan ludah tatkala Bu Rahayu memandang mereka dengan memicingkan mata. Saat mereka menduduki bangku, rasa merindingnya tetap tidak bisa dihilangkan.
“Bro,” ujar Adeth tiba-tiba kepada teman sebangkunya itu. “Makasih banyak, ya, sudah bantu aku.”
Reyza tersenyum menunjukkan senyum termanisnya. “You’re welcome, dude. Cause that’s what friends are supposed to do.”
“Dih, copas.”
Bu Rahayu berdehem sambil merangkul tumpukan kertas buram. “Now, enter your books and close your pen! Hurry up!”
“Kiamat,” gumam Reyza dan Adeth bercucuran keringat dingin.
___________________________________
Kalau tiba-tiba guru kalia mengadakan ulangan dadakan, bagaimana reaksi kalian? Beritahu saya di kolom komentar, ya!
Hai, terima kasih sudah mampir! Bagikan ke teman-teman kalian, ya, siapa tahu suka. Karena, dukungan dari kalian semua sangat warbyasah!
Find me on social media
IG: @dernatasw or @dahelart
FB: Derna Taswara
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
Berdebar..
adrenalin naik..
sePi (sesak pipis) thor..
😄🤣🤣
2024-02-23
0