Cia melangkah turun dari motor metik berwarna biru milik Fika lalu menatapnya dengan senyuman.
"Makasih yah, Fika."
"Ok, sama-sama." Fika ikut tersenyum membalas senyuman Cia.
"Ya udah gue balik, yah."
"Ok deh."
Fika mulai melajukan motornya meninggalkan Cia yang masih berdiri di tepi jalan raya depan pagar rumahnya.
Rumah dokter Yusuf yang kini di tinggali Devan cukup besar bercat biru dan memiliki pekarangan yang luasnya bisa muat 5 mobil pribadi, walaupun pekarangan Devan cukup luas ia tak punya berniat punya mobil padahal jika di pikir-pikir ia punya bengkel yang cukup besar dan setiap harinya dipenuhi oleh para pengunjung yang memiliki masalah dengan kendaraannya.
"Assalamualaikum, ma." Cia melangkah masuk ke dalam rumah setelah melepas sepatunya di teras rumah.
"Waalaikum salam," sahut Fatima dari dapur yang tengah sibuk mengisi kotak putih dengan nasi yang di sediakan untuk para montir-montir.
Cia mendekat setelah meletakkan tasnya di dalam kamar lalu menatap mamanya yang masih sibuk.
"Masih banyak ?"
"Sisa 2 kotak lagi yang mau diisi."
Cia mengangguk paham. ia mulai melangkah mendekati kulkas putih. Cia masih ingat betul dengan puding coklat yang ia simpan di kulkas pagi tadi, kini pasti pudingnya sudah dingin dan lebih nikmat di santap di hari yang panas seperti ini.
"Nongkrong di warung kopi
Bahas sana dan sini-" Nyanyiannya terdengar serentak .
"Yuhhhuy."
"Assek."
"Tarik, mang."
Sorakan ricuh nyanyian di iringi suara gitar mengguncang suasana di siang itu.
Cia membuka pintu kulkas lalu nampak terbelalak menatap pudingnya yang telah lenyap.
"Ma, puding aku mana ?"
"Ta... ta...tadi.." Fatima mulai gelisah dengan pertanyaan Cia.
kini hal yang ia takutkan kini telah terjadi ia tak mungkin mengatakan jika Devan yang memakannya.
"Tadi, kenapa ma ?"
"I...i.. itu.."
"Siapa ma ?"
****
"Neng Mita Ooooh neng mita engkaulah janda idaman..." nyanyian itu terdengar.
Suara Haikal dan yang lainnya terdengar serentak. suaranya sengaja di keraskan agar Mita janda 2 tahun tanpa anak yang merupakan pegawai Laundry di sebelah bengkel mendengar namanya yang di sebut.
Betul saja Mita yang mendengar namanya di sebut mulai mengeliat malu di atas tumpukan pakaian yang sudah di cuci.
"Siapa ma ?" Tanya Cia.
"De..Devan."
Mata Cia terbelalak mendengar nama pengacau itu sungguh tak bisa dibiarkan. Aliran darah Cia seakan tersumbat di bakar amarah yang menggebu-gebu pria itu lagi-lagi memancing amarahnya.
"Begadang jangan begadang kalau tiada artinya, begadang boleh saja asal ada perlunya." Nyanyian serentak itu semakin heboh di kala baby yang menari di atas kursi persis cacing yang menggeliat karena kepanasan.
Tuk tuk tuk.
Langkah kaki Cia begitu cepat melewati jalan beraspal yang panas tanpa menggunakan alas kaki.
Dari kejauhan Cia sudah mampu melihat kerumunan di bengkel. pria itu ternyata sedang bersenang-senang sambil menyanyi riang.
Wajahnya nampak memerah di tampar amarah yang tak tertahankan. Pria itu memang harus diberi pelajaran jika tidak ia akan melunjak dan melakukannya lagi. Nampak Jari-jarinya yang sudah bertelungkup membentuk tinju yang siap menonjok wajah pria itu.
"Persahabatan bagai kepompong mengubah ulat menjadi kupu-kupu."
"Sekali lagi ! semuanya !!!" Teriak Mamat semangat.
"Persahabatan bagai kepo-"
"Bagai taik !" Teriak Cia yang berdiri di pintu gerbang menatap gerombolan.
Montir-montir yang nampak menatapnya dengan tatapan kebingungan. Devan terkejut menatap kehadiran Cia dengan memasang wajah sangar di sana.
Mamanya pasti sudah memberitahu kan bahwa dialah yang memakan habis puding Cia.
Seketika suasana yang tadi berisik kini menjadi hening, tak ada lagi suara nyanyian. mereka semua menatap cia menanti Cia angkat bicara.
"Hay Cia, mau apa kesini ?" Suara manja baby terdengar.
"Gue mau ngomong sama devan !!!"
Semuanya terdiam sambil menatap satu sama lain.
Devan mulai bertelungkup di balik tubuh yuang yang masih fokus kepada Cia yang berdiri di sana.
"Nama asli lu bukannya rudi yah, babi ?!!!" teriak tara.
"Astagfirullah, Eh mulut anda berdosa banget," tambah Adam.
"Eh kampret, nama gue rudi !!!" tatapan sangar baby terlihat disertai suara lantangnya di tambah lagi namanya yang seharusnya di sebut baby malah di sebut babi oleh tara.
"Menurut buku trisakti perbengkelan di sini nggak ada yang namanya Devan," Ujar Mamat lincah sambil menatap sekelilingnya.
Cia mengembuskan nafas berat memang tak ada yang mengenal nama Devan di bengkel ini.
"Mana ceo?"
"Ooh, ceo" Ujar mereka kompak.
"Tuh !" Ujar mereka dengan kekompakannya mereka menunjuk ke Yuang, Yuang membelalakkan kedua mata sipitnya.
"Oe bukan ceo !" ujarnya polos.
"Bukan lu monyet !"
Tamparan keras dari tara mendarat di pipi Yuang membuatnya terhempas ke papan. Devan terdiam kaku menatap mereka semua yang menatapnya.
Mata Cia seakan mengobarkan api yang menyala-nyala menatap Devan. kini ia tak akan memberikan ampun kepada pria menyebalkan itu.
"Dasar pencuri, lo kan yang mak-"
Belum sempat Cia menyelesaikan ucapannya Devan sudah menyumbat mulutnya dengan telapak tangan Devan.
"Ci, kita selesaikan di rumah yah, ok ?" Bisik Devan sambil tersenyum manis.
cia terdiam beberapa saat memikirkan sesuatu. cia menghempas tangan Devan menjauhkan jari-jari Devan dari wajahnya.
"Ok," jawabnya singkat menatap tajam Devan.
"Makasih, cia." senyum Devan kian melebar bahagia.
"Biar kita selesaikan di rumah jadi, kalau lu mati saksinya cuman mama." Cia melangkah pergi meninggalkan Devan yang kehilangan senyumannya setelah mendengar ucapan cia.
***
"Mau lo sebenarnya apa, hah ?" Teriak Cia sambil menatap Devan yang nampak tertunduk di sofa.
"Lo, sengaja kan makan puding gue di kulkas, iya kan?"
"Gu...gu...gue-"
"Apa lo mau bilang apa? kalau, lo nggak ngerasa nyimpan puding di kulkas yah jangan main ambil ajah dong !"
"Itu sama aja nyuri ! denger nggak ? dasar pencuri !"
"Gue nggak tau kalau pudingnya punya Lo, pudingnya juga nggak nyaut kalau dia punya lo"
"Lo emang tolol yah ?!!!" Teriak cia tak menyangka jika Devan bercanda di saat ia sedang marah.
"Yah terus, terus aja berantem nggak sekalian ajah di tengah jalan sana biar orang denger !" Fatima mulai mengoceh sambil menopang pinggang menatap cia nampaknya masih marah.
"Mama, nggak tau dia udah nyuri puding cia!!!"
"Gue nggak nyuri ci," bela Devan.
"Lo, nyuri anying !!!" Teriak cia, kini ucapannya sudah tak terkendalikan hingga melontarkan perkataan kasar, Devan seketika terdiam kaku mendengar ucapan cia.
"Oh, gitu udah kurang ajar kamu yah sekarang!" Teriak Fatima yang kini ikut emosi.
"Bukan aku yang kurang ajar tapi, dia!!!" Tatapan amarah berkobar di sorot mata Cia sambil menunjuk Devan yang masih terdiam di sofa.
"Dia siapa?"
"Si bego !"
"Di siapa?"
"Si Pencuri !"
"Siapa ? mama, nggak denger !"
Cia tiba-tiba terdiam sambil menunduk tak ada lagi jawaban yang dilontarkannya yang dipenuhi dengan teriakan.
"Siapa ?" Kini Fatima yang berteriak menatap cia yang tak mengucapkan apa-apa.
"Ayo jawab dia siapa ?!!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 239 Episodes
Comments
Siska Ika
😶
2021-12-24
0
Nanyirfan
aing ikut sedih dengan masalah CIA
2021-10-12
0
Nanyirfan
CIA, aku tau ini sakit
2021-10-12
0