Devan terpaku menatap foto berlatar merah yang terpajang di dinding rumah. pria berhati malaikat itu nampak tersenyum dengan pakaian putih dan senyum yang begitu berbinar.
Yusuf yurjo lebih dikenal dengan dokter spesialis anak. Pria yang begitu berhati mulia dan rela mengorbankan nyawa untuk menyelamatkan nyawa seseorang.
...******...
Yusuf menuruni tangga dengan tergesah-gesah sambil menarik pria remaja berkaus hitam dengan wajah yang pucat karena ketakutan. Yusuf dengan penuh erat menggendong gadis kecil berumur 5 tahun dengan tas Doraemon di punggungnya sambil menangis.
Yusuf melangkah masuk ke dalam toilet bersama pria remaja dan gadis kecil dengan tas Doraemonnya. yusuf menurunkan gadis kecil itu dari gendongannya dan memegang kedua pundak pria remaja tersebut dengan tatapan tegang serta wajah yang pucat.
"Buka baju mu !" Pintah Yusuf sambil membuka jas putihnya dengan cepat.
"Tapi-"
"Buka baju mu!!!"bentaknya membuat pria yang ada di hadapannya tersentak kaget. Pria remaja itu dengan cepat membuka baju hitamnya.
"Buka celana mu juga dan pakai ini !"
Yusuf menjulurkan jas putihnya lalu meraih baju hitam milik pria itu lalu dengan cepat memakainya.
Pria remaja berumur 17 tahun tersebut menuruti perintah Yusuf. ia melepas celananya dan memberikannya kepada Yusuf lalu memakai jas tersebut.
"Dok apakah mereka Masih mengejar kita ?" Suaranya terdengar gemetar.
Yusuf menarik nafas panjang lalu menghembuskan nya dengan gugup. Yusuf mengangguk pelan membuat pria remaja tersebut menangis. Yusuf melirik gadis kecil itu yang sudah dari tadi menangis ia nampak berlutut menatap gadis mungil itu sambil memegang kedua pipinya.
"Kenapa menangis ?"
Gadis kecil itu tak menjawab pertanyaannya dan menatapnya sambil terus menangis.
Yusuf berusaha untuk tersenyum namun, tiba-tiba bibirnya bergetar seakan tak kuasa menahan genangan air di sudut matanya yang sudah sejak tadi ingin tumpah.
Yusuf menangis sejadi-jadinya sambil memeluk tubuh gadis itu. ini mungkin akan jadi pelukan terakhir yang akan ia dapatkan dari gadis mungil ini.
Yusuf melepaskan pelukannya lalu menatap gadis kecil itu dengan mata yang nampak sembab.
"Sekarang kita main bareng yah !" Ucapnya, tanpa menunggu jawaban dari gadis kecil itu ia Meraih sedotan putih dari tas kecil yang ia bawa dan membuka koper hitam lebar-lebar yang nampak kosong.
"Kamu Masi ingat petak umpet kan ?"
Gadis kecil itu mengangguk .
"Sekarang dokter mau kamu sembunyi di dalam koper ini yah !, Kamu mau kan ?" Tatapnya diiringi senyuman.
Gadis itu mengangguk tanpa jawaban, tidak menangis lagi.
Yusuf membaringkan tubuh gadis kecil itu kedalam koper itu dan membiarkan gadis itu bertelungkup di dalam koper. Yusuf memasukkan sedotan putih tersebut di muluk gadis itu.
"Kamu ingatkan waktu dokter bikinin jus buah naga ?" Gadis itu mengangguk.
"Dokter mau kamu isap sedotan ini kayak kamu isap jus buah naga itu ! ok ?".
Lagi-lagi gadis itu mengangguk. suara lembut Yusuf berhasil membuat gadis itu menjadi tenang.
"Jadi, kalau kamu mau bernafas di dalam koper hisepnya pake sedotan yah !"
"Ingat yah, jangan ngomong nanti kalau kamu ngomong ketahuan deh sama si cerewet itu kalau kamu sembunyi disini !"
Yusuf menunjuk pria remaja tersebut dengan telunjuknya. Gadis itu nampak tersenyum mendengar perkataan Yusuf.
"Ok ?"
"Ok," suara mungil tersebut terdengar membuat Yusuf tersenyum.
Dengan berat hati ia menutup koper tersebut lalu menyisahkan sedikit celah kecil untuk ujung sedotan putih tersebut agar gadis itu bisa bernafas lewat sedotan itu.
Yusuf bangkit lalu menatap pria remaja tersebut yang sudah sejak tadi menangis.
"Kamu Masi ingat kan nomor kursi mu ?"
"34." pria remaja itu menghapus air matanya yang sudah dari tadi tak henti-hentinya mengalir.
"Bukan !"
"Nomor kursi mu sekarang 35 ok !" Sambung Yusuf membuat raut wajah pria remaja tersebut kebingungan.
"Saya mau kamu Masuk ke pesawat sebagai dokter Yusuf !"
"Kenapa ?" Ujarnya tambah kebingungan.
Yusuf menarik nafas panjang lalu menggenggam jari-jari tangan pria remaja tersebut.
"Tarik kopernya !"
"Tapi-"
"Tarik kopernya !" Nada suara Yusuf mulai meninggi membuat pria remaja tersebut sedikit terkejut dan dengan cepat menarik koper tersebut sembari mengikut kemana Yusuf melangkah.
Pria remaja itu menatap wajah Yusuf yang nampak tegang. ia mampu merasakan ketegangan itu lewat gengaman jari-jari yang memegang erat jari-jarinya. Ia terus melangkah dengan tergesah-gesah ke arah pesawat yang tak lama lagi akan berangkat menuju Jakarta.
"Dokter mau apapun yang kamu dengar jangan menoleh dan apapun yang terjadi jangan menoleh! mengerti ?"
"Tapi-"
"Untuk yang terakhir kalinya dokter mau kamu menuruti permintaan saya !"
Pria remaja tersebut nampak kebingungan di tambah genggaman yang begitu erat di jari-jarinya yang mengakibatkan darahnya tak mengalir dengan lancar.
Pria remaja itu mulai melirik di sekelilingnya memastikan bahwa pria jahat dan anak buahnya sudah pergi dari tempat ini.
"Berhenti !!!" suara teriakan pria itu terdengar dari belakang membuat Yusuf semakin kuat mengengam jari-jari pria remaja itu.
"Ada yang memanggil," Ujarnya menatap Yusuf.
"Ingat jangan menoleh dan jangan berhenti apa pun yang terjadi !"
"Devan alwiyora saya peringatkan kepada anda untuk berhenti !!!"
Jadi, pria remaja itu adalah Devan lalu gadis kecil itu Siapa?
Suara pria itu semakin keras sementara Yusuf tak menghiraukan teriakan itu ia tetap melangkahkan kakinya ka arah pesawat.
Yusuf menoleh menatap ke sumber suara. dari kejauhan terlihat belasan pria berseragam hitam dengan kepala botak nampak menatapnya sambil menjulurkan pistol ke arahnya.
Yusuf Kembali menatap ke arah depan ia sedikit tersenyum dan terus melangkah. jari-jarinya semakin erat mengengam jari-jari Devan yang jari-jarinya sudah mati rasa.
DOR DOR DOR!!!!
Suara tembakan terdengar membuat Yusuf terhempas ke depan. genggaman jari-jari Yusuf yang semula erat kini perlahan lepas.
Devan membulatkan kedua matanya ketika menatap dokter Yusuf yang terkapar di hadapannya. kepalanya nampak mengeluarkan darah yang cukup banyak dan tumpah ruah di atas jalan. Devan menghentikan langkahnya ketika dokter Yusuf sudah tak lagi berdiri kokoh di sampingnya.
"Pe..e...ewww..rwr...Nn..ggih!!!" Suara itu terdengar namun, tak jelas tapi Devan Masi paham apa yang di katakan dokter Yusuf.
Dengan kaki yang gemetar Devan melangkahkan kakinya meninggalkan dokter yusuf. rasanya kakinya lemas bahkan ia tak mampu untuk mengerakkan kakinya namun, di paksa oleh keadaan.
Nafas Devan tarasa sesak ia seakan tak mampu untuk bernafas lagi ketika harus menerima kenyataan bahwa pria yang sudah menjaganya selama 9 bulan itu harus meregang nyawa hanya untuk menyelamatkannya dan gadis kecil itu.
Ia kini sudah tau mengapa dokter Yusuf menukar bajunya dengannya. jika saja ia tak menukar bajunya mungkin bukan dokter Yusuf yang di tembak dan berkahir di tanah tergeletak bersimbah darah tapi, devan.
Kedua bahu Devan bergetar diguncang tangisan yang membabi-buta menyisahkan duka pilu yang tiada Tara. Devan mengigit bibirnya berusaha untuk tidak mengeluarkan suara sedikit pun lalu darah segar mengalir dari bibirnya dan berakhir menetes di dagunya berulang kali, bibirnya robek karena giginya yang begitu kuat mengigit bibirnya.
"Maafkan saya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 239 Episodes
Comments
No name
Kak, ada selisih umur yang membingungkan disini.Di saat ini, umur Cia adalah 4 tahun. Sedangkan di eposode 170-an umur Cia udah 5 tahun, saat sebelum kejadian ini terjadi.
2022-01-30
1
Siska Ika
sedih we
2021-12-24
0
Fa Rel
nyesekk
2021-12-11
0