TOK ... TOK ....
"Shoff ...!"
"Iya, Om. Sebentar!" sahutan itu terdengar dan beberapa saat setelahnya pintu kamar itu terbuka. Dimas menatap lekat pancaran wajah ayu pemilik hatinya yang kini ada pada raga Shofi.
"Omm?"
"Oh, maaf. Mau ikut aku joging?"
"Hmm ... boleh!"
"Bersiaplah aku akan menunggu di bawah!"
Belum lama pintu kamar Shofi tertutup, terdengar ketukan kembali.
Pintu pun dibuka ....
"Omm ...." Dimas tersenyum dan menyodorkan sebuah hanger dengan 1 set training olahraga.
"Mungkin kamu mau memakainya," lirih Dimas.
"Pakaian tante Lyra?" Ia mengangguk.
"Om ingin aku memakainya?" Dimas lagi-lagi mengangguk.
"Baik aku akan pakai," ucap Shofi meraih set training itu sembari tersenyum.
Entah apa nama ini semua ... tapi membuat rona pria bernama Dimas itu berbinar adalah hal yang membuat jiwa Shofi bahagia. Memakai pakaian Lyra, memperoleh perhatian teruntuk Lyra ... menjadi hal yang dinikmati Shofi. Perhatian yang tak pernah ia peroleh dan ia damba sebagai seorang wanita.
Pintu tertutup.
•
•
Beberapa saat setelahnya, raga semampai turun menggunakan set training berwarna hitam dan hijab senada membuat Dimas lagi-lagi tertegun melihat Shofi seakan benar-benar Lyra.
Shofi dan Lyra memang sama-sana memiliki tubuh proposional. Tinggi dan ramping. Keduanya juga berhijab.
Dimas berdiri tatkala Shofi sampai di lantai bawah, ia masih menatap wajah itu. Hati itu seketika berbunga. Jiwa mati itu bangkit ... wanita itu telah hadir menjadi penyemangat Dimas. Wanita dengan wajah yang begitu ia puja dan cintai sepanjang hidupnya.
"Omm ...."
"Ohh ... Maaf, ayo berangkat!"
Keduanya menyusuri jalan perkampungan merasakan kesejukan yang menenangkan. Tetes-tetes embun membuat pagi yang masih tampak gelap kian dingin. Namun semakin langkah digerakkan tumbuh semakin segar dan bersemangat.
Setelah hampir 1 jam berjalan dan langit mulai menunjukkan pancaran pagi, Dimas mengajak Shofi kembali. Bukannya masuk ke vila, ia menyuruh Shofi naik ke mobil.
"Masih pagi, mau kemana, Om?"
"Cari sarapan, ayo naik!"
Sampai di Jalan H. Djuanda, Terios itu berhenti. Bubur ayam Mang H Oyo menjadi pilihan Dimas mengisi perut mereka.
"Makan yang banyak, kamu terlihat kurus!"
"Apa dulu tante Lyra lebih berisi?" tanya Shofi sambil menyuap bubur yang tampak kental tersebut.
"Sebelum menikah hingga memiliki Dirga dan Diyara tubuhnya kurus, setelah melahirkan Qinara tubuhnya lebih berisi sedikit. Tapi hanya sedikit, nyatanya memang pembawaannya kurus."
"Oh ... Om suka ajak tante sarapan di sini?" tanyanya sambil menyuap bubur itu lagi.
"Dulu. Sudah lama sekali sebelum kami pindah ke Ausie." Dimas masih mengunyah sarapannya hingga ponselnya tiba-tiba berdering.
📲Halo Assalamu'alaikum ...
📞Wa'alaikumsalam Yah.
📲Tumben menelepon Ayah?
📞Ayah di mana?
📲Sedang sarapan. Ada apa, hem?
📞Ada masalah di cake shop Bekasi. Aku butuh pertimbangan untuk mengambil langkah!
📲Datanglah ke rumah, Ayah juga rindu padamu!"
📞Aku sudah di rumah tapi Ayah tidak ada.
📲Oh ya, baik setelah sarapan habis, Ayah segera kembali!
📞Tunggu! Apa Ayah sedang di luar bersama wanita itu?
📲Hmm .... Iya.
📞Ayah, please! Kenapa wanita itu masih di vila kita? Ayah harus sadar, ia bukan Bunda!"
Dimas tampak melirik Shofi, memastikan ia tak mendengar ucapan yang dilontar Dirga baru bicara lagi setelahnya.
📲Kita lanjut bicara di rumah! Assalamu'alaikum.
📞Baik. Wa'alaikumsalam.
_________________
"Segera habiskan, kita akan segera pulang!"
"Apa ada masalah, Om?"
"Dirga di Vila."
Saliva itu ditelan kasar, jemari itu mulai memainkan sendoknya.
"Jangan gelisah! Dia sebetulnya pribadi baik, hanya pembawaannya sedikit keras!" Shofi tersenyum getir. Ia masih ingat pertama dan terakhirnya mereka bertemu. Pemuda 22 tahun itu terus berasumsi buruk dengan sorot mata sangat meremehkannya. Dan sejak itu Shofi lebih memilih mengurung diri di kamar jika pria itu datang.
"Ba-gaimana ji-ka ia melihatku masih tinggal di-sana, Om?" lirih Shofi.
"Tak ada masalah, aku yang memintamu!"
"Ta-pi, Om!" Yah ... hutang Budi telah melemahkan Shofi. Ia merasa tak enak sebetulnya tinggal dengan pria yang notabenenya seorang duda, walau memang usia mereka terpaut jauh tetap saja mereka laki-laki dan perempuan dewasa.
"Jangan banyak berfikir, makananmu sudah habis, masuklah ke mobil!" Dengan gontai Shofi menurut.
Setelah membayar menu yang mereka makan, Dimas masuk ke mobil. Wajah itu masih memperlihatkan raut cemas.
"Shofi, tatap aku!"
"Iya, Om?"
"Segalanya akan baik-baik saja. Tidak ada hal yang harus kamu cemaskan!" ucap Dimas seraya mengangguk berusaha menyamankan. Shofi seakan terhipnotis dengan tatapan itu, ia pun mengangguk. Dimas tersenyum.
_______________
Dua puluh Menit perjalanan, mereka sampai di rumah. Terios itu berenti di pelataran. Tampak pria tegap dengan lirikan tajam menatap Shofi dengan raut kesal. Keduanya keluar dari mobil, Dimas meminta Shofi segera masuk.
"Hai Nak!" Kedua tubuh tegap berangkulan. Lirikan itu tak beranjak, ia masih mengikuti arah langkah Shofi yang menuju pintu masuk. Shofi menunduk.
Dimas mengajak Dirga ke ruang keluarga.
"Aku tidak suka wanita itu, Yah!" ceplos Dirga seketika.
"Duduklah dulu, aku akan meminta bik Ira membuatkanmu minum!"
"Ia sudah membuatnya tadi!" Bibir itu membulat. "Oh ...." Dimas berujar lagi setelahnya. "Sekarang katakan bagaimana kabarmu, Nak!"
"Aku baik. Ayah jangan mengalihkan pembicaraan. Wanita itu bukan bunda, Yah. Jadi aku mau ia segera pergi dari rumah ini!"
"Dirga ayolah, ia wanita yang kurang beruntung, Ayah hanya sekedar menolongnya!"
"Apa dengan memulihkan kondisinya dan bahkan Ayah tanpa izin kami memberi wajah bunda itu tidak cukup! Apa ia harus tinggal di rumah ini pula?"
"Dia tidak memiliki tempat tinggal dan juga kerabat!"
"Itu bukan urusan kita! Kita tidak kenal dia dan tidak tau pula bagaimana sifat aslinya. Mungkin saja ia kini sedang berusaha menjerat Ayah karena merasa nyaman dengan fasilitas yang Ayah beri!"
"Dirga Stop! Jaga ucapanmu!"
"Bukan tidak mungkin kan, Yah? Atau mungkin diam-diam ia menyukai Ayah! Secara Ayah masih tampan dan gagah!"
"Ucapanmu semakin tidak masuk akal!"
"Tunggu! Atau mungkin Ayah yang mulai menyukainya karena wajahnya seperti bunda?"
"DIRGA!"
PLAK ....
"Ahh, Ayah memukulku! 22 tahun, Yah! Selama itu tangan Ayah tak pernah mendarat di wajahku, tapi kini karena wanita itu ayah melukaiku!"
"Maaf! Tapi ucapanmu melampoi batas! Dengar! Tidak ada wanita manapun yang bisa mengganti posisi bunda di hati Ayah!"
Mata tajam itu menatap sang Ayah. "Bagus jika memang begitu! Aku pergi, Yah!"
"Hei tunggu ...! Bukankah ada urusan yang akan kamu bicarakan?"
"Tidak jadi!"
Dimas menggeleng-geleng melihat kepergian putranya. Dan Shofi yang barusaja dari dapur dan tak sengaja mendengar obrolan mereka merasa bersalah menjadi penyebab pertikaian Ayah dan anak itu. Ia menetralkan degup yang menyesakkannya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
⛅Happy reading😘
⛅Jangan lupa like dan komennya yaa❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Dewa Rana
mestinya setelah ganti wajah, sofi juga ganti nama dan identitas
2024-09-06
0
EndRu
kasihan Sofie kembali menjadi orang ke tiga antara ayah dan anak.
2023-03-31
0
Fatimah Azzahra
kenapa sofi slalu ad di posisi yg buruk sih....padahal dia g gt....thor....elu terlalu jahat sm sofi
2022-04-22
0