Terjerat Cinta Pria Matang
Sepasang manusia duduk bersimpuh di sisi sebuah gundukan. Setelah memanjatkan doa, sang wanita terus menatap lekat batu nisan yang terukir namanya tersebut.
Hati itu pedih ... ia masih sehat dan bernafas namun orang di sekitarnya menganggap ia tiada dan selalu mengirim doanya untuknya. Ya, mereka memang tidak tau kebenaran yang terjadi hari itu. Peristiwa pilu yang merubah seluruh hidupnya. Hal yang membuat ia dalam sekejap memiliki identitas baru dengan wajah berbeda.
"Itu nama panjangmu?" Wanita itu mengangguk.
"Keluargamu pasti sedih kehilanganmu?" Wanita itu tersenyum getir.
"Sayangnya aku tidak memiliki keluarga!"
"Suamimu?" Lagi-lagi ia tersenyum getir.
"Mungkin maksud Om mantan suami. Kami sudah tidak berhubungan lama, bahkan ia pun pasti menganggapku sudah meninggal. Bukankah di mata agama kami sudah bercerai? Bahkan pernikahan kami pun hanya siri tidak terdaftar negara!" Pria di sisi wanita mengangguk.
Ya, pria matang itulah penyelamatnya. Penyelamat dari kecelakaan hebat yang terjadi atasnya. Kecelakaan yang memutus hubungan dua insan. Hubungannya dengan suami di dunia nyatanya. Suami yang telah beristri tapi berbohong saat melafazkan akad dengannya. Ya ... ia adalah sang istri kedua.
Istri kedua yang terlambat menyadari segalanya. Istri kedua yang memilih bertahan saat kebenaran itu nyatanya telah terungkap dengan alasan ia tak ingin suaminya mencari wanita lain sebagai penyalur hasrat itu, sebab wanita pertamanya tak mampu memberinya.
"Baiklah hari semakin terik, kita pergi sekarang!" Terdengar suara sang pria mengaburkan angan wanita itu, ia mengangguk.
"Kita belum sarapan tadi, bagaimana jika kita cari makan?"
"Boleh, Om ...."
"Mau makan apa?"
"Seperti biasa saja!"
•
•
Beberapa saat setelahnya ...
"Enak?"
"Enak, Om! Sepertinya aku mulai menyukai makanan ini!" Sang pria tersenyum.
Makanan ini ... makanan ini adalah makanan kesukaan mendiang istri pria di sisiku. Kadang aku tak sanggup berpikir. Apa aku sungguh menyukai makanan ini, atau aku sedang menyenangkan pria di sisiku sebab pancaran kebahagiaannya jelas kulihat saat aku memakan potongan demi potongan ketoprak yang tersaji untukku.
"Om ... berhenti menatapku seperti itu saat sedang makan!"
"Aku senang menatapmu!"
"Karena wajahku adalah wajah istri Om!" Seketika raut kesedihan tampak di wajah pria memiliki pancaran ketulusan itu.
"Maaf jika kamu tak suka dengan wajahmu sekarang!"
"Om bicara apa! Wajah ini cantik, aku suka. Aku mendapatkan hidup kedua dari Om. Bagaimana aku akan menyalahkan keputusan Om memberi wajah ini," ucap sang wanita sungguh-sungguh. Pria itu tersenyum.
Wajah ini memang bukan milikku. Ini adalah wajah wanitanya. Wajah mendiang istri tercinta yang telah dipanggil Sang pencipta ke tempat terbaik hingga memutus seluruh hubungan dengan setiap insan dan kehidupan di bumi.
"Om ... apa pemilik wajah ini begitu Om cintai?" Dan tanya itu lagi-lagi terucap walau jawabnya ia sudah sangat hapal. Pria di hadapan wanita itu sungguh negitu mencintai mendiang istrinya, hal yang bertolak belakang dengan hidupnya yang tak memiliki cinta utuh suaminya.
"Sangat!" ucap sang pria setelah sebelumnya menjawab dengan anggukan.
"Hmm ... boleh kuketahui bagaimana sifat pemilik wajah ini?"
"Baik ... ia sangat baik, juga lembut. Sudah! Jangan bicara lagi! Lekas habiskan makananmu!"
"Iya, aku akan habiskan makananku, tapi Om juga harus habiskan nasi goreng seafood Om!" Pria itu tersenyum.
"Tentu saja!" Dan keduanya melanjutkan makan setelahnya.
•
•
Beberapa saat acara makan mereka selesai, tanpa aba-aba sang pria mengambil tisu dan menyapu bibir yang terdapat sedikit bumbu kacang itu.
"Hee ... maaf makanku berantakan! Berikan tisunya Om, aku bisa membersihkan bibirku sendiri!"
Pria itu memang bersikap sangat lembut dan perhatian. Perhatian yang ia rindukan dan dulu sering ia lakukan untuk wanitanya. Namun batas dua dunia tak mampu ia tembus. Namun kini ia bahagia, sebab ia merasa raga mendiang istrinya begitu dekat. Dengan wajah yang sama pria itu terkadang hidup dalam angannya, angan yang menganggap wanita itu sebagai wanitanya.
"Maaf, aku spontan melakukannya. Kadang aku merasa kamu adalah dia!" lirih sang pria. Ia menunduk beberapa saat dan melontar kata kembali setelahnya.
"Ada tempat yang ingin kamu kunjungi setelah ini?"
"Apa Om tidak ke kantor hari ini?"
"Hari ini aku libur dan menghandle pekerjaan dari rumah. Toh aku hanya memegang dua toko saat ini."
"Bukankah Om memiliki toko di Ausie? Maaf, aku tidak sengaja mendengar saat asisten Om bernama Aldo itu ke rumah."
"Itu sudah kualihkan pada putraku, aku menghandle wilayah dekat saja. Yang jauh biarkan dia! Mengajarinya bertanggung jawab!" Wanita itu mengangguk.
"Sekarang jawab, kita akan ke mana setelah ini?"
"Aku ingin ke rumah Ibu Suswati! Jika Om letih, aku bisa ke sana sendiri."
"Butuh 1,5 jam ke sana. Aku akan mengantar!"
"Terima kasih, Om."
_________________
Bangunan sederhana berada di hadapan mereka saat ini. Tampak wanita paruh baya sedang menjemur opak di muka rumah. Seorang gadis 17 belas tahun di sisi rumah sedang mengerjakan tugas sekolah, sedang seorang bocah laki-laki 12 tampak sedang asik bermain bola di halaman. Ya, ini memang hari minggu dan sekolah sedang libur.
Wanita yang tak lagi tua tapi memiliki semangat untuk memberi pendidikan terbaik untuk anak-anaknya. Wanita itu dipenuhi senyum semringah walau hatinya pilu. Ya, putri pertama yang memutuskan bekerja di kota tak jua menjenguknya. Bagaimana putri itu mampu menjenguk, sebab nyatanya raga itu sudah tiada dan di kebumikan dengan nama lain tanpa sepengetahuan keluarganya.
Netra berkaca mewarnai wajah sang wanita yang batu saja tiba dan kini melihat pemandangan itu. Ia memutuskan untuk turun dan sang lelaki membuntuti raga itu dari belakang. Raga yang memiliki wajah mendiang istrinya.
"Assalamu'alaikum ...." salam sang wanita.
"Wa'alaikumsalam, eh ... ini temannya Kiran, kan? Ayo masuk, Teh, Pak!" jawab Suswati seketika.
Ya, wanita paruh baya itu sudah sangat hapal dengan wajah dua orang yang satu tahun belakangan selalu datang dan mensupport kehidupannya. Dua raga yang mengaku sebagai teman dang putriyang merantau namun tak jua berkabar.
"Bagaimana kabar ibu dan adik-adik?" tanya sang wanita memastikan hal yang selalu memenuhi otaknya, kabar seluruh penghuni rumah tersebut.
"Alhamdulillah baik, Teh. Makasih banyak ya Teh, setahun ini Teteh selalu bantu perekonomian ibu. Emang kebangetan Kiran, katanya kerja di Kota. Eh malah setahun setengah ini boro-boro nengok, telpon aja udah nggak pernah Teh. Ibu sebetulnya ingin cari Kiran, pengen tau kabarnya. Tapi anak-anak di rumah nggak ada yang jaga. Kiran ... Kiran ... ibu cuma bisa doain kamu Nak. Biar berjaya dan dalam keadaan baik di rantau." Mata paruh baya itu berkaca menggambarkan kerinduan yang dalam pada sosok putrinya.
Pancaran pilu itu juga dirasakan sang wanita yang duduk di hadapan ibu itu, rasa bersalah besar menyelimuti otaknya. Batinnya berbisik.
"Bagaimana jika ibu Suswati tau kalau ternyata Kiran putrinya sudah tiada. Dan parahnya putrinya dikebumikan dengan nisan bertulis namaku." Dada itu sesak. Teramat sakit hingga bulir-bulir satu persatu mulai menampakan diri.
"Teh ... Teteh baik-baik saja, kan?" tanya Suswati heran melihat tamu yang sering menolongnya mendadak terlihat sedih.
"Bu, sepertinya kami harus pulang! Ini ada sedikit uang untuk membantu biaya sekolah anak-anak!" ucap sang pria sembari menyodorkan sejumlah uang dari dompetnya.
"Aduh Pak ... kami jadi merepotkan kalian. Kalian itu sebetulnya siapa? Kenapa begitu baik dengan keluarga ibu?"
"Ibu tidak perlu banyak berfikir. Ini rezeki dari Alloh!"
"Nuhun Teh, Pak. Semoga Alloh yang membalas kebaikan kalian."
Pria itu membantu sang wanita berdiri, kesedihan telah membuat raganya melemah.
•
•
"Terima kasih, Om! Lagi-lagi aku merepotkan, Om! Setelah menemukan cara untuk mengambil uang simpananku di Bank, aku akan membayar semua hutangku pada Om!" Pria itu tersenyum.
"Jangan fikirkan itu! Bisa melihat wajah mendiang istriku di wajahmu. Itu lebih dari cukup."
"Istri Om sungguh wanita beruntung yang memiliki cinta penuh dari Om, bahkan saat nyawanya telah tiada."
Tarikan napas panjang itu dilakukan, tampak Sang pria terus menertalkan emosi yang seketika menyeruak mengingat kejadian 5 tahun silam yang merenggut nyawa pemilik hatinya.
FLASHBACK
Malam itu segalanya tampak normal, ia dan sang istri seperti biasa selalu menyempatkan berbincang banyak hal sebelum tidur. Mengingat awal-awal pertemuan keduanya, perpisahan yang harus mereka lalui hingga akhirnya waktu mempertemukan keduanya kembali, kelahiran kembar anak pertama yang diselimuti banyak pilu sebab sang putri nyatanya terlahir dalam kondisi tak baik, penculikan yang menyebabkan depresi panjang teruntuk istrinya dan banyak lagi hal yang mereka utarakan malam itu.
Dan pagi itu langit di belahan Northern Territory tampak kelabu. Sang istri yang biasa terbangun lebih dulu tampak masih nyaman berselimut. Hingga setengah jam berlalu raga itu tak jua terjaga. Ia bergeming saat panggilan demi panggilan, sapuan, juga kecupan di daratkan ia tetap tak merespon.
Pagi itu bertambah kelabu saat dirasakan tak ada denyut dalam nadi itu, dada yang biasa bergerak naik turun tak menandakan pergerakannya. Raga itu seketika hancur, kacau dan pilu menyeruak saat sang dokter yang didatangkan menyatakan raga itu tak lagi bernyawa.
Sungguh malaikat menjemput dengan sangat cantik pada bidadarinya, senyum indah itu benar-benar membuat seisi rumah tak menyangka bahwa ruh itu telah berpisah dari jasad.
Sejak hari itu sang pria memutuskan kembali ke negaranya mengikut-sertakan raga sang istri yang akan dikebumikan di tempat ia tumbuh dan dekat dengan orang-orang tercintanya.
Sejak saat itu raga rupawan yang telah berusia matang namun tetap memancarkan pesonanya berubah 180° menjadi pribadi tertutup dan senang menyendiri. Separuh jiwanya seakan ikut terbang bersama jiwa kekasihnya.
Ia abai dengan sekitar, hidupnya hampa dan sepi. Beruntung keempat anaknya tetap mengenggam separuh jiwanya yang lain. Hingga seiring waktu ia kembali menjalani aktivitasnya walau kekosongan itu tetap dirasakan.
Pagi itu satu setengah tahun lalu adalah awal ia kembali tau ada bentuk ekspresi wajah yang bernama senyum dan ada sebuah rasa yang bernama bahagia.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
⛅Happy reading😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
EndRu
Nyimak kisah haru Shofi
2023-03-31
0
Sabarina Sitepu
semoga ada kebahagiaan buat sofi, dia tokoh yg baik, berkali2 dibohongi oleh suami sebelumnya...
2022-10-12
0
KhodijahRahman
wahh aku salah baca ya langsung ksini? harusnya novel sebelumnya dulu ya biar ngerti alurnya 😁😁
2022-01-25
1