"Bunda!" panggil Alvin saat melihat kedatangan Floryn di rumah neneknya.
Selama dua hari ini, Floryn menitipkan Alvin di rumah ibunya karena permintaan wanita itu sendiri. Alvin yang masih berusia empat tahun, terlihat gembira dengan kedatangan sang bunda.
"Sayang Bunda ...," sahut Floryn seraya merentangkan kedua tangan. Ia menyambut Alvin yang berlari mendatangi dirinya.
"Tahan, Floryn! Kamu tidak boleh menangis." Suara itu berasal dari dalam kepala Floryn.
Dengan cepat, Floryn menarik napas panjang hingga paru-parunya dipenuhi oleh udara. Selama beberapa detik Floryn menahannya dan lalu membuang dengan perlahan melalui mulut.
Sesuatu yang selalu Floryn lakukan, saat ia sedang berusaha untuk menahan tangis.
"Bunda ... Alvin kangen Bunda," katanya lagi. Floryn tidak akan bosan mendengar hal itu. Sesuatu yang dapat menguatkan dirinya. Setidaknya, untuk saat ini.
"Sama. Bunda juga kangen Alvin." Floryn melihat jam tangan pemberian Enrik yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah jam satu siang dan ia merasa lapar.
"Nak ... kamu datang. Apa pekerjaannya sudah selesai?" tanya ibunda Floryn dengan senyum ramah membingkai wajah.
Akan tetapi, bukannya menjawab pertanyaan sang ibu, Floryn malah langsung memeluk erat tubuh itu dan membenamkan wajahnya ke dalam pelukan. Padahal, ia sudah berusaha kuat untuk menahan air mata di depan ibu dan anaknya. Sayang sekali, Floryn gagal melakukan hal itu.
"Nak, kamu kenapa?" tanya Ibu Martha yang merupakan ibu tiri dari Floryn.
Floryn terus saja menangis. Ia juga tidak berani mengatakan masalah sebenarnya kepada sang ibu. Ia takut ibunya malah mendapatkan serangan jantung seperti yang pernah terjadi padanya beberapa bulan silam. Untuk beberapa saat, Martha membiarkan Floryn menangis di dalam pelukannya. Sesekali, ia mengusap puncak kepala Floryn sekedar untuk menenangkannya saja.
Lalu setelah beberapa menit menangis, akhirnya Floryn menghapus sisa-sisa air mata yang masih menempel di pipinya.
"Sebaiknya kita masuk, ya ... Alvin, coba kamu bawa koper Bunda ke dalam. Sepertinya Bunda kelelahan," kata Martha kepada cucu tunggalnya.
"Iya, Nek ...," sahut Alvin dengan wajah yang kebingungan.
Mereka bertiga masuk ke dalam rumah mungil milik Martha, lalu Martha kembali mengunci pintu.
Floryn menghapus sisa-sisa air matanya. Ia tahu kalau sudah melakukan kesalahan dengan menangis di depan ibu dan anaknya. Sekarang, apa yang akan ia katakan jika wanita itu bertanya?
***
Malam ini, Floryn sudah berada di depan rumah salah satu sahabatnya. Cika adalah satu-satunya sahabat yang begitu pengertian dengan mau mendengarkan keluh kesah Floryn.
Cika kerap berbagi cerita pada Floryn. Begitu juga sebaliknya. Semua cerita yang ada di antara mereka, tidak pernah bocor hingga ke mana-mana. Mereka bersumpah jika semua omongan itu, hanya mereka yang mengetahui.
Sudah tiga kali Floryn mencoba untuk menghubungi Cika. Sayangnya, wanita itu tidak menjawab panggilan-panggilannya. Padahal mereka sudah merancang janji temu.
"Kemana, sih? Apa lagi main sama suaminya, ya?" batin Floryn yang masih duduk di belakang kemudi.
Akhirnya, Floryn turun dari sana dan menekan bell pintu rumah sang sahabat.
Namun, ternyata pintu rumah itu tidak terkunci. Tiba-tiba saja jantung Floryn berdebar kencang. Ia mendengar sesuatu yang seharusnya tidak ia dengar.
"Lebih cepat ...," rintih sebuah suara yang sepertinya milik Cika.
"Sialan ... kenapa aku ke sini pas mereka lagi mantap-mantap, sih?" sesal Floryn di dalam hatinya.
Floryn baru saja ingin pergi dari sana dan menutup pintu rumah. Akan tetapi, hal berikutnya yang ia dengar membuat Floryn kembali syok.
"Jack ... please ... aku mau sampai ...," lirih Cika dengan begitu memohon.
Floryn terhenyak kaget.
"Siapa Jack? Apa yang dilakukan Cika di dalam kamar?" batin Floryn panik.
Cika memang sudah menikah. Namun, suaminya bernama Herman, bukannya Jack. Lalu siapa orang yang sedang menghangatkan ranjang milik sahabatnya itu?
Cklek!
Suara pintu yang terbuka di belakangnya, membuat Floryn tersentak kaget. Ia berbalik dan mendapati Herman masuk dengan sebuah bungkusan di tangannya.
"Floryn?!" Sepertinya Herman terkejut dengan keberadaan Floryn di sana.
"M-Mas Herman? Mas?"
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Herman yang sudah mecekal tangan Floryn dan menariknya keluar.
"Mas? I-itu ...." Tapi Floryn menghentikan kata-katanya. Ia tidak mungkin melaporkan sahabatnya sendiri. Namun, Herman juga akan masuk ke dalam rumah. Bagaimanapun juga ia akan mengetahui semuanya.
Di depan mobil Floryn, Herman menepis tangan tamunya yang tidak diundang.
"Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Aku sudah janjian dengan Cika. Tapi ...."
"Pulanglah. Anggap saja kamu tidak pernah ke sini."
Akan tetapi, bukannya masuk ke dalam mobil, netra Floryn terpaku pada sosok yang baru saja muncul di pintu rumah Cika.
Sosok itu adalah Cika dan Jack. Keduanya keluar seperti tidak pernah terjadi apa-apa di dalam. Pandangan Jack bertemu dengan tatapan terkejut Floryn.
"Floryn? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Cika khawatir.
Namun, sebelum Floryn sempat menjawab pertanyaan itu, Cika langsung menarik Floryn untuk masuk ke dalam rumahnya. Meninggalkan Jack dan Herman di luar rumah.
Floryn menepis tangan sang sahabat. "Apa yang terjadi dengan kalian?!"
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Nurul Lailla
padahal niatnya mau curhat , sambutannya begini melihat sahabatnya memadu kasih dengan selingkuhan , tp kenapa suaminya seolah menulikan diri dan mendukung cika 🤔 apa mungkin cika dijual....dan uangnya untuk bersama.. 😱😱😱😱
2022-07-19
1
Asmeri Adiputra
bagus ya, sikap Floryn sabar, kuat, bijaksana
2022-02-13
1
sandi
w kaget sm ky flo!! 😱😱😱
2022-01-07
2