Setelah aksi anaknya yang mengurung diri di dalam kamar membuatnya cemas.
" Baiklah Bubu menyerah, minggu depan kita berangkat."
tak ada jawaban. ia menghela nafas
"Baiklah besok kita akan berangkat,"
kriet pintu kamar terbuka, memperlihat kan sedikit fitur wajah Juju.
Aulina berjongkok, ia merogoh hp-nya didalam saku, ia memperlihatkan tampilan layar untuk memesan tiket pesawat.
Keesokan hari nya mereka berangkat pagi-pagi buta sesuai jadwal yang mereka pesan, didalam pesawat Aulina mulai harap-harap cemas,bingung harus berkata apa jika nanti ia bertemu dengan mantan suaminya. Meski belum terjadi pasti lambat laun mereka pasti akan bertemu,.
melihat Bubunya yang cemas ia menyerahkan sepotong coklat pada Bubunya.
"Bubu makan lah coklat ini. Karena kandungan dalam coklat bisa menenangkan saraf pada manusia,"
Aulina pun menoleh, mendengar penjelasan dari anak nya, ia kemudian langsung mengambil sepotong coklat itu ke dalam mulutnya. Benar saja kata anaknya perlahan ia mulai tenang kembali,
"Terima kasih yah,"ucapnya, mencubit kedua pipi anaknya.Uhh anak siapa sih ini?,pinter banget,"Godanya
Juju mendengus.
"Bubu berhenti menarik kedua pipi ku itu terasa sakit,"
Aulina terkekeh
"Baiklah," katanya ,melepaskan cubitannya ," maafkan Bubu okeh,"
Juju memutar bola matanya.
" Terserah,"
Aulina kembali terkekeh , berkat bantuan anaknya ia sudah tak merasa gugup lagi. matanya melihat keluar jendela pesawat mengingat kejadian 6 tahun yang lalu.
7 jam kemudian mereka sampai di bandara A.
Ia membawa anaknya ke rumah tempat ia dan suaminya tinggal disana. Sesampainya di sana Aulina tertegun melihat tampilan rumah nya yang masih sama seperti 6 tahun yang lalu.
Aulina lalu merapihkan barang-barang mereka. setelah selesai ia kemudian menghampiri anaknya yang tengah asyik membaca buku di sofa.
"Juju!" panggilnya. Juju menoleh
Aulina duduk disampingnya. " Besok Bubu sudah bisa bekerja, apa kamu mau ikut?,"
Juju menggelengkan kepalanya.
"Baiklah, kamu bisa menghubungi paman Andri jika merasa bosan,"
Juju menganggukkan kepala
."Anak pintar," pujinya, lalu mengusap puncak kepala anaknya.
Ke esokan harinya
Pagi -pagi buta sekali Aulina sudah pergi bergegas ketempat kerjannya yang baru.
Setelah memastikan Bubunya sudah pergi Juju yang ditinggal seorang diri di rumah memanfaatkan kesempatan itu untuk mencari tahu tentang ayah nya yang masih tersisa di dalam rumah ini. ia mencoba menelusuri setiap sudut rumah dan berharap mendapatkan sedikit petunjuk tentang ayahnya. Ia kemudian beralih mencari dari laci hingga komputer,tapi sayangnya dia tak mendapatkan apapun membuatnya mendesah kecewa. Tanpa sadar dia menendang tong sampah didepannya hingga berserakan, mau tak mau ia harus membereskan sampah-sampah itu.
Ia membungkuk memungut sampah-sampah itu, matanya menyipit curiga ke sebuah kertas yang berada di bawah sofa.
Ia bangkit menghampiri sofa itu, ia kembali membungkuk tangannya mencoba meraih kertas itu dengan susah payah dengan menggunakan tangannya yang kecil.
Ia menyunggingkan senyumnya, ketika apa yang cari ternyata ada dalam kertas yang ia pegang.
'tuuuut tuuuuut tuuuut' bunyi nada sambung
"Halo," jawab pria dewasa disebrang telpon.
"Halo paman. Ini Juju. Bolehkah aku meminta tolong?,"
"Oh Juju.tentu saja,memangnya kamu mau minta tolong apa?"
"Bisakah paman mengantar Juju kesuatu tempat?,"
"Memangnya kamu mau kemana?,"
"Datang lah kemari dan akan ku beritahukan nanti,"
"Baiklah kalau begitu. tunggulah sebentar lagi dan paman akan segera sampai disana,"
"Baiklah,"
Setelah mendapat apa yang di inginkan nya ia bergegas bersiap-siap mengganti pakaiannya.
Setelah mengganti pakaiannya ia kembali membaca bukunya seraya menunggu kedatangan pamannya.
'ting tong ting tong' bel pintu berbunyi,
Juju bergegas turun dari sofa lalu berlari kearah pintu. pintu pun terbuka lalu menampakan sosok pria dewasa dengan gaya santai. pria itu adalah Andri, ayah baptis Juju sekaligus orang yang di tugaskan oleh Aulina untuk menjaganya ketika dirinya berkerja di perusahaan rintisan Andri sendiri.
"Mau kemana kita?,"
"Akan Juju beritahu paman nanti dijalan,"jawabnya seraya menarik tangan Andri tergesa-gesa dengan kaki pendeknya.
Didalam mobil mereka saling terdiam, Andri yang fokus dengan jalanan yang berada di hadapannya dan Juju yang sibuk dengan kertas yang terus pandangi.
Mata Andri sesekali melirik Juju yang berada disampingnya. ia penasaran dengan kertas yang sedang ia pegang.
"Sebenarnya kita ini mau kemana?,"tanyanya penasaran.
"Paman,sudah berapa kali kamu menanyakan mau kemana kita?apa paman tak bosan?,"
"Paman justru semakin penasaran, kamu kan baru tiba disini biarkan paman mu yang tampan ini yang menjadi navigasi, kamu tahu? paman sudah menjelajahi seluruh juru negara ini. Jadi kamu hanya tinggal bilang pada paman kemana kamu ingin pergi? dengan begitu paman mu yang tampan dan baik hati ini akan mengantarmu kemana pun kami pergi,"
Juju mengangguk-anggukkan kepala.
"Kalau begitu bagus," pujinya. Andri tersenyum bangga mendengar pujian itu, Juju menoleh ke arahnya ,"mungkin nanti paman akan berguna di masa yang akan datang. Sayang nya kali ini aku tak membutuhkan navigasi paman karna aku sudah tahu kemana aku pergi,"
Senyum Andri luntur.
Tak lama kemudian mereka sampai disebuah rumah sakit terbesar di Negara itu. Andri pun tertegun.
"Juju,apa kamu yakin tak salah alamat?,"
"Tidak," jawabnya singkat lalu bergegas turun dari mobil, "terima kasih paman,nanti akan ku panggil kembali jika aku sudah selesai dengan urusanku," pamitnya keluar dari mobil kemudian berlari ke area rumah sakit.
Andri tertegun kembali dengan sikap Juju yang seenaknya terhadapnya persis seperti ibunya.
" Ju-Juju tung..."
'tiiiiin,tiiiiin,tiiin'' bunyi klakson dari belakang terus berbunyi membuatnya mengacak rambutnya frustasi mau tak mau harus menjalankan mobilnya. Namun ia langsung kehilangan jejak Juju.
Ia mendesah frustasi. Apa yang harus ia katakan pada Aulina?, jika dia tahu, dia pasti akan mencingcang tubuhnya habis-habisan.
Saat ini Juju sudah memasuki area rumah sakit, mata nya menggeledah seisi rumah sakit yang besar dan bertekad akan menemukan ayahnya yang bernama Aldan Sanjaya. Namun matanya dibuat takjub sekaligus bangga pada ayahnya yang bekerja dirumah sakit yang sangat besar ini.
' kelak aku pun akan bekerja disini bersama ayah, oh tidak, aku akan membangun rumah sakit besar dengan usahaku sendiri bersama ayah, batin nya.
Bruk ,Juju tak sengaja menabrak seseorang hingga pantatnya mencium lantai.
"Nak,kamu tak apa-apa?,"terdengar suara berat pria yang menanyakan keadaannya.
Juju yang masih mengelus pantatnya yang sakit perlahan mendongkakkan kepalanya, kedua mata mereka saling bertemu, ia memperhatikan setiap jengkal wajah pria itu.
Dari wajahnya, matanya, hidungnya ,bahkan bibirnya sama persis dengan orang yang berada dalam foto yang ada didalam dompet Bubunya.
Apa pria ini adalah ayahnya?pikirnya, jika iya maka dia tak boleh gegabah karena Bubunya pernah bilang kalau ayahnya tak mengetahui kalau Bubunya tengah mengandungnya, ia harus memikirkan sebuah cara.
"Kamu tak apa-apa?,"tanyanya lagi.
"hueeee hu hu hu,"tangisnya pecah membuatnya menjadi pusat perhatian.
tak lama kemudian 2 tangan besar meraihnya lalu mengangkat tubuhnya kepelukan nya.
"Maaf,apa itu sakit?"katanya khawatir.
Juju mengangguk sambil menangis padahal dalam hatinya ia tersenyum penuh kemenangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Xianyan
juju
2021-09-04
0