...╭┉┉┅┄┄┈•◦ೋ•◦❥•◦ೋ...
... Selamat Membaca...
...•◦ೋ•◦❥•◦ೋ•┈┄┄┅┉┉╯...
Sayup-sayup Devita mendengar suara orang yang menangis dan memanggil nama seseorang. Devita mencoba membuka matanya perlahan.
"T-tuan P-putri ... Hiks ..."
Devita berhasil membuka matanya, yang pertama kali dia lihat adalah seorang gadis muda berambut cokelat dengan keadaan kacau tengah menangisinya.
"Tuan P-putri? A-anda sudah b-bangun?"
Tuan Putri? Tuan Putri siapa? Devita hanyalah manusia biasa, bukan orang bangsawan kerajaan yang bisa dipanggil Tuan Putri.
Devita pun bangun untuk duduk. Kepalanya terasa sakit sekali. Namun, dia tersadar kalau ada yang tidak beres. Saat melihat sekitarnya, Devita terkesiap.
"I-ini dimana?" Devita semakin terkejut kala mendengar suaranya yang terdengar merdu juga menggunakan bahasa yang sama sekali tidak dia mengerti.
"YA AMPUN! BAHASA APA YANG AKU GUNAKAN? INI DIMANA? MASIH DI BUMI KAN?" Devita memekik kencang sembari menatap sekelilingnya. Devita semakin kalut kala dia menyadari dia berada di penjara yang mirip dengan kartun yang dia tonton.
"T-tuan P-putri ... Anda baik-baik saja?" Gadis muda itu nampak panik sambil memegang kedua pundak Devita.
"PUTRI SIAPA YANG KAU MAKSUD HAH? AKU INI DEVITA! BUKAN TUAN PUTRI! DAN- ASTAGA! APA YANG TERJADI?" Devita mengangkat kedua tangannya, membolak-balik.
'Nggak mungkin! Ini bukan badan gue! Badan gue itu gendut dan item! Lha ini? KOK BISA PUTIH JUGA LANGSING BEGINI?'
Devita menatap gadis muda itu dengan wajah panik, "JELASKAN! JELASKAN APA YANG TERJADI? INI DIMANA? DAN S-SIAPA AKU?" Devita kalang kabut. Dia benar-benar terkejut dengan ini semua.
"T-tuan P-putri tidak ingat? T-tuan P-putri adalah Putri Sirena Stylanie Asthropel, anak dari mendiang selir Agalia Xi Asthropel dengan Raja Monachus Virgatus Gal Willamette. Tuan Putri berada disini, di penjara bawah tanah Kekaisaran Alhena karena kesalahan Tuan Putri, yaitu hendak menumbalkan Putri Nervilia kepada iblis Canopus." Jelas gadis muda itu dengan raut bingung juga khawatir bercampur menjadi satu.
Devita mencoba mencerna penjelasan gadis muda itu. Kata gadis itu, dia adalah Sirena? Akalnya tak bisa menyangkal hal konyol dan ajaib ini benar-benar terjadi. Devita masuk ke dalam dunia Sirena dan masuk ke dalam raga Sirena sendiri. Lantas apa yang harus dia lakukan sekarang? Di dalam novel itu jelas sekali bahwa Sirena akan dihukum mati, maka tamat sudah riwayatnya karena dia sekarang masuk ke raga Sirena setelah Sirena melakukan tindak kejahatannya itu.
'Gue harus apa? Novel isekai yang sering gue baca nggak yang kaya gue alamin sekarang. Biasanya mereka masuk ke dalam raga antagonis saat kejahatan antagonis belum dilakukan dan bisa menghindar dari takdir kematian, singkatnya mengubah alur cerita. Lha gue? Apa yang perlu gue ubah dari alur cerita ini?'
"T-tuan P-putri? Anda baik-baik saja? T-tolong jangan membuat saya semakin khawatir hiks ..." Gadis muda itu kembali menangis yang mampu menyadarkan Devita dari lamunannya.
Devita memandang gadis muda itu lamat-lamat, tak lama Devita merasakan kepalanya serasa dihantam oleh batu. Rasa sakitnya sama seperti saat dia terjatuh dari rooftop. Sekelebat ingatan milik Sirena berdatangan memaksa untuk Devita mengingatnya. Jngatan-ingatan itu hanya berisi wajah-wajah orang yang pernah ditemuinya.
"TUAN PUTRI! APA YANG TERJADI?" Gadis muda itu mengguncang tubuh Sirena dengan nada khawatir, "HEI KALIAN! TOLONG PANGGILKAN FARMOS UNTUK PUTRI SIRENA!" Gadis muda itu berteriak meminta tolong kepada para legion yang berjaga. **(Farmos \= dokter/tabib)
"Halah! Paling juga dia sedang melakukan drama murahan! Putri murahan seperti dia pasti melakukan segala cara agar terbebas dari hukumannya." Maki salah satu legion itu. **(Legion \= Prajurit/pengawal)
Devita membuka matanya kembali setelah rasa sakit yang menghantam kepalanya itu menghilang. Devita menatap gadis muda didepannya yang semakin pucat akibat mengkhawatirkan dirinya.
"A-apa kau Norma Ascella?"
Gadis muda itu mengangguk masih dengan tangisnya, "T-tuan P-putri kenapa? Jangan membuat s-saya semakin takut hiks ..."
Norma Ascella, salah satu Luster Sirena yang begitu peduli pada Sirena. Ada satu lagi Luster Sirena, yaitu Aysun Maia, sayang sekali gadis berambut hitam itu sudah meninggal dua bulan lalu karena melindunginya. **(Luster \= Dayang/pelayan)
Devita memejamkan matanya sembari memijit pelipisnya. Sekarang, dia hidup di raga Sirena, maka sudah pasti ke depannya dia akan memerankan dirinya sebagai Sirena Stylanie Asthropel, anak selir yang terasing. Tetapi sebelum itu, dia harus terbebas dahulu dari hukuman ini sebisa mungkin.
"T-tuan P-putri hiks ... S-saya takut hiks ..." Norma meringkuk memeluk tubuhnya sendiri. Devita membuka matanya, lalu melihat Norma yang memang terlihat takut.
Devita menghela nafas panjang, dia sudah memutuskan. Dia akan bertahan hidup di dunia ini dan mencari alasan mengapa dia bisa masuk ke dalam tubuh Sirena. Devita merangkak lebih dekat ke arah Norma, kemudian memeluk lusternya itu.
"Aku akan berjuang untuk hidup kita. Kau percaya padaku, bukan? Ambang kematian di depan mata, namun harapan hidup masih ada. Kau harus percaya, Norma ..." Bisik Devita kepada Norma.
"Terimakasih karena selalu bersamaku, meskipun kau tahu, nyawamu adalah taruhannya."
Norma melepas pelukannya lalu menatap mata Tuan Putri yang selama ini dia layani, setelahnya dia menunduk. Tidak sopan terlalu lama memandang orang yang harus dia layani, "K-karena saya tahu, Tuan Putri adalah orang baik. Meskipun saya tahu, nyawa saya terancam, namun saya tidak bisa untuk tidak melindungi Tuan Putri. Sama seperti Aysun Maia yang rela mati untuk Tuan Putri, saya pun rela mati untuk Tuan Putri."
"Bukankah kau baru saja mengatakan takut?" Devita memandang Norma dalam. Ada yang aneh, bukankah tadi Norma mengatakan bahwa dia takut, tapi kenapa dia rela mati untuknya? Ralat, maksudnya untuk Sirena.
Norma menggenggam tangan Sirena dengan erat, kemudian mendongak, "Saya berani mengambil resiko. Bersama melayani Tuan Putri adalah tanggung jawab besar. Tuan Putri adalah sosok yang hebat di mata saya. Tuan Putri berani mengambil resiko untuk keinginan Tuan Putri." Norma melepas genggaman tangannya. Matanya tak luput mengamati Sirena yang masih terlihat cantik meskipun ada bekas luka di wajahnya.
"T-tuan P-putri ... Hari esok adalah hari peradilan untuk Tuan Putri begitupula saya." Devita ingat, di dunia Sirena, bila sang tuan melakukan kesalahan, maka pelayannya pun ikut terkena imbas, "Meskipun Tuan Putri tidak berhasil menyelamatkan saya, setidaknya Tuan Putri harus berhasil menyelamatkan nyawa Tuan Putri sendiri. Tuan Putri ... Saya tahu anda tersiksa selama ini. Maka dari itu saya selalu mendoakan agar kebahagiaan selalu menyertai anda." Norma tersenyum tulus.
Devita terhenyak dengan ucapan Norma. Dirinya yang sekarang sebagai Sirena merasakan perasaan haru. Tidak banyak seorang pelayan yang benar-benar peduli pada majikannya.
'Lo pasti selamat, Norma.' Devita meyakinkan dirinya.
-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-
Kenyataannya, harapan tak selalu membuahkan keajaiban. Ekspektasi yang terlalu tinggi memang sangat membahayakan kesehatan hati manusia. Itulah yang dirasakan Devita sekarang. Melihat tubuh tak bernyawa Norma Ascella didepannya membuatnya lemas bukan main. Matanya berkaca-kaca mengingat perbincangan terakhir mereka tadi malam. Devita sangat yakin bahwa dia akan berhasil menyelamatkan nyawa Norma. Sayang, dia tak bisa.
Tepat saat pagi hari menyingsing, sel penjara di buka oleh dua orang legion. Mereka menyeret Norma atas perintah Kaisar Helarctor Malayanus Xa Alhena. Tidak dia sangka senyum yang dilayangkan Norma padanya sebelum diseret keluar sel adalah senyum tulus terakhir dari Norma Ascella.
'****! Apa yang harus gue lakuin biar gue tetep hidup? Gue belum mau mati! Argh!! Gue bingung, gue frustasi, gue stress!'
Matahari di atas ubun-ubun kepala, pertanda hari sudah siang. Waktu dimana peradilan untuknya akan dimulai. Devita yang sekarang menjadi Sirena kini ditonton oleh banyaknya orang yang akan menyaksikan bagaimana dia akan merenggut nyawa. Devita sekarang berada di tengah alun-alun peradilan. Duduk merunduk dengan keadaan tangan terikat ke belakang. Dibelakangnya terdapat dua algojo yang siap membunuhnya kapan saja sesuai perintah Kaisar.
Devita mendongakkan kepalanya, menatap orang-orang yang berada di tribun khusus bangsawan. Disana ada ayahnya, yaitu Raja Monachus yang sama sekali tak keberatan atas hukuman yang akan diterima oleh putrinya.
...(*Alun-alun Peradilan Kekaisar*an Alhena)...
'BAPAK SIALAN ANDA! ANAK SENDIRI MAU MATI BUKANNYA DIBELAIN MALAH DIEM-DIEM BAE!'
Amarah menyelimuti diri Devita sekarang. Terlebih saat melihat Elephas yang duduk berdampingan dengan Putri Nervilia yang menatapnya iba membuatnya semakin merasa marah. Devita merasa dunia terlalu tidak adil padanya. Dia baru saja merasakan hidup kedua, meskipun dia tak tahu betul bagaimana kondisi raganya sendiri, tapi sekarang dia harus mati. Dia hanya ingin merasakan kebahagiaan yang tak pernah dia dapatkan, bukan akhir tragis.
"TUAN PUTRI SIRENA STYLANIE ASTHROPEL, ATAS KESALAHANMU YANG HENDAK MENUMBALKAN CALON PUTRI MAHKOTA KEKAISARAN ALHENA, DENGAN BERSEKUTU DENGAN IBLIS BENUA CANOPUS, MAKA DENGAN INI, AKU MEMBERIMU HUKUMAN MATI ADALAH HUKUMAN YANG TEPAT!"
GONG GONG GONG
Gong besar yang berada di sebelah kiri alun-alun dibunyikan sebagai tanda bahwa eksekusi akan segera dimulai.
"SAYA TIDAK MAU MATI!"
Devita memutuskan, dia harus berjuang untuk sehirup udara hari ini yang akan dia hirup. Raga Sirena yang sekarang adalah dirinya, Devita. Maka jelas sekali hukuman mati hanya berlaku untuk Sirena, bukan untuknya.
"BEBASKAN AKU DARI HUKUMAN SIALAN INI! BEBASKAN AKU!"
'Gue ingin hidup ... Gue ingin bahagia ...' Harapan kecil muncul dibenak Devita yang paling dalam. Dia berjanji akan membuat raga Sirena ini bahagia dengan caranya sendiri sampai dia bisa menemukan cara kembali ke raganya.
"TEBAS KEPALANYA SEKARANG!"
'ANJIM! SIAPAPUN TOLONG GUE WOI!'
Tanpa disadari oleh Devita, kalung milik Sirena yang tengah dia pakai kini memendarkan cahaya biru bercampur putih tiga kali. Tepat saat algojo melayangkan pedangnya untuk menebas kepala Devita, langit yang semula cerah tiba-tiba menggelap, segelap malam. Petir menyambar-nyambar bercampur angin kencang yang memporak-porandakan benda yang ada di alun-alun peradilan.
Devita menyaksikan itu semua dengan mulut ternganga lebar.
'Buset! Apa iya harapan gue dikabulin Tuhan? Apa ini bentuk pertolongan dari-Nya?'
"Putri Sirena! Hentikan ini semua! Kau harus menghentikannya!"
Saking fokusnya menatap langit yang terdapat gumpalan awan hitam, Devita baru sadar bila didepannya ada seorang lelaki yang sangat Devita kenal. Efarish Sirakusa Kartago. Lelaki yang mendapat anugerah dari Dewa Sirius, yang disegani di penjuru Kekaisaran Alhena.
"Mengapa aku harus menghentikannya? Kalau aku mati, maka kalian pun harus mati juga, bukan?"
Devita bisa melihat raut wajah menyeramkan milik Sirakusa yang siap membunuhnya kapan saja. Tatapan mata lelaki itu sarat akan kebencian yang nyata padanya, "Kau melakukan kesalahan besar."
"Dimanapun aku berada, akan selalu ada kesalahan yang dilimpahkan padaku. Tapi tak apa, aku sudah biasa." Sahut Devita santai meskipun dia sendiri takut bila dia akan mati akibat badai yang sedang terjadi sekarang.
"Kau ..." Sirakusa kehilangan kata-kata saking kesalnya, "Kau ... Membangkitkan Raja iblis Canopus, Putri Sirena! Dan kau harus menghentikan ini semua!"
"Mari membuat kesepakatan. Aku akan menghentikan badai ini, tapi kau harus membuatku tetap hidup dengan membebaskan aku dari hukuman mati ini." Devita kini sudah berdiri tepat dihadapan Sirakusa.
Sirakusa menggeram marah, perempuan didepannya benar-benar licik. Sirakusa mengeluarkan sihir putih dari tangannya. Sihir itu dia arahkan ke atas langit.
Devita semakin terkagum-kagum melihat sesuatu yang ajaib yang ada di depan matanya, 'Gila! Gue bener-bener bisa lihat hal yang menakjubkan gini di depan mata gue sendiri! KERENNNN!'
BRUGH
Sirakusa terpental kuat ke belakang hingga sampai di tribun para bangsawan kerajaan juga kekaisaran. Sirakusa tak cukup kuat untuk membuat benteng pertahanan akibat bangkitanya Raja iblis Canopus. Hal ini tentu akan menimbulkan bencana dan kekacauan di seluruh benua.
"Sirakusa! Pertanda apa ini?" Kaisar Helarctor bertanya dengan nada cemas.
Sirakusa mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya. Netra merahnya menatap ke arah Sirena yang tak lain adalah Devita yang masih setia menatap langit dengan pandangan berbinar.
Sirakusa menunjuk Sirena, "Sirena, Tuan Putri yang satu itu adalah sang pembangkit. Raja iblis Canopus yang tertidur kini sudah bangun dan mulai menunjukkan keberadaannya."
"APA? BAGAIMANA BISA? ANAK ITU ... BAGAIMANA BISA DIA ADALAH SANG PEMBANGKIT?" Raja Monachus, ayah Sirena begitu terkejut dengan ucapan Sirakusa.
"Simbol mawar hitam di lengan kirinya, aku melihatnya yang tiba-tiba saja muncul." Jelas Sirakusa.
"Lantas, harus bagaimana? Aku tak bisa membiarkan rakyatku berada disituasi yang mencekam seperti ini. Kau harus mencari cara!" Kaisar Helarctor begitu frustasi saat melihat beberapa rakyatnya yang berlarian untuk menyelamatkan diri.
"Bukan hanya rakyatmu, Kaisar. Tetapi seluruh benua juga terkena dampaknya sekarang. Hanya satu cara yang bisa kita lakukan." Sirakusa kini menatap Kaisar Helarctor dan Raja Monachus bergantian, "Membiarkan Putri Sirena hidup, lalu menemukan Zifgrid, sang pengendali."
"Aku setuju! Tolong bebaskan adikku dari hukuman mati ini." Putri Nervilia yang sedari tadi diam kini ikut berbicara.
"Nervilia, apa kau tidak takut bila adikmu itu melakukan kejahatan yang bisa membahayakanmu lagi?" Elephas mencoba membujuk Nervilia agar menyeseli ucapannya.
"Aku tahu sebab adikku melakukan hal itu. Aku memaafkannya." Nervilia menatap tegas mata Elephas.
Melihat perdebatan kecil di tengah badai membuat sang Kaisar harus segera membuat keputusan. Maka dengan berat hati Kaisar Helarctor mengangguk ke arah Sirakusa, "Ya, aku bebaskan dia dari hukuman mati ini. Cepatlah! Suruh dia menghentikan badai mengerikan ini!" Perintah Kaisar. Seandainya di tribun bangsawan tidak ada sihir pelindung, sudah pasti mereka akan tewas akibat badai ini.
Sirakusa melompat dengan kekuatan sihirnya hingga dengan cepat dia kembali berdiri dihadapan Sirena, "Kau bebas. Segeralah hentikan badai ini!"
Devita menatap Sirakusa yang tiba-tiba muncul dihadapannya, 'Menghentikannya? Gue kudu ngapain? Gue aja nggak tau caranya, gue kan bukan Boboiboy angin!'
Devita berdehem, "Y-ya, aku tak pernah mengingkari ucapanku.' Devita mencoba memejamkan matanya, berharap agar badai ini mereda.
'Badai oh badai ... Kau harus berhenti ... Jangan membuat kekacauan!'
Devita tak mendengar suara apapun lagi setelahnya. Devita membuka matanya, "ASTAGADRAGON!" Devita begitu terkejut kala melihat badai yang sudah berhenti.
Seluruh rakyat yang semula berlindung dibawah perlindungan Avior, kini menatap ke sekeliling dengan pandangan bertanya-tanya.
"Badai tiba-tiba berhenti! Pertanda apa badai tadi?"
"Ini mengerikan!"
GONG GONG GONG
Bunyi gong yang kembali dibunyikan membuat fokus seluruh rakyat yang menonton kini terpusat pada sang Kaisar yang berdiri tegap.
Melihat badai yang sudah mereda, Kaisar Helarctor menepati ucapannya, "AKU SEBAGAI KAISAR DARI KEKAISARAN ALHENA, DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA HUKUMAN PUTRI SIRENA DIHAPUS!"
Harapan kecilnya terkabul. Devita berhasil menghentikan kematian tragis seorang Sirena. Setitik air mata muncul di mata Devita sebelum akhirnya Devita terjatuh tak sadarkan diri.
...•───────•°•❀•°•───────•...
Terimakasih sudah membaca.
Ini cerita kedua saya, mohon dukungannya ya:)
Saya menerima kritik dan saran. Apakah cerita ini menarik?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Ros Ita
sumpah baca.nyah sambil ketawa
2022-08-23
0