Chapter 5: Simbol Kutukan

...╭┉┉┅┄┄┈•◦ೋ•◦❥•◦ೋ...

...         Selamat Membaca...

...•◦ೋ•◦❥•◦ೋ•┈┄┄┅┉┉╯...

{Ruang penjamuan, istana Kekaisaran Alhena.}

"Bulan Drawarf sebentar lagi tiba. Kudengar, bulan Drawarf adalah waktu yang tepat untuk menyelenggarakan pernikahan. Apakah kalian berdua setuju bila pernikahan kalian diadakan di pertengahan bulan Drawarf?" Suara tegas nan lantang milik sang Kaisar Helarctor bertanya pada Putri Nervilia Aragoana Gal Willamette dan Pangeran Putra Mahkota Elephas Exilis Xa Alhena.

Putri Nervilia yang semula menunduk malu, kini mendongak untuk menatap Pangeran Elephas. Pangeran Elephas membalas tatapan Putri Nervilia dengan tatapan hangat dan penuh senyum.

"Kami setuju. Saya sendiri mengetahui bahwa bulan Drawarf adalah bulan penuh keberkahan dari Dewa Sirius dan Dewi Andromeda. Bulan dimana bunga-bunga bermekaran dan bertepatan dengan festival tahunan Kekaisaran." Jawab Pangeran Elephas.

"Akhirnya ... Setelah melewati berbagai badai, kita akan menjadi sebuah keluarga besar. Kuharap Yang Mulia Kaisar Helarctor pun menyambut keluarga kami dengan penuh keterbukaan." Raja Monachus mengulas senyum.

"Tentu saja. Kami dengan penuh keterbukaan menyambut kalian menjadi bagian keluarga kami. Terutama Putri Nervilia adalah sosok wanita yang sempurna untuk mendampingi anakku, Elephas."

Mendapat pujian langsung dari Yang Mulia Permaisuri Rafflesia, Putri Nervilia menunduk malu dengan pipi yang bersemu.

Acara makan malam yang dihadiri oleh dua keluarga bangsawan itu berjalan lancar dan memancarkan aura penuh kebahagiaan. Melupakan sosok wanita yang tengah terbaring semakin lemah.

"FARMOS  SENTRASENDA MEMASUKI RUANG PENJAMUAN!"

Tawa penuh bahagia mereka terhenti atas seruan Suzdal yang memberitahu kedatangan Farmos Sentrasenda, Farmos yang merawat Sirena. **(Suzdal \= Kasim)

Farmos Sentrasenda masuk, kemudian menunduk memberi hormat, "Semoga keberkahan Vulcan serta anugerah Dewa dan Dewi menyertai Yang Mulia Kaisar Helarctor. Maaf kedatangan hamba kemari mengganggu acara."

"Bangunlah, Sentrasenda! Katakan padaku, ada apa kau datang kemari?"

Sentrasenda berdiri tegap, "Hamba datang kemari ingin memberitahu bahwa kondisi Putri Sirena semakin menurun. Suhu tubuh Putri Sirena setiap jamnya semakin menurun. Hamba benar-benar ingin menyampaikan hal ini pada Yang Mulia Kaisar Helarctor terutama Yang Mulia Raja Monachus."

Sentrasenda memperhatikan raut wajah mereka sejenak kemudian mengalihkannya. Tidak sopan bila memandang bangsawan tinggi seperti Kaisar dan Raja terlalu lama. Dia hanya ingin tahu reaksi ayah dari Putri Nervilia. Benarkah rumor bila Putri Nervilia adalah Putri yang terasing atau bukan.

"Apakah hal itu membahayakan?" Tanya Raja Monachus, raut wajahnya sama sekali tak terlihat cemas.

"Tentu saja Yang Mulia Raja Monachus. Kondisi Putri Sirena menurun drastis, hal itu bisa membahayakan nyawanya. Suhu tubuhnya bahkan mendingin seperti es." Sentrasenda terhenyak sebentar melihat sendiri raut wajah sang Raja yang memang terlihat tak perduli.

Kaisar Helarctor berdiri dari duduknya, "Pangeran Elephas, segera panggilkan Efarish Sirakusa Kartago untuk datang kemari. Dan ayo kita lihat kondisi Putri Sirena!"

Ucapan Kaisar adalah perintah, maka dari itu mereka semua berdiri lalu segera pergi menuju kamar tamu dimana Sirena dirawat.

...-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-...

Di dalam kamar tamu istana yang sangat luas, mereka semua menyaksikan sendiri betapa buruknya kondisi Sirena sekarang. Wajah pucat pasi dengan bibir yang mulai membiru, suhu tubuh yang sangat dingin padahal api sudah dinyalakan untuk menghangatkan.

"Sebenarnya Putri Sirena sudah tak sadarkan diri selama dua hari."

"Dua hari?" Beo Putri Nervilia tanpa sadar. Tatapannya tak bisa teralih ke objek lain, hanya mengarah pada Putri Sirena.

"Mungkin ini adalah bagian strategi wanita ini. Dia ingin mengacaukan kembali hubungan anak kita juga Putri Nervilia." Permaisuri Rafflesia menatap dingin Sirena yang masih terpejam.

"Maafkan segala dosanya, Yang Mulia Permaisuri. Mungkin didikan hamba kurang, hingga membuatnya menjadi liar." Raja Monachus meminta maaf pada Permaisuri Rafflesia.

"Tidak perlu merendahkan martabatmu hanya demi anak ini, Adiose. Seharusnya anak ini yang meminta maaf pada Yang Mulia Kaisar dan Yang Mulia Permaisuri." Ratu Amanita Muscaria, mengusap bahu suaminya. **(Adiose \= panggilan istri untuk suami)

"Ayahanda, ibunda, hentikan! Kondisi Sirena sedang sekarat sekarang. Kita seharusnya mendoakannya agar lekas membaik!" Ucap Putri Nervilia marah. Putri Nervilia duduk disebelah kiri Sirena, mengusap pipi Sirena dengan lembut sembari menangis.

"Apa yang membuatmu hingga seperti ini, adikku? Bangunlah! Kau harus sembuh!" Ucap Putri Nervilia sembari terisak.

Melihat hal itu, Permaisuri Rafflesia menatap kagum Putri Nervilia, "Lihatlah anakmu, Ratu Amanita. Putri Nervilia begitu baik kepada orang yang sudah jahat terhadapnya."

Ratu Amanita hanya mengulas senyum tipis bersama Raja Monachus.

"Elephas memang tak pernah salah dalam hal memilih pendamping hidupnya. Putri Nervilia memang sosok calon istri yang sempurna." Ucap Kaisar Helarctor ikut memuji.

Tak lama, sosok Efarish Sirakusa datang bersama Pangeran Elephas. Lelaki itu segera menghampiri Sirena yang terbaring lemah tak berdaya.

Yang pertama kali dilakukan Sirakusa adalah memeriksa denyut nadinya, "Denyut nadinya sangat lemah. Ini berbahaya!" Sirakusa lanjut untuk melihat simbol mawar hitam di lengan kiri Sirena. Simbol itu berpendar kemerahan namun dia juga melihat simbol baru terbentuk di telapak tangannya. Simbol itu berbentuk bunga mawar putih yang terlihat samar. Tentu hal ini membuat Sirakusa bingung. Sebenarnya Sirena adalah hitam atau putih?

Melihat keadaan Sirena semakin memburuk, padahal sebelumnya dia tahu bahwa Sirena tak memiliki penyakit apapun yang membahayakan. Keadaan Sirena ada sangkut pautnya dengan alam bawah sadar milik wanita itu.

Sirakusa segera menggunakan sihir penyembuh yang dianugerahkan Dewa padanya. Sihir muncul dari tangannya yang memancarkan sinar hijau. Sirakusa memusatkan sihirnya pada jantung dan kepala Sirena.

"Putri Sirena ... Apa kau mendengarku? Kalau kau mendengar, maka ikutilah suaraku. Jangan hilang! Kau harus tetap hidup untuk mempertanggungjawabkan perbuatanmu." Sirakusa mencoba memanggil Sirena.

Perlahan sinar hijau yang menyelimuti sebagian tubuh Sirena bercampur dengan sinar biru bercampur putih yang entah datang darimana. Tubuh Sirena juga mengalami kejang-kejang hebat.

Melihat kondisi Sirena yang kejang-kejang membuat Putri Nervilia semakin terisak. Dia menangis di dada Pangeran Elephas.

"Putri Sirena ..." Sirakusa mencoba memanggil kembali Sirena meskipun dalam hati dia bingung dengan sinar biru bercampur putih yang mulai mendominasi tubuh Sirena.

'Darimana asal sinar biru putih ini?'

Sinar biru bercampur putih itu semakin terang hingga membuat Sirakusa mundur dan memejamkan mata begitupula dengan yang lain. Sinarnya begitu menyilaukan mata.

Perlahan sinar biru bercampur putih itu meredup bersamaan dengan mata Sirena yang terbuka.

Sirena yang raganya diisi Devita itu mulai mencerna dimana dia sekarang dan apa yang baru saja terjadi setelah dia tak sadarkan diri.

"Sirena!" Putri Nervilia berseru senang lantas memeluk Sirena erat.

'Anjiran! Baru sadar udah dibekep aja gue!'

"Uhuk-uhuk! H-hei, menjaulah dariku! K-kau membuatku tak bisa b-bernapas!"

Putri Nervilia lantas melepas pelukannya, dia menatap sendu Sirena, "Maafkan aku, aku terlalu senang melihatmu sadar."

Sirena tak menanggapi ucapannya. Matanya menelisik orang-orang yang berada di kamarnya. Tatapannya beradu pandang dengan Pangeran Elephas yang menatapnya dingin.

'Ganteng doang, tapi bucin banget!' Sirena menggelengkan kepalanya dengan tatapan tak habis pikir pada Pangeran Elephas. Tentu hal itu membuat Pangeran Elephas terkejut, apa maksud tatapan Sirena kepadanya?

"Farmos Sentrasenda, periksalah adikku segera!" Perintah Putri Nervilia, wanita itu menyingkir lalu kembali berdiri disamping Pangeran Elephas.

Sentrasenda pun memeriksa kondisi Sirena. Anggukan kecil menyertai pemeriksaan yang dilakukannya.

"Kondisi Putri Sirena sudah membaik. Untuk memulihkan kondisinya, Putri Sirena harus istirahat satu hari penuh."

"Mungkin dengan makan membuatku kembali pulih." Ucap Sirena asal sembari mengusap perutnya yang memang terasa lapar.

"Ehm ... Sebelum itu, bisakah tinggalkan kami berdua disini? Ada yang harus aku bicarakan pada Putri Sirena." Sirakusa menatap Sirena dengan pandangan yang tak bisa diartikan.

"Baiklah kalau begitu. Sirena ... Lekaslah sembuh." Ucap Kaisar Helarctor.

Sirena diam tak membalas, "Paling basa-basi doang," gumamnya pelan yang hanya bisa didengar olehnya. Sirena senang, dia akhirnya bisa mengucapkan bahasa yang sering dia gunakan sehari-hari. Setidaknya hal itu membuatnya ingat bahwa dia masih Devita, bukan Sirena.

Tinggallah Sirena dan Sirakusa sekarang. Lelaki itu kini duduk di ranjang sebelah kanan, kemudian tangannya meraih telapak tangan kiri Sirena yang memperlihatkan simbol mawar putih di tangannya.

"Hei! Apa yang kau lakukan, huh? Seenaknya pegang-pegang! Kau pikir aku cewek apaan?" Sirena menghempas tangan Sirakusa kasar.

"Cewek?" Sirakusa menatap penuh tanya pada Sirena.

"M-maksudnya, cewek itu perempuan." Sirena jadi gelagapan sendiri, dia takut ketahuan.

"Oh." Sirakusa mengeluarkan sihir penyembuh miliknya lalu dia arahkan ke jantung Sirena. Mencoba memancing sinar biru bercampur putih yang muncul tiba-tiba.

"Hentikan tindakanmu itu! Aku hanya ingin makan sekarang! Kau tahu? Aku lapar, lebih tepatnya kelaparan!"

Sirakusa tak mendengarkan, dia terus mencoba memancing sinar biru bercampur putih itu agar keluar kembali untuk dia deteksi. Namun percobaannya terus gagal.

"Sebenarnya, apa yang sudah kau lakukan, Putri Sirena? Apa yang sudah kau lakukan di Benua Canopus?"

Sirena mengernyitkan keningnya, "Kenapa bertanya? Bukankah kau sudah tahu aku datang ke Canopus untuk MENUMBALKAN putri Nervilia." Sirena menekan kata menumbalkan untuk melihat reaksi Sirakusa.

"Aku tak percaya."

'Pa maksud nih orang?'

"Jadi, harus penjelasan seperti apa yang harus aku jelaskan padamu agar kau percaya, Efarish Sirakusa Kartago yang terhormat?" Kini Sirena sudah duduk dengan tangannya yang bersidekap dada.

"Bila hanya menumbalkan Putri Nervilia, tentu hal itu tak ada sangkut pautnya dengan simbol mawar putih di telapak tanganmu. Kau tahu, simbol mawar hitam yang ada di lenganmu adalah tanda bahwa kau adalah sang pembangkit. Sedangkan mawar putih adalah simbol kekuatan suci."

"Iya kah?" Sirena memeriksa telapak tangannya sendiri, saat melihat ada simbol mawar putih, dia begitu terkejut, "ANJIR! Sejak kapan ada simbol mawar putih?"

"Selain bersekutu dengan iblis bahkan membangkitkan Raja iblis yang sudah lama tersegel, kau melakukan apa lagi?" Pertanyaan Sirakusa seolah-olah menyudutkannya.

"Aku tak melakukan apapun! Aku bahkan terkejut melihatnya. Kau pikir aku tahu kalau ternyata aku membangkitkan Raja iblis? Jawabannya tidak. Aku tidak tahu."

Sirakusa tertawa meremehkan, "Kau memang licik Sirena! Kau selalu membuat kekacauan akibat kecerobohanmu! Kau memang pembawa sial bagi Kekaisaran."

PLAK

"Kau tak pantas menghinaku, Sirakusa! Kau tidak tahu apapun tentangku! Jangan sok tahu deh!"

'Masih untung gue tampar, belom gue santet.'

Sirakusa terkejut akibat ulah Sirena. Selama ini tidak ada yang berani menamparnya. Dia begitu terkejut dengan perubahan Sirena. Putri Sirena yang dia kenal adalah sosok yang dingin pada semua orang, kecuali pada keluarga Raja Willamette dan Keluarga Kaisar Helarctor.

'Hm ... Ada sesuatu yang menarik.' Sirakusa menyeringai.

"Kau tahu, Putri Sirena? Hidupmu tidak akan pernah tenang. Kedepannya akan semakin sulit, terlebih kau adalah alasan Raja iblis Canopus, yaitu Ambrogio Agafya sudah bangkit setelah lama tersegel. Semua orang akan menjauhimu dan menyalahkanmu karena hal ini."

Sirena sebenarnya merasa takut mendengar ucapan Sirakusa, "Itu kalau ada yang memberitahu bahwa akulah sang pembangkit. Kalau tak ada yang memberitahuku, aku aman tentunya."

"Semua orang tahu, bahwa simbol mawar hitam hanya dimiliki oleh sang pembangkit. Tentu hal itu menjadi masalah untukmu, karena simbol itu adalah kutukan. Kau terikat dengan Raja iblis. Terlebih lagi, simbol itu mulai muncul di keningmu."

"APA?" Sirena segera berlari menghampiri dimana cermin berada. Sirena terhenyak, saat mendapati bahwa simbol mawar hitam memang muncul di keningnya. tepat diantara kedua alisnya, terdapat simbol mawar hitam kecil.

Sirena berbalik kemudian menghampiri Sirakusa, "Katakan padaku! Bagaimana caranya agar kutukan ini bisa hilang?"

Sirakusa tersenyum sinis, "Inilah inti pembicaraan kita. Temukan Zifgrid sang pengendali. Hanya sang pengendali yang bisa melepas kutukanmu dan terbebas dari Raja Iblis." Sirakusa kemudian berdiri untuk keluar dari kamar Sirena.

"Bagaimana caranya aku mengenali sang pengendali?" Tanya Sirena dengan wajah putus asa.

Tanpa berbalik Sirakusa menjawab, "Dan inilah tantanganmu. Kau harus mencarinya sendiri, karena aku sendiri tidak tahu cara mengenali sang pengendali."

Blam

Sirakusa sudah pergi meninggalkan Sirena dengan tanda tanya besar di kepalanya. Zifgrid sang pengendali?

"ARGHH!! LAMA-LAMA GUE BISA GILA!"

...•───────•°•❀•°•───────•...

Terimakasih sudah membaca.

Ini cerita kedua saya, mohon dukungannya ya:)

Saya menerima kritik dan saran.  Apakah cerita ini menarik?

Episodes
1 Chapter 1: Devita, si Bayangan Semu
2 Chapter 2: Jangan Kehilangan Harapan
3 Chapter 3: Bebas dari Hukuman Mati
4 Chapter 4: Bertemu Jiwa Sirena
5 Chapter 5: Simbol Kutukan
6 Chapter 6: Perubahan Sirena
7 Chapter 7: Tekad
8 Chapter 8: Sweet But Pshycho
9 Chapter 9: Athanaxius, Pangeran Kematian.
10 Chapter 10: Teman
11 Chapter 11: Mencari Petunjuk
12 Chapter 12: Hari Mengesalkan
13 Chapter 13: Jangan Kehilangan Kendali
14 Chapter 14: Curahan Hati Sirena
15 Chapter 15: Bertemu Kembali
16 Chapter 16: Bermalam Bersama
17 Chapter 17: Misi Gagal!
18 Chapter 18: Firasat Buruk
19 Chapter 19: Aku Ingin Menolongmu
20 Chapter 20: Pelangi untuk Athanaxius
21 Chapter 21: Bukan Orang yang Tidak Berguna
22 Chapter 22: Janji Seorang Teman
23 Chapter 23: Terimakasih, Sirena.
24 Chapter 24: Kemarahan Sirena
25 Chapter 25: Imbalan Pertama
26 Chapter 26: Hari Bahagia Adelphie
27 Chapter 27: Siapa Adelphie?
28 Chapter 28: Serangan Monster
29 Chapter 29: Diujung Tanduk
30 Chapter 30: Dua Lamaran
31 Chapter 31: Menerima Lamaran
32 Chapter 32: Athanaxius, Penyelamat Saya
33 Chapter 33: Mimpi Indah, Athan ...
34 Chapter 34: Membutuhkan Sirena
35 Chapter 35: Siapa Kau?
36 Chapter 36: Akhirnya Bertemu
37 Chapter 37: Bukan Dunia Novel
38 Chapter 38: Sirakusa Menolongnya
39 Chapter 39: Tersipu Malu
40 Chapter 40: Mawar Hitam Berduriku
41 Chapter 41: Dia Milikku
42 Chapter 42: Hutang Penjelasan
43 Chapter 43: Hari Pernikahan
44 Chapter 44: Ada Apa Dengan Sirakusa?
45 Chapter 45: Kekacauan di Hypatia
46 Chapter 46: Menebus Kesalahan
47 Chapter 47: Fakta Yang Tersembunyi
48 Chapter 48: Kecewa Yang Berulang
49 Chapter 49: Memastikan Sesuatu
50 Chapter 50: Pembuktian
51 Chapter 51: France si Pesaing Kecil
52 Chapter 52: Fakta yang Tersembunyi 2
53 Chapter 53: Teka-Teki yang Tak Kunjung Usai
54 Chapter 54: Keyakinan Athanaxius
55 Chapter 55: Dibalik Raja Monachus
56 Chapter 56: Terungkap
57 Chapter 57: Rahasia dan Perpisahan
58 Chapter 58: Sosok Asli
59 Chapter 59: Dilema France
60 Chapter 60: Hadiah Untuk Osaka
61 Chapter 61: Jiwa yang Tertukar
62 Chapter 62: Tak Terduga
63 Chapter 63: Penemuan Kopi
64 Chapter 64: Perintah Raja Monachus
65 Chapter 65: Pernyataan Cinta
66 Chapter 66: Dimulai
67 Chapter 67: Wellcome Home
68 Chapter 68: Kemunculan Sirena dan Irena
69 Chapter 69: Cerita dan Rasa Sakit
70 Chapter 70: Melawan Rasa Takut
71 Chapter 71: Persekutuan dan Kenangan
72 Chapter 72: Istimewa Bersamamu
73 Chapter 73: Terungkap 2
74 Chapter 74: Kekacauan Sebelum Pergi
75 Chapter 75: Bertemu Beta Arigha
76 Chapter 76: Serangan Athanaxius
77 Chapter 77: Pertemuan
78 Chapter 78: Syarat Berisiko
79 Chapter 79: Melawan Monster
80 Chapter 80: Jebakan
81 Chapter 81: Putus Asa
82 Chapter 82: Rasa Rindu
83 Chapter 83: Perang dan Kehancuran
84 Chapter 84: Telah Kembali
85 Chapter 85: Keajaiban Dua Jiwa
86 Chapter 86: Pertarungan
87 Chapter 87: Kekalahan Ratu Amanita
88 Chapter 88: Keinginan yang Terkabul
89 Chapter 89: Ritual Pertukaran Jiwa
90 Chapter 90: Menjemput Devita
91 Chapter 91: Kembalilah, Devita
92 Chapter 92: Simfoni Lagu Athanaxius
93 Chapter 93: Obat Manis
94 Chapter 94: Luka dan Penyesalan
95 Chapter 95: Serangan Penutup
96 Chapter 96: Kepercayaan Takdir
97 Chapter 97: Surat Perintah
98 Chapter 98: Kebahagiaan yang Sama
99 Chapter 99: Keinginan yang Terkabul 2 (END)
Episodes

Updated 99 Episodes

1
Chapter 1: Devita, si Bayangan Semu
2
Chapter 2: Jangan Kehilangan Harapan
3
Chapter 3: Bebas dari Hukuman Mati
4
Chapter 4: Bertemu Jiwa Sirena
5
Chapter 5: Simbol Kutukan
6
Chapter 6: Perubahan Sirena
7
Chapter 7: Tekad
8
Chapter 8: Sweet But Pshycho
9
Chapter 9: Athanaxius, Pangeran Kematian.
10
Chapter 10: Teman
11
Chapter 11: Mencari Petunjuk
12
Chapter 12: Hari Mengesalkan
13
Chapter 13: Jangan Kehilangan Kendali
14
Chapter 14: Curahan Hati Sirena
15
Chapter 15: Bertemu Kembali
16
Chapter 16: Bermalam Bersama
17
Chapter 17: Misi Gagal!
18
Chapter 18: Firasat Buruk
19
Chapter 19: Aku Ingin Menolongmu
20
Chapter 20: Pelangi untuk Athanaxius
21
Chapter 21: Bukan Orang yang Tidak Berguna
22
Chapter 22: Janji Seorang Teman
23
Chapter 23: Terimakasih, Sirena.
24
Chapter 24: Kemarahan Sirena
25
Chapter 25: Imbalan Pertama
26
Chapter 26: Hari Bahagia Adelphie
27
Chapter 27: Siapa Adelphie?
28
Chapter 28: Serangan Monster
29
Chapter 29: Diujung Tanduk
30
Chapter 30: Dua Lamaran
31
Chapter 31: Menerima Lamaran
32
Chapter 32: Athanaxius, Penyelamat Saya
33
Chapter 33: Mimpi Indah, Athan ...
34
Chapter 34: Membutuhkan Sirena
35
Chapter 35: Siapa Kau?
36
Chapter 36: Akhirnya Bertemu
37
Chapter 37: Bukan Dunia Novel
38
Chapter 38: Sirakusa Menolongnya
39
Chapter 39: Tersipu Malu
40
Chapter 40: Mawar Hitam Berduriku
41
Chapter 41: Dia Milikku
42
Chapter 42: Hutang Penjelasan
43
Chapter 43: Hari Pernikahan
44
Chapter 44: Ada Apa Dengan Sirakusa?
45
Chapter 45: Kekacauan di Hypatia
46
Chapter 46: Menebus Kesalahan
47
Chapter 47: Fakta Yang Tersembunyi
48
Chapter 48: Kecewa Yang Berulang
49
Chapter 49: Memastikan Sesuatu
50
Chapter 50: Pembuktian
51
Chapter 51: France si Pesaing Kecil
52
Chapter 52: Fakta yang Tersembunyi 2
53
Chapter 53: Teka-Teki yang Tak Kunjung Usai
54
Chapter 54: Keyakinan Athanaxius
55
Chapter 55: Dibalik Raja Monachus
56
Chapter 56: Terungkap
57
Chapter 57: Rahasia dan Perpisahan
58
Chapter 58: Sosok Asli
59
Chapter 59: Dilema France
60
Chapter 60: Hadiah Untuk Osaka
61
Chapter 61: Jiwa yang Tertukar
62
Chapter 62: Tak Terduga
63
Chapter 63: Penemuan Kopi
64
Chapter 64: Perintah Raja Monachus
65
Chapter 65: Pernyataan Cinta
66
Chapter 66: Dimulai
67
Chapter 67: Wellcome Home
68
Chapter 68: Kemunculan Sirena dan Irena
69
Chapter 69: Cerita dan Rasa Sakit
70
Chapter 70: Melawan Rasa Takut
71
Chapter 71: Persekutuan dan Kenangan
72
Chapter 72: Istimewa Bersamamu
73
Chapter 73: Terungkap 2
74
Chapter 74: Kekacauan Sebelum Pergi
75
Chapter 75: Bertemu Beta Arigha
76
Chapter 76: Serangan Athanaxius
77
Chapter 77: Pertemuan
78
Chapter 78: Syarat Berisiko
79
Chapter 79: Melawan Monster
80
Chapter 80: Jebakan
81
Chapter 81: Putus Asa
82
Chapter 82: Rasa Rindu
83
Chapter 83: Perang dan Kehancuran
84
Chapter 84: Telah Kembali
85
Chapter 85: Keajaiban Dua Jiwa
86
Chapter 86: Pertarungan
87
Chapter 87: Kekalahan Ratu Amanita
88
Chapter 88: Keinginan yang Terkabul
89
Chapter 89: Ritual Pertukaran Jiwa
90
Chapter 90: Menjemput Devita
91
Chapter 91: Kembalilah, Devita
92
Chapter 92: Simfoni Lagu Athanaxius
93
Chapter 93: Obat Manis
94
Chapter 94: Luka dan Penyesalan
95
Chapter 95: Serangan Penutup
96
Chapter 96: Kepercayaan Takdir
97
Chapter 97: Surat Perintah
98
Chapter 98: Kebahagiaan yang Sama
99
Chapter 99: Keinginan yang Terkabul 2 (END)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!