╭┉┉┅┄┄┈•◦ೋ•◦❥•◦ೋ
Selamat Membaca
•◦ೋ•◦❥•◦ೋ•┈┄┄┅┉┉╯
"Penuh kesendirian ...
Taman ini berbunga dengan bunga penuh duri
Aku menenggelamkan diri di istana kaca ini
Aku terlantar ..."
Devita tidak tahu dimana dia berada sekarang. Hanya ada kegelapan sepanjang mata memandang dan sayup-sayup terdengar suara indah nan halus namun terdengar sarat akan kesedihan dan keputusasaan.
"Di istana kaca ini ...
Di dunia ini ...
Aku mekar sebagai bunga berduri yang cantik
Dan bernapas sebagaimana para manusia lainnya,"
Devita terus berjalan lurus, mengikuti suara indah namun begitu menyesakkan rongga dadanya. Hingga pada akhirnya Devita berdiam, memandang siluet seorang perempuan bergaun panjang dengan sebagian rambut diikat dan sebagian terurai.
Perempuan itu mendongak ke atas, dimana hanya ada kegelapan tanpa ujung. Devita menebak, suara halus namun menyesekkan dadanya adalah milik perempuan itu.
"Berteriak ke langit
Berteriak ke dunia ...
Mengapa aku?"
"Hanya langit yang tahu, bagaimana aku meyakinkan diri
Bahwa ... Aku baik-baik saja
Tak pernah mendapat kesempatan
Hingga akhirnya ...
Terjatuh, lalu ... Hilang."
Kata-katanya begitu dalam, tanpa sadar Devita menitikkan air mata. Ada kesamaan antara dirinya juga perempuan itu. Di kehidupannya, Devita tak pernah mendapatkan kesempatan. Kesempatan untuk merasakan bagaimana kehangatan sebuah keluarga, bagaimana mendapatkan cinta, dan bagaimana mendapatkan kesetaraan.
Perempuan itu berbalik menghadap ke arah Devita berada. Meskipun wajahnya tidak terlihat begitu jelas, Devita akhirnya tahu siapa perempuan itu, "Sirena ..."
"Kau mengenalku?" Sirena, pemilik raga yang ditempati oleh Devita itu berjalan mendekat dimana Devita berdiri.
"Ya, gue kenal lo. Gue Devita Bina Dheandita, orang yang menempati tubuh lo, maaf karena itu." Aku Devita, dia ingin melihat reaksi Sirena asli.
Sirena diam sesaat, sebelum pada akhirnya tersenyum, "Tidak apa. Aku percaya bahwa kau adalah sesuatu yang lebih dari keajaiban."
Devita terkejut, dia kira Sirena tak akan mengerti bahasa yang dia ucapkan, "Kok lo bisa tau gue ngomong apa?"
"Aku juga tidak tahu, aku mengerti dengan sendirinya."
Devita mengangguk, "Em ... Apa lo nggak marah karena gue menempati tubuh lo? T-tapi, gue juga nggak tau gimana bisa gue ada di tubuh lo." Devita menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Sudah lama dalam keheningan ... Dan jikalau kau percaya, bahwa di duniaku yang kecil, esok akan mengagumkan." Sirena menyunggingkan senyum manisnya.
Devita mengernyitkan dahinya tak mengerti, "Gue nggak ngerti, lo ngomong apa?"
Sirena menggelengkan kepalanya kemudian menghela nafas. Sirena menarik tangan Devita kemudian mengajak Devita keluar dari kegelapan, hingga tiba di sebuah jendela besar dengan pemandangan bulan didepannya. Sirena dan Devita duduk bersebelahan.
"Aku sama sekali tak mengerti, akan seperti apa ke depannya. Bagaimana nasibku, bagaimana hidupku? Apa aku akan sanggup terus berada dalam kesunyian yang gelap?" Sirena menoleh ke arah Devita dengan sorot menyedihkan.
"Bila tubuhku kau tempati, aku tak apa. Tetapi yang menjadi pertanyaanku, lantas aku bagaimana? Aku belum mati sekarang, dan aku masih ingin meraih tujuan hidupku, yaitu bahagia yang kuinginkan." Lanjut Sirena, setelahnya dia mengalihkan pandangannya ke depan..
Devita sendiri tidak tahu, "Gue juga nggak tau ... Kalau gue di tubuh lo, terus tubuh gue yang ini bagaimana? Meskipun tubuh gue nggak seindah tubuh lo, gue sayang tubuh gue, sayang diri gue."
Keduanya diam, hanya hening menyelimuti dengan pikiran mereka masing-masing.
"Hah ..." Helaan nafas tanpa sadar Devita keluarkan, "Gue bakal cari tau, Sirena. Lo tenang aja, gue nggak mungkin ngambil seenaknya tubuh lo ini dan ngebiarin lo terombang-ambing dalam ketidakjelasan."
Sirena menatap Devita, dia menggeleng, "Tidak perlu. Sekarang aku mulai mengerti," senyum tipis muncul di bibir Sirena, "Mungkin ini maksud kalung steorra yang disampaikan padaku malam itu."
"Kalung steorra?"
"Kalung yang kau pakai adalah kalung yang sama seperti kalung peninggalan ibundaku. Dahulu sewaktu kecil, ibundaku bercerita bahwa kalung steorra adalah pemberian Dewi Andromeda. Kalung steorra memiliki keajaiban yang orang lain tidak tahu.
Devita sontak melihat arah pandang Sirena. Devita terkejut kala dia memakai kalung yang sama dengan kalung milik Sirena yang sekarang gadis itu kenakan.
"Kok gue juga pakai kalung ini?"
"Aku juga tidak tahu kenapa kau juga memakai kalung steorra. Mungkin ini adalah takdir kita berdua. Aku tidak tahu pasti, tapi perasaanku mengatakan kita adalah sebuah kesamaan. Bila dengan kau menempati tubuhku bisa membuatmu menemukan kebahagiaan, aku merelakannya untukmu." Sirena memandang bulan didepannya dengan pandangan menerawang,
"Terus tubuh gue gimana? Gue juga nggak tahu apa gue udah mati atau belum. Kemungkinan besar suatu saat nanti gue pasti bakal kembali ke tubuh gue. Lo tenang aja Sirena, selama gue nempatin tubuh lo, gue bakal jaga dengan sepenuh hati. Mencari cara agar Lo dapet kebahagiaan, hingga kalau gue udah waktunya kembali ke tubuh gue, lo nggak akan sedih seperti sekarang ini."
"Selalu ada kesempatan bila kau ingin'!" Ucap mereka secara bersamaan.
"Bagaimana kau akan mencoba? Maaf karena ulahku, kau harus menanggung kesalahanku. Aku tanpa sadar membangkitkan Raja iblis Canopus." Nada bicara Sirena sarat akan penyesalan.
"Gue belum tahu, tapi ke depannya gue bakal usaha semaksimal mungkin."
Sirena tersenyum, "Aku suka semangatmu. Sebaiknya kau kembali, kau sudah terlalu lama berada disini bersamaku."
Devita mengernyitkan dahinya, "Kalau gue pergi, gimana sama lo? Terus, gimana caranya biar kita bisa ketemu dan ngobrol kayak gini? Jujur, gue percaya sama lo. Di dunia lo, begitu asing buat gue, jadi, cuma lo yang bisa gue percaya saat ini?"
Mendengar itu, hati Sirena menghangat, "Kau baik, Devita. Aku pun percaya padamu. Aku tak tahu bagaimana caranya agar kita bertemu kembali. Tetapi aku akan berusaha juga untuk bisa bertemu denganmu."
Devita mengangguk senang, "Kita sama-sama usaha buat kehidupan kita lebih baik."
Sirena mengangguk sambil tersenyum, "Ya, kau benar."
"Em ... Kalau boleh tahu, tempat apa ini?"
Sirena menggelengkan kepalanya, "Aku tidak tahu tempat apa ini. Saat aku membuka mata, aku sudah berada disini. Hanya ada jendela besar ini yang kulihat serta langit yang terus diposisi malam. Terkadang, aku sendiri mendengar sebuah suara aneh,"
"Aneh? Maksud lo?"
"Em ... Suara itu seperti ini, tit ... tit ... tit ... Seperti itu! Terdengar mengerikan karena aku merasakan sakit pada dadaku dimana jantungku berdetak." Jelas Sirena yang membuat Devita berpikir keras.
"Kira-kira apa ya?"
"Itu bisa dipikirkan nanti, Devita. Aku ingin memberitahumu, saat kau menjadi diriku, kau harus hati-hati. Banyak orang yang membenciku, bahkan berniat membunuhku. Aku adalah seorang Putri yang terlahir tanpa sihir, meskipun itu sekecil debu. Kau tahu? Orang yang terlahir tanpa sihir, terutama kaum bangsawan apalagi anak Raja sepertiku, hanya akan dianggap aib. Dianggap seperti sampah, karena tak bisa melakukan apa-apa yang bisa menguntungkan kerajaan." Raut wajah Sirena kembali menyendu.
"Soal lo yang nggak punya sihir, gue udah tahu. Meskipun begitu, nggak papa kok, lo termasuk perempuan hebat yang bisa menghadapi masalah hingga lo berada dititik ini. Lo pantang menyerah, gue suka itu." Devita menggenggam tangan Sirena, mengusapnya sebagai tanda penguatan.
"Kau tahu banyak hal tentangku, tetapi aku tak tahu banyak hal tentangmu. Bagaimana caranya agar aku tahu banyak tentangmu?" Sirena memandang Devita polos.
"Yang jelas kita sama. Gue nggak pernah ngerasain gimana rasanya disayang sama ayah dan ibu. Gue nggak pernah ngerasain gimana rasanya ditatap manusiawi. Gue nggak pernah ngerasain gimana rasanya dicintai oleh orang yang gue cintai," Devita tersenyum hambar, "Kita adalah putih abu-abu." Sambung Devita yang sudah menitikkan air mata.
Kedua perempuan itu saling memeluk. Mencoba menenangkan satu sama lain, sebelum memulai sebuah perjuangan panjang untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Sring
Tiba-tiba kalung yang dipakai oleh Devita dan Sirena bersinar biru terang yang membuat pelukan mereka terlepas. Suasana menjadi kacau, angin kencang tiba-tiba datang, menarik mereka ke arah yang bertolakbelakang. Keduanya sama-sama terhempas ke belakang.
"SIRENA!! APA YANG TERJADI?" Devita panik, terlebih saat dia tak bisa untuk menjangkau Sirena.
"AKU TAK MENGERTI, DEVITA! BERHATI-HATILAH!"
Tubuh Sirena dilingkupi sinar biru bercampur putih yang berasal dari kalungnya sendiri. Tubuh Sirena juga melayang tinggi di kegelapan.
Nging ...
Suara dengungan yang berasal entah darimana mampu membuat Devita juga Sirena kesakitan.
"ARGHH!!"
"Aku tidak tahu di mana kesalahannya,"
"Sejak aku masih kecil, aku memiliki tanda tanya biru di tanganku."
"Mungkin karena itulah aku hidup begitu sengit."
"Tetapi ketika saya melihat ke belakang, saya sendirian ..."
"Bayangan kabur yang menelanku,"
Suara dengungan berganti menjadi suara lirih dua orang perempuan dengan nada yang sangat menyayat hati. Bersaut-sautan untuk meleburkan hati Sirena juga Devita.
Suara itu mewakili perasaan Devita dan Sirena yang selama ini mereka rasakan semasa hidupnya. Tidak ada kebenaran, tidak ada kebahagiaan. Hanya abu-abu.
Tepat saat suara itu berakhir, sinar biru bercampur putih itu menghilang beserta hilangnya Sirena dan Devita.
...•───────•°•❀•°•───────•...
Terimakasih sudah membaca.
Ini cerita kedua saya, mohon dukungannya ya:)
Saya menerima kritik dan saran. Apakah cerita ini menarik?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Vonni Ratuarat Somnaikubun
sampai di sini ceritanya mash menarik Thor..suka banget❤️❤️
2021-12-10
0
Isabela Isabela
aq suka ceritanya Thor semangat ❤️
2021-11-20
0
Cha Sumuk
bagus ceritanya..
asal tdk ngegantung Thor..
2021-11-16
0