Wanita Paruh Baya - dua.

Selesai mengajar di TK. Naya berencana pergi ke supermarket untuk membeli kebutuhan dan juga titipan Yuni. Ia berangkat naik busway lagi karena hanya transportasi itu yang memadai.

Beberapa menit di perjalanan, akhirnya busway sampai di depan supermarket yang ramai. Setelah membayar ongkos, ia pun turun dan berjalan masuk ke supermarket itu.

Seperti supermarket pada umumnya yang selalu ramai pengunjung, apalagi siang hari begini.

Naya berjalan ke rak-rak sayuran kemudian ke bumbu-bumbu, memilah beberapa bumbu yang sudah habis di rumah. Memasukkan pilihan barangnya ke troli dan mencentang yang sudah masuk ke troli.

Selesai dengan itu, Naya ke kasir untuk membayar. Ia membuang napas kasar saat melihat antrian yang panjang di ketiga kasir tersebut. Harus sabar.

Setelah menghabiskan kurang lebih 30 menit untuk mengantri, saatnya Naya yang mendapat giliran. Total belanjaan tidak terlalu boros karena beberapa barang Naya mengambil diskonan. Ini hal lumrah untuk orang sederhana yang hidup mandiri.

Selesai urusan transaksi, Naya keluar supermarket dan kembali naik busway menuju rumah.

Di perjalanan pulang, ia seperti melupakan sesuatu. Tapi apa?

Sepertinya ia harus kembali ke TK dulu untuk mengecek. Takut-takut hal penting yang tertinggal. Jalur pulang memang melewati TK, jadi tidak sulit untuk balik arah atau ganti busway.

Naya turun tepat di depan TK. Terlihat halaman masih ada beberapa anak-anak yang masih bermain. Mungkin menunggu jemputan.

Naya masuk ke ruangnya dan mengecek meja. Tidak ada hal apapun. Lalu ke ruang kelas, tempat ia mengajar tadi. Juga tidak ada hal apapun. Lalu kenapa ia harus kembali ke sini. Kadang Naya memang harus mengecek kembali hal-hal yang mengganjal.

Naya berjalan keluar, karena menunggu busway ia duduk di taman depan TK yang teduh.

Saat duduk menikmati hembusan angin tipis, matanya menangkap sosok wanita paruh baya. Pasalnya wanita itu tidak asing bagi Naya karena Naya sering sekali melihat wanita itu berdiri persis di depan TK. Setiap Naya pulang pasti wanita itu ada di sana. Beberapa kali Naya bertanya pada orang tua murid tidak ada yang tahu wanita itu. Apakah wanita itu memiliki cucu yang bersekolah di TK—tempat Naya mengajar atau beliau adalah wali salah satu murid? Naya tidak tahu.

Dengan inisiatif Naya berjalan menghampiri wanita itu dan mencoba mengobrol. "Selamat siang, Ibu." Naya berucap ramah sambil tersenyum.

Wanita itu nampak terkejut sedikit lalu mengangguk, tanpa menjawab sapaan Naya.

"Apakah Ibu di sini menunggu seseorang?" Naya bertanya langsung ke intinya saja.

"Tidak." Wanita itu menjawab singkat.

Naya menjadi tidak tahu harus bagaimana. Naya mengambil botol minum tersegel yang ia beli tadi di supermarket. "Saya perhatikan Ibu sudah terlalu lama berdiri di sini. Bagaimana kalau Ibu berbincang dengan saya di kursi?" Naya menawari wanita itu untuk berteduh di tempat duduk.

Wanita itu menggeleng, beliau masih memperhatikan ke arah yang sama—dimana anak-anak yang masih asik bermain dan tertawa. Mengikuti arah pandang beliau Naya mulai bertanya lagi, "apa anak itu cucu Ibu?"

"Bukan."

Naya menangkap sekilas ekspresi beliau yang sedih karena pertanyaan Naya barusan.

Jika bukan, lalu untuk apa beliau di sini?

"Anda yang mengajar di sini kan?" Setelah beberapa saat terdiam, wanita itu bertanya pada Naya.

Naya mengangguk, "iya. Saya mengajar di sini."

Kemudian wanita itu berjalan ke arah kursi di dekat pohon dan duduk di sana. Tangan beliau melambai mengajak Naya untuk mendekat dan menepuk kursi di samping, menyuruh Naya duduk.

Naya menuruti dan duduk di sana.

"Nama anda siapa?"

Naya menengok menatap wajah wanita paruh baya itu, beliau cantik. "Nama saya Kanaya. Ibu bisa memanggil saya Naya saja."

"Naya. Saya Dona." Ujar wanita itu memberi tahu namanya pada Naya.

"Ibu Dona, saya sering melihat Ibu berdiri di sana." Naya menunjuk tempat wanita tadi berdiri.

"Iya. Saya suka anak kecil. Jadi saya sering melihat dan menonton mereka bermain."

Naya mengangguk sebagai respon. Walaupun ia belum paham tujuan beliau sering datang ke sini sendirian. Naya tidak pernah melihat beliau bersama orang.

"Ibu Dona sendiri datang ke sini?"

"Iya. Anak saya sibuk. Kadang dia suka menghabiskan harinya penuh di kantor."

Naya mengangguk lagi. Jadi beliau melampiaskan rasa rindu terhadap anaknya yang jarang pulang. Naya sedikit paham jika masalahnya seperti itu. Pasti beliau sangat merindukan anaknya.

"Begitu..."

Naya melihat botol di tangannya dan memberikan botol air minum yang ia pegang pada beliau. "Jika Ibu ingin minum. Silahkan."

Dona menerima botol minum yang sudah di buka tutupnya oleh Naya. Beliau meminumnya sedikit.

"Anda masih lajang?"

Pertanyaan ini memang sedikit tidak nyaman untuk Naya, tapi Naya tetap menjawabnya. "Iya. Saya belum niat untuk berhubungan."

"Umur?"

Naya mengernyitkan alis. "22 tahun."

Memang masih muda jadi tidak terlalu masalah untuk berhubungan serius pun nanti-nanti saja masih bisa. Apalagi Naya termasuk baru lulus kuliah.

Dona menghela napas. "Ya sudah. Saya pamit dulu."

Beliau bangkit dari kursi dan berjalan. Naya mengejar beliau, "Ibu rumahnya dimana? Saya antar ya?"

"Tidak perlu." Wanita itu mengayunkan tangan—menolak.

Naya berhenti, menatap wanita itu yang berjalan lurus. Masih menunggu wanita itu walaupun sudah jauh, tapi kemudian Naya melihat ada seorang pria setelan jas rapi yang berjalan mendekat ke arah wanita itu dan membungkuk memberi hormat. Naya jadi ingin tahu siapa sebenarnya Ibu Dona itu.

Naya berjalan berbalik setelah melihat wanita itu ada yang menjemput. Naya kembali berjalan ke sisi jalan depan TK, bus menuju rumahnya sudah berhenti berada di sana. Ia masuk dan duduk di dekat jendela.

Sampai di rumah. Ia meletakkan barang belanjaannya di meja dapur lalu ia menuju ke kamar mengganti pakaiannya menjadi setelan rumahan—atasan tanpa lengan dan bawahan celana pendek sepaha.

Naya kembali ke dapur menata serta mengisi kembali isi kulkas dan bumbu-bumbu dapur. Setelah selesai dengan kegiatan tersebut Naya merebahkan tubuhnya ke sofa, bersantai.

Di siang hari begini, setelah pulang bekerja. Biasanya Naya hanya bermalas-malasan—seperti membaca buku atau novel yang belum selesai ia baca. Jika ia lapar maka ia akan memasak satu porsi makanan untuknya sendiri dan jika malam tiba ia akan memasak untuk dua porsi orang, yang satu untuk dirinya dan satunya untuk Yuni. Yuni pulang sangat larut malam jadi ia kadang makan masakan Naya yang sudah dingin sendirian karena Naya sudah tidur lebih dulu.

2021©IKKD

...****************...

Perhatian!! : cerita ini termasuk dalam alur lambat. Jadi bisa saja menyebabkan kebosanan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!